JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai "cawe-cawe" yang hendak Presiden Joko Widodo (Jokowi) lakukan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, tidak adil.
Kaka mengatakan, "cawe-cawe" yang Jokowi lakukan dianggap oleh publik sebagai ketidakadilan Presiden.
"Nah, itu 'cawe-cawe' Pak Jokowi yang saya pikir yang diterjemahkan sebagai bagian dari ketidakadikan yang dilakukan oleh seorang kepala negara dan Presiden," ujar Kaka saat ditemui di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2023).
Kaka mengungkapkan, Jokowi harus meluruskan maksud "cawe-cawe" tersebut kepada masyarakat.
Baca juga: Aturan untuk Pejabat dan Kepala Daerah Terkait Cawe-cawe Kampanye Pemilu
Menurutnya, Jokowi harus memberi kesan bahwa Presiden mendukung pelaksanaan pemilu yang demokratis dan tidak mendukung pihak tertentu.
"Bukan siapa presidennya, siapa calon presidennya, siapa kelompok yang difasilitasi, siapa yang disetujui, walaupun itu bagian daripada komunikasi politik. Tapi, saya pikir ini tadi diterimanya, ditangkapnya oleh publik adalah bagian dari pada sinyal ketidakadilan itu," katanya.
Oleh karena itu, Kaka meyakini bahwa "cawe-cawe" Jokowi belum diterima publik secara utuh sebagai bagian daripada penyelesaian masalah.
Ia khawatir langkah Jokowi tidak diterima dengan cukup baik oleh publik sebagai "cawe-cawe" yang menuju ke arah konsolidasi, rekonsiliasi, dan mendinginkan suasana.
"Jadi seakan-akan orang menganggap bahwa Jokowi masih ada dendam masa lalu. Bisa jadi seperti itu," ujar Kaka.
Baca juga: Singgung soal Pemimpin Negeri Cawe-cawe di Pemilu 2024, AHY: Demokrasi dalam Bahaya
Kaka mengatakan, Jokowi harus merangkul semua pihak yang maju pada Pemilu dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Jokowi perlu merangkul semua pihak, nobody left behind. Tidak ada kelompok yang di luar," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengakui bahwa dirinya "cawe-cawe" atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pemilu 2024.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Kepresidenan, Jakarta pada 29 Mei 2023.
Baca juga: Cawe-cawe Jokowi, Diingatkan SBY, Dikritik AHY
Jokowi menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.
Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
"Karena itu saya 'cawe-cawe'. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," kata Jokowi di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional saat itu.
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujarnya lagi.
Baca juga: Saat Jokowi Jawab Kekhawatiran SBY soal Cawe-cawe pada Pemilu 2024...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.