JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang keliru menetapkan pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) berlatar belakang militer sebagai tersangka harus mendapatkan sanksi dari Dewan Pengawas (Dewas).
Boyamin berpandangan, pimpinan komisi antirasuah yang mengumumkan seseorang sebagai tersangka dengan prosedur yang tidak sah telah nyata melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“KPK tidak cukup hanya minta maaf karena sudah melanggar HAM yaitu penetapan dan pengumuman tersangka secara tidak sah, pimpinan KPK juga harus kena sanksi pelanggaran kode etik,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Kompas.com, Jumat (28/7/2023).
Kendati demikian, MAKI menilai pernyataan Lembaga Antikorupsi yang mengaku telah kekeliruan terhadap proses hukum anggota militer sudah tepat untuk dilakukan.
Baca juga: TNI Tegaskan Penetapan Tersangka Kepala Basarnas Salahi Aturan, Ini Dasarnya
Sebab, KPK akan kalah jika anggota militer yang ditetapkan sebagai tersangka melakukan praperadilan terhadap proses hukum tersebut.
“Ya apapun itu lumayan mau ngaku salah dan minta maaf daripada nanti kalah gugatan praperadilan,” kata Boyamin.
Koordinator MAKI ini pun berpandangan, tindakan KPK yang menyalahi prosedur penetapan tersangka tidak bisa selesai hanya dengan permintaan maaf. Dewas KPK diminta menindak pimpinan Komisi Antirasuah yang lalai terhadap proses hukum tersebut.
“Tapi kesalahannya keterlaluan dan tidak bisa dimaafkan karena ini proses hukum, seluruh pimpinan harus kena sanksi berat Dewas KPK,” kata Boyamin.
Sebelumnya, KPK meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono karena telah menangkap tangan dan menetapkan tersangka pejabat Basarnas dari lingkup militer.
Baca juga: Mengaku Khilaf, KPK Minta Maaf ke Panglima TNI Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka
Untuk diketahui, KPK sebelumnya menetapkan Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi setelah menangkap tangan bawahannya, Letkol (Adm) TNI Afri Budi Cahyanto.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya memahami semestinya penanganan dugaan korupsi Henri dan Afri ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Pernyataan ini Tanak sampaikan usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer termasuk Komandan Pusom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.
"Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Baca juga: Kisah Kabasarnas Henri Alfiandi, Top Gun TNI AU yang Pernah Tantang Jet Hornet Australia di Kupang
Menurut Tanak, saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023) lalu, tim KPK memahami Afri merupakan prajurit TNI. Namun, kata Tanak, penyelidik KPK khilaf sehingga Afri tetap diciduk dan diproses hukum oleh KPK hingga mendapat status tersangka.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," tutur Tanak.