Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edi Hardum
Advokat

Doktor di bidang hukum; advokat di Kantor "Edi Hardum and Partners". 

Polri, Jadilah Sapu yang Bersih

Kompas.com - 02/07/2023, 11:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA tahun belakangan, dunia penegakkan hukum Indonesia tercoreng di mata dunia internasional. Hal itu terjadi karena yang melakukan pelanggaran hukum justru aparat penegakan hukum.

Menurut hukum (undang-undang), penegak hukum adalah polisi, penyidik pegawai negeri sipil, jaksa, hakim dan advokat. Hampir semua penegak hukum ini ikut menyumbang pelanggaran hukum yang membuat nama Indonesia sebagai Negara hukum tercoreng.

Dalam tulisan ini, penulis fokus pada pelanggaran hukum yang dilakukan anggota (oknum) Polri, khususnya dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut penulis, kasus pelanggaran hukum yang melibatkan anggota Polri yang merusak nama Indonesia antara lain, kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo saat menjabat Kepala Divisi Propam Polri.

Kasus tindak pidana narkoba yang melibatkan Teddy Minahasa saat menjabat Kapolda Jawa Timur. Kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra yang melibatkan Napoleon Bonaparte saat menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 yang melibatkan Susno Duadji saat menjabat Kapolda Jawa Barat.

Ferdy Sambo telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Selanjutnya Teddy Minahasa divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Teddy masih melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.

Sedangkan Napoleon Bonaparte diganjar empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Upaya hukum Napoleon sampai tingkat kasasi sia-sia, sebab majelis kasasi tetap menghukumnya empat tahun penjara.

Kasus yang menambah memalukan lagi adalah di rumah tahanan Mabes Polri, Napoleon melakukan penganiayaan kepada tahanan lain sampai tahanan lain itu mengalami luka-luka.

Napoleon juga melakukan tindakan keji dengan menyiram kotoran manusia kepada tahanan lain itu.

Atas perbuatannya itu, Napoleon juga dihukum 5 bulan 15 hari penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan. Namun, sampai saat ini Napoleon Banaparte belum dipecat sebagai anggota Polri.

Sedangkan Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa sudah dipecat sebagai anggota Polri.

Sementara Susno Duadji divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan upaya hukum Susno sampai kasasi sia-sia, sebab majelis kasasi di Mahkamah Agung tetap menghukum Susno 3,5 tahun penjara.

Mengapa kasus yang melibatkan tiga orang tersebut di atas dikatakan merusak nama Indonesia?

Ketiganya adalah pejabat tinggi Polri saat melakukan tindak pidana. Mereka memegang jabatan strategis tentu berfungsi sebagai penuntun atau guru untuk semua anggota Polri di bawah mereka.

Dengan adanya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat tinggi Polri itu tentu masyarakat, bahkan dunia tidak heran dengan begitu banyaknya anggota Polri terlibat dalam pelanggaran hukum dan atau tindak pidana.

Sejak 2018 hingga 2021, Mabes Polri mengungkap keterlibatan anggota Polri dalam tindak pidana narkotika.

Sebanyak 1.858 orang anggota polisi ditangkap dan ditindak. Ini tentu tidak termasuk keterlibatan anggota dalam kasus tindak pidana lainnya, seperti korupsi, pelecehan seksual, penganiayaan dan sebagainya.

Ungkapan “hilang kambing melapor ke polisi akan kehilangan sapi” masih berlaku untuk menggambarkan kinerja Polri sampai saat ini.

Masih begitu banyak masyarakat yang mengeluhkan kinerja penyidik Polri, terutama di tingkat Polsek, Polres bahkan Polda yang terkesan lamban mengusut setiap laporan dugaan tindak pidana yang diadukan masyarakat.

Namun, jika masyarakat mengeluarkan banyak uang kepada oknum penyidik, maka pengusutan kasusnya berjalan cepat.

Tidak sedikit oknum penyidik terang-terangan meminta uang kepada pelapor atau terlapor. Ada oknum penyidik yang mengeluh bahwa gajinya sebesar UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten).

Bahkan ada klien penulis yang mengeluhkan seorang oknum pejabat Polri di salah satu Polres memaksanya agar kasus dugaan penggelapan uang miliaran rupiah diselesaikan lewat restorative justice (RJ). Harapan sang oknum pejabat Polri itu mendapat bagian uang dari para pihak.

Untungnya klien penulis berani menolak dan sang oknum tidak bisa berbuat apa-apa.

Saran

Dalam sistem Peradilan Pidana di Indonesia terdiri dari empat sub-sistem, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Proses peradilan pidana yang dijalankan di tingkat kepolisian merupakan hulu dari penegakan hukum pidana (Santoso, 2019: 16).

Karena itulah dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian ditegaskan bahwa salah satu fungsi Polri adalah menegakkan hukum.

Pada bagian pertimbangan UU Kepolisian dinyatakan, pertama, keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Kedua, pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Jadi yang perlu penulis tekankan adalah penegakan hukum itu sangat penting demi terwujudnya masyarakat yang adil dan maksud serta beradab.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo awal-awal menjadi Kapolri berjanji akan memperbaiki kinerja lembaga Polri dengan prinsip mengedepankan slogan Presisi, akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

Menurut penulis, tekad dan janji Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan slogan Presisi lumayan berhasil. Bukti nyata yang masyarakat rasakan adalah diseretnya para jenderal polisi di atas ke meja hijau, bahkan sebagiannya telah dipecat.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo responsif dan transparan dalam mengambil tindakan hukum kepada siapa pun anggota Polri yang terlibat tindak pidana seperti para jenderal polisi tersebut di atas.

Penulis sepakat dengan Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing yang menilai Listyo Sigit Prabowo telah mengantarkan institusi Polri lebih profesional dan objektif, dengan memberlakukan hukum yang setara bagi semua masyarakat, tidak terkecuali bagi jajarannya.

Namun, menurut penulis, yang masih perlu diawasi dan dibenahi kinerja Polri adalah di bidang reserse dan kriminal serta di bagian tindak pidana narkoba.

Kapolri sepertinya harus melakukan inspeksi mendadak ke dua bagian tersebut. Hal itu dilakukan agar ungkapan “hilang kambing melapor ke polisi akan kehilangan sapi” sudah tidak ada lagi.

Selain itu, agar tidak ada lagi oknum polisi yang memperdagangkan pasal UU Narkotika serta tidak menjual barang bukti narkoba.

Pakar Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi, Jacob Elfinus Sahetapy (Sahetapy, 2009:IX), mengatakan, moral suatu bangsa dan masa depan mental serta integritas suatu bangsa ikut dibina oleh para sarjana hukum, baik secara eksplisit maupun secara implisit.

Para politisi dan birokrat bisa saja korup. Asal para penegak hukum, khususnya hakim, jaksa, polisi dan advokat memiliki moral dan integritas yang tinggi, maka negara akan selamat.

Ayo Bapak/Ibu pejabat Polri dan teman-teman Polri semuanya, mari bangun Indonesia dengan penegakan hukum yang baik dan benar.

Polri haruslah menjadi “Sapu Yang Bersih”. Laksanakan slogan Kapolri, Presisi!

Akhirnya penulis mengucapkan Selamat Hari Bhayakara 1 Juli 2023. Viva Polri, Viva Indonesia!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com