Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU-Bawaslu Kelabakan, Ribuan Tenaga Honorer Dihapus 78 Hari Sebelum Pemilu 2024

Kompas.com - 21/06/2023, 06:45 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dihadapkan pada tantangan tak mudah pada menit-menit terakhir jelang Pemilu 2024.

Hal itu dipicu oleh kebijakan penghapusan Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN) atau tenaga honorer yang akan efektif berlaku per 28 November 2023.

Tanggal ini hanya berjarak 78 hari dari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Di samping itu, tanggal 28 November 2023 merupakan hari pertama masa kampanye dimulai.

KPU berharap pengangkatan honorer

Dari sisi KPU, total ada 7.551 pegawai non-ASN hingga saat ini. Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia KPU RI, Parsadaan Harahap, mengatakan bahwa jumlah itu tersebar di lingkungan KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kota/kabupaten.

Situasi menjadi menantang karena dinamika politik akan semakin intens mendekati hari pemungutan suara.

Tahapan yang dijalani akan berjalan berbarengan dan KPU membutuhkan sumber daya manusia yang memadai serta mumpuni.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, KPU Ditinggal 7.000 Lebih Pegawai karena Penghapusan Tenaga Honorer

Ada tahapan pencetakan dan distribusi logistik pemungutan suara, misalnya, yang harus dikerjakan KPU dengan cepat dan tepat karena pendeknya masa kampanye Pemilu 2024 yang cuma 75 hari.

Pada pemilu sebelumnya, masa kampanye yang lebih panjang memberi keleluasaan lebih bagi KPU untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Di sisi lain, penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu Legislatif (Pileg) di tingkat pusat hingga daerah merupakan salah satu tahapan yang rawan sengketa dari pihak-pihak yang merasa tidak puas.

Itu artinya, KPU harus dapat menjalani tahapan pemilu berbarengan dengan menghadapi kasus-kasus hukum yang mungkin timbul dan juga tak boleh dilewati.

Baca juga: Pegawai Honorer Dihapus, Bawaslu Akan Kehilangan 7.000 Tenaga Pengawas Kampanye Pemilu 2024

Parsadaan menyebut bahwa pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait agar masalah ini bisa teratasi pada waktunya.

"KPU terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk memenuhi kebutuhan SDM KPU melalui jalur pengangkatan (honorer itu menjadi) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS)," kata dia ketika dikonfirmasi pada Senin (20/6/2023).

"Pada prinsipnya, tahapan pemilu harus tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ada, dengan ketersediaan SDM KPU yang ada saat ini," pungkasnya.

Bawaslu terancam ompong

Dari sisi Bawaslu, keadaan tak berbeda jauh.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebutkan, sedikitnya 7.000 pegawai non-ASN berpotensi purnatugas karena kebijakan ini.

Bagja mengaku, pihaknya sudah menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas, tetapi disebut belum ditanggapi.

Wajar jika Bawaslu pusing karena penghapusan ribuan pegawai honorer ini membuat jumlah pegawai Bawaslu menciut hingga tersisa 8-10 orang saja di tingkat daerah.

Baca juga: Asa Feni, Guru Honorer 17 Tahun di Situbondo yang Batal Diangkat Jadi ASN...

Ini rawan. Berbeda dari Pemilu 2019, Bagja memprediksi, politik uang pada Pemilu 2024 marak di masa kampanye.

Dulu, masa kampanye panjang. Politik uang kerap terjadi di detik-detik terakhir, yang umumnya menjadi fenomena pada masa tenang—tiga hari sebelum pemungutan suara.

Kini, dengan masa kampanye yang kelewat singkat, praktis para peserta pemilu tak punya cukup waktu untuk memperkenalkan diri dan program ke masyarakat. Mereka dikhawatirkan memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara.

Oleh sebab itu, menurut Bagja, langkah ideal yang harus ditempuh Bawaslu adalah mengerahkan sebanyak-banyaknya pengawas ke masa kampanye.

"Kita ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," ujarnya.

Menanti siasat tepat

Penghapusan ribuan honorer ini merupakan imbas dari berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN hanya terdiri dari PNS dan PPPK.

Dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), diatur bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun lima tahun sejak aturan itu diundangkan pada 28 November 2018.

Itu artinya, jika tenaga honorer tidak diangkat/lolos pengangkatan hingga 28 November pada 2023 maka yang bersangkutan otomatis dihapus dari lembaga tempatnya mengabdi sebelumnya.

Baca juga: Menpan-RB Sebut Bukan Hanya Bawaslu yang Punya Keluhan Tenaga Honorer

KPU dan Bawaslu, meski didesak oleh kebutuhan segenting apa pun sebagai lembaga penyelenggara pemilu, tidak bisa berinisiatif memperpanjang masa kerja ribuan tenaga honorer ini. Mereka tidak punya landasan hukum.

Bagja, misalnya, khawatir pihaknya bakal berujung kena kasus jika ngotot memperpanjang masa bakti para tenaga honorer.

Menteri PAN-RB Azwar Anas mengonfirmasi bahwa situasi pelik ini bukan hanya terjadi di KPU dan Bawaslu.

Kepada wartawan, politikus PDI-P itu mengeklaim pemerintah masih terus mencari jalan keluar karena situasi ini bukan hanya terjadi di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, melainkan juga semua lembaga negara.

"Jadi kita sedang exercise ya, termasuk di dalamnya Bawaslu. Mudah-mudahan nanti sebelum November sudah tuntas. Nanti akan ada kebijakan, termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal. Kita mencarikan solusi jalan tengah (dengan) tidak ada pembengkakan anggaran," imbuh Anas, Senin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com