Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib RUU Perampasan Aset: 6 Kali Rapat Paripurna DPR, Surpres Tak Kunjung Diproses

Kompas.com - 21/06/2023, 05:30 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana yang diusulkan pemerintah hingga kini masih terkatung-katung.

Pasalnya, sejak pemerintah mengirim surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, pimpinan DPR hingga kini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna.

Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung.

Ini terjadi lantaran proses politik di meja antarfraksi hingga ini belum juga tuntas.

Padahal, DPR sebelumnya telah memperlihatkan sikap tegasnya dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim surpres RUU Perampasan Aset.

Akan tetapi, setelah pemerintah mengirim surpres, sikap tegas DPR perlahan memudar hingga membuat nasib RUU Perampasan belum ada kepastian.

Bermula curhatan Mahfud

Mengemukanya isu RUU Perampasan Aset berawal dari curhatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Mahfud curhat bahwa RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai belum disetujui DPR.

Padahal, kata dia, RUU Perampasan Aset sangat diperlukan guna mencegah tindak pidana korupsi.

Baca juga: Dulu Desak Pemerintah, Sekarang DPR Tak Kunjung Bacakan Surpres RUU Perampasan Aset

Dalam RUU ini pula, pemerintah dapat merampas aset koruptor sebelum putusan final pengadilan dilakukan. Dengan begitu, apabila RUU Perampasan Aset disahkan, negara dapat menyelamatkan aset-asetnya yang dikorupsi.

"Kalau boleh perampasan aset kan bisa diselamatkan. UU ini sudah disampaikan ke DPR, belum disetujui," kata Mahfud setelah melakukan kunjungan ke panti asuhan Bina Siwi Pajangan, Bantul, Jumat (3/2/2023).

Minta segera disahkan

Presiden Joko Widodo usai  pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Presiden Joko Widodo usai pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Beberapa hari berikutnya, giliran Presiden Joko Widodo yang membicarakan RUU Perampasan Aset.

Jokowi meminta agar RUU ini segera disahkan. Selain itu, Presiden juga meminta RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas di DPR.

"Saya mendorong agar RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dimulai pembahasannya," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Selasa (7/2/2023).

Jokowi menyatakan, pemerintah berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Ia memastikan langkah ini tidak pernah surut.

Sejalan dengan hal itu, Jokowi juga mengatakan, pemerintah terus berupaya melakukan pencegahan korupsi dengan membangun sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.

Desakan DPR

Sementara itu, sejumlah anggota Komisi III DPR dari berbagai fraksi mendesak pemerintah untuk serius menyiapkan pembahasan RUU Perampasan Aset.

Anggota Komisi III Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, misalnya.

Ia menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset telah disepakati DPR dan pemerintah sebagai RUU inisiatif pemerintah.

Baca juga: Menkumham: Pemerintah Masih Tunggu Undangan DPR Terkait RUU Perampasan Aset

Oleh karena itu, Arsul mengingatkan supaya pemerintah mulai duduk bersama dengan fraksi-fraksi partai politik (parpol) di DPR guna memastikan bahwa mayoritas fraksi menyepakati rancangan aturan ini.

Akan tetapi, kata dia, pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap fraksi-franksi tak kunjung terjadi.

"Sekarang ini, kan, yang dikesankan adalah DPR tidak mau membahasnya. Padahal, naskah akademik dan draf RUU-nya saja belum dikirim ke DPR," kata Arsul, Kamis (30/3/2023), dikutip dari Kompas.id.

Surpres dikirim

Pada 4 Mei 2023, pemerintah akhirnya mengirim surpres RUU Perampasan Aset.

Dalam waktu yang bersamaan, Jokowi juga menugaskan Mahfud, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas RUU Perampasan Aset bersama DPR.

"Per tanggal 4 Mei 2023, presiden sudah mengeluarkan dua surat. Satu surat presiden kepada DPR yang dilampiri dengan Rancangan UU Perampasan Aset," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (5/5/2023).

"Kemudian ada surat tugas, siapa (pejabat) pemerintah yang ditugaskan untuk membahas ini bersama DPR," sambung Mahfud.

Mahfud berharap RUU Perampasan Aset segera dibahas oleh DPR.

"Agar kita bisa segera membuat (jera) para pelaku tindak pidana dan terutama koruptor," kata Mahfud.

6 kali terlewati

Sejak surpres diterima DPR, setidaknya sudah enam kali rapat paripurna diselenggarakan.

Akan tetapi, tak satu pun rapat paripurna yang membacakan RUU Perampasan Aset.

Adapun enam rapat paripurna DPR ini meliputi, rapat paripurna yang dilaksanakan pada 16 Mei 2023 dan rapat paripurna pada 19 Mei 2023.

Rapat tersebut merupakan ajang penyampaian pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) tahun anggaran 2024.

Baca juga: Respons Wakil Ketua DPR soal Surpres RUU Perampasan Aset yang Belum Dibacakan di Rapat Paripurna

Selanjutnya, rapat paripurna terkait penyampaian pandangan fraksi atas KEM dan PPKF spada 23 Mei dan rapat paripurna tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi terkait KEM dan PPKF pada 30 Mei 2023.

Kemudian, rapat paripurna laporan Komisi XI DPR terhadap hasil uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI periode 2023-2028 yang digelar pada 13 Juni.

Terakhir, rapat paripurna penyampaian Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 2022 serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 dan Penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2022 oleh BPK RI pada 20 Juni 2023.

Faktor politik

Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengungkapkan, terhambatnya pembacaan surpres RUU Perampasan Aset dalam rapat paripurna disebabkan proses politik yang belum tuntas di antara fraksi-fraksi parpol parlemen.

"Itu kan ada proses secara politik di antarfraksi, itu kan masih berjalan gitu loh. Sehingga mereka setelah bulat, baru sampai ke kami-kami pimpinan itu," ucap dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani menyadari bahwa kehadiran RUU Perampasan Aset genting.

Kendati demikian, pihaknya mengaku perlu mencermati masukan masyarakat sebelum akhirnya RUU Perampasan Aset dibacakan di rapat paripurna.

"Namun, juga masukan dan tanggapan dari masyarakat, kemudian hal-hal lain yang harus kami cermati juga itu menjadi sangat penting," ujar Puan.

Baca juga: RUU Perampasan Aset Diharap Bikin Calon Koruptor Ketar-ketir

Ia meminta semua pihak untuk bersabar. Puan tak ingin proses pembahasan dilakukan secara tergesa-gesa.

"Jadi jangan melakukan satu pembahasan itu dengan terburu-buru, kemudian enggak sabar, kemudian hasilnya enggak maksimal," tuturnya.

Tak komitmen

Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih, menilai DPR tak komitmen dalam mengawal RUU Perampasan Aset. Sebab, DPR sebelumnya mendesak pemerintah untuk mengirim surpres.

Namun, setelah pemerintah melayangkan supres, DPR justru terkesan tidak komitmen.

"Artinya kan memang tidak komitmen, masyarakat bisa menilai sendiri," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com.

Yenti tak menampik bahwa produk UU tak bisa dilepaskan dari faktor politik.

Akan tetapi, sikap DPR terkait RUU Perampasan Aset memperlihatkan tidak adanya komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi tidak ada, ini sudah sangat terlambat," tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Nasional
Momen Jokowi Ngemal di Sumsel, Ajak Bocah Makan 'Snack' di Mejanya

Momen Jokowi Ngemal di Sumsel, Ajak Bocah Makan "Snack" di Mejanya

Nasional
Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Nasional
Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Nasional
Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Nasional
Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Nasional
Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Nasional
Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Nasional
Bawaslu Minta Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Tertib Cuti

Bawaslu Minta Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Tertib Cuti

Nasional
Soroti Politik Uang pada Pilkada, Bawaslu: Saat Patroli Tiarap, Begitu Ditinggal Marak Lagi

Soroti Politik Uang pada Pilkada, Bawaslu: Saat Patroli Tiarap, Begitu Ditinggal Marak Lagi

Nasional
Polri Anggap Kasus Penguntitan Jampidsus Sudah Selesai

Polri Anggap Kasus Penguntitan Jampidsus Sudah Selesai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kaesang Bisa Maju Usai MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur | Panglima TNI Diminta Tarik Pasukan dari Kejagung

[POPULER NASIONAL] Kaesang Bisa Maju Usai MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur | Panglima TNI Diminta Tarik Pasukan dari Kejagung

Nasional
Tanggal 3 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com