Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Pilpres, Harta Bakal Capres, dan Isu Oligarki

Kompas.com - 03/07/2023, 11:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika dilihat dari jumlah investasi yang mereka miliki (lebih banyak pada surat berharga), dalam delapan bulan ke depan, keuntungan yang diperoleh sehingga bisa menambah angka harta kekayaan mereka pun, sulit memberikan kontibusi secara signifikan.

Dengan mengacu pada kondisi keuangan para bacapres tersebut, sulit bagi akal sehat kita untuk menerima bahwa mereka bisa membiayai diri sendiri dalam pilpres nanti.

Meski Prabowo memiliki kekayaan triliun rupiah, rasanya tidak mungkin jika dia mempertaruhkan seluruhnya untuk dana kampanye.

Jika pun ada capres yang sanggup mengorbankan seluruh hartanya untuk suksesi pencalonannya, sebagai rakyat, kita patut waspada akan hal itu.

Jangan-jangan, negara akan “dipaksa” menanggung pengembalian dana-dana tersebut, bahkan dengan keuntungan yang berlipat ganda, saat dirinya memimpin. Bukankah dalam politik kerap berlaku idiom “No free lunch” (tak ada makan siang gratis).

Cerita tentang para pemimpin daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) yang kemudian menilap keuangan daerahnya selama mereka memimpin banyak terungkap di KPK dan Kejaksaan RI.

Tindakan korupsi tersebut harus dilakukan (bahkan sudah diniatkan sebelum menjadi pemimpin daerah) untuk mengembalikan cost pemilu yang telah mereka keluarkan saat suksesi berlangsung.

Tentu saja, tidak hanya pengembalian modal, mereka juga berusaha memperoleh kentungan.

Rasa-rasanya, partai politik pengusung juga sangat sulit kita terima bahwa dialah yang membiayai (dengan dana partai) pilpres, calon yang diusung. Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa menjalaskan pesimisme itu.

Pertama, partai politik sebagai organisasi besar, akan selalu memperhitungkan keberlangsungan hidupnya (sebagai institusi), pada pemilu-pemilu yang akan datang.

Meski calon yang diusung memiliki peluang besar untuk menang, tetap saja risiko terburuk pasti selalu mereka perhitungkan.

Artinya, partai tidak mungkin menggelontorkan uangnya secara besar-besaran untuk mengusung kandidat capres.

Justru, berdasarkan pengalaman selama ini, partai politik kerap mengharapkan adanya suntikan dana dari calon kandidat.

Masih lekat dalam ingatan kita terkait informasi pembayaran mahar sebesar Rp 500 miliar dari seorang politisi kepada partai-partai politik, agar diusung sebagai cawapres, saat pilpres 2019 lalu.

Kedua, partai biasanya mengandalkan pihak ketiga sebagai penyumbang dana kampanye. Di sini, terbuka kemungkinan juga bagi para oligarki untuk menginvestasikan uangnya sembari berharap adanya balas jasa jika calon tersebut terpilih nanti.

Ketiga, dukung-mendukung dalam kandidasi politik bukanlah kegiatan charity. Para politisi, anggota partai, juga berharap mendapatkan sesuatu dari kegiatan lima tahunan itu.

Jika pun mereka terlihat mengeluarkan uang, tindakan tersebut penuh dengan nuansa transaksional.

Bukankah perilaku demikian adalah wujud dari cara kerja oligarki, sebagaimana yang diidentifikasi Jeffrey A. Winters?

Dengan demikian, calon presiden yang masih menggunakan isu oligarki menuju pilpres 2024 ini, bisa dipandang bahwa yang bersangkutan sedang membohongi rakyat.

Pasalnya, beredasarkan uraian-uraian di atas, sangat tidak mungkin jika capres bisa membiayai sendiri ongkos politiknya. Jadi, kubu mana yang sering bermain dengan isu oligarki?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com