JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-P Trimedya Pandjaitan mengaku pesimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana bisa diselesaikan oleh DPR masa kepemimpinan Puan Maharani yang akan segera berakhir pada 2024.
Sebab, sebentar lagi para anggota DPR pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu di dapilnya masing-masing, mengingat Pemilu 2024 sudah dekat.
"Saya pribadi tidak terlalu optimis ya. Karena kalau kita lihat jadwal politik, bulan 8 (Agustus) DCS (daftar caleg sementara) sudah ditentukan. Tentu (anggota DPR) yang mau maju sudah lebih banyak di dapil daripada di Senayan sendiri," ujar Trimedya saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6/2023).
"Kalau dibacakan (di rapat paripurna), dibacakan. Bahwa ini akan bisa (selesai) di dalam masa jabatan ini saya pribadi pesimis melihat agenda-agenda politik sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, periode-periode sebelumnya. Begitu DCS sudah ditetapkan, ya sudah, DPR ini sepi," sambungnya.
Baca juga: PPP Desak DPR Segera Bacakan RUU Perampasan Aset di Rapat Paripurna
Trimedya meyakini, pada Agustus 2023 nanti, para anggota DPR pasti sudah "bertempur" ke dapilnya masing-masing.
Meski demikian, Trimedya memandang RUU Perampasan Aset tetap diperlukan. Hanya saja, kata dia, ada UU yang lebih penting, yakni mengenai penyimpanan aset barang sitaan.
"Itu UU perlu. Tapi bagi saya sebagai orang hukum, sebelum ada UU itu, (harus ada) UU menyangkut penyimpanan barang sitaan. Itu dulu dibuat baru UU ini (perampasan aset). Tapi kalau pemerintah berpendapat lain, ya silakan saja," jelas Trimedya.
Maka dari itu, Trimedya menilai RUU Perampasan Aset bukanlah yang utama, melainkan harus ada RUU mengenai penyimpanan aset terlebih dahulu.
Baca juga: Nasib RUU Perampasan Aset: 6 Kali Rapat Paripurna DPR, Surpres Tak Kunjung Diproses
Sebab, jika tidak ada RUU mengenai penyimpanan aset, dikhawatirkan tidak ada kepastian mengenai penyimpanan barang sitaan yang dirampas negara.
"Karena ada UU Perampasan Aset, kalau barang sitaannya enggak bisa terjadi, bagaimana? Sebenarnya yang harus didahulukan pemerintah seperti itu. Tapi karena ini sudah masuk ke DPR, kita tunggu saja," imbuhnya.
Sebagai informasi, RUU Perampasan Aset yang diusulkan pemerintah hingga kini masih terkatung-katung.
Pasalnya, sejak pemerintah mengirim surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, pimpinan DPR hingga kini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna.
Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung.
Baca juga: Dulu Desak Pemerintah, Sekarang DPR Tak Kunjung Bacakan Surpres RUU Perampasan Aset
Ini terjadi lantaran proses politik di meja antarfraksi hingga ini belum juga tuntas.
Padahal, DPR sebelumnya telah memperlihatkan sikap tegasnya dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim surpres RUU Perampasan Aset.