Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Apresiasi Penanganan Covid-19 Indonesia, Keputusan Soal Status Pandemi Diserahkan ke Pemerintah

Kompas.com - 14/06/2023, 05:40 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengklaim, Badan Kesehatan Dunia (WHO) senang dengan perkembangan penanganan Covid-19 di Indonesia.

Sehingga, WHO menyerahkan kembali ke Indonesia untuk mengambil keputusan soal status pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Menurut Budi, hal tersebut disampaikan saat pemerintah Indonesia berkonsultasi dengan pihak WHO bulan lalu.

Baca juga: Jokowi Disebut Segera Cabut Status Pandemi Covid-19 di Indonesia

"Kita update progress-nya kita seperti apa dan mereka (WHO) sepertinya happy dan menyerahkan kembali ke Indonesia untuk mengambil keputusan," ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

Kemarin, Menkes telah melaporkan perkembangan situasi penanganan Covid-19 di berbagai negara, termasuk Indonesia, kepada Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas soal transisi pandemi ke endemi.

Presiden kemudian akan mengumumkan kondisi pandemi di Indonesia pada saat yang tepat.

Baca juga: Jokowi Sudah Ambil Keputusan soal Status Pandemi Covid-19, Segera Diumumkan

"Itu sebabnya saya update ke Bapak Presiden yang tadi agar Bapak Presiden bisa mengambil keputusan. Dan beliau sudah ambil keputusannya. Cuma nanti pengumumannya terserah kepada beliau ya," lanjutnya.

Selain itu, kata Budi, WHO disebutnya mengapresiasi penanganan Covid-19 di Indonesia, dan memasukkannya pada kategori bagus. Namun, WHO tetap memberikan sejumlah pedoman agar masyarakat lebih memahami situasi ke depannya.

Pertama, masyarakat harus memahami virus penyebab Covid-19 tidak hilang.

Sehingga masyarakat diharapkan bisa belajar hidup berdampingan dengan virus tersebut.

Baca juga: Update 13 Juni 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 181 dalam Sehari, Total Jadi 6.810.417

"Sama halnya dengan kita belajar hidup dengan penyakit menular lainnya. Misalnya, malaria, demam berdarah dan TBC. Itu kan semua masih ada. Yang penting dilakukan masyarakat adalah masyarakat masih bisa menangani, menjaga kesehatannya sendiri-sendiri," ungkap Budi.

"Jadi mereka mesti tahu penyakitnya seperti apa, cara menghindari seperti apa, misalnya mencuci tangan kemudian yang merasa enggak sehat pakai masker. Itu bisa dilakukan," tuturnya.

Kedua, masyarakat diminta memahami surveilans atau pengamatan terus-menerus terhadap Covid-19, di mana pada saat ini untuk tes cepat antigen, tes genomik sudah semakin terjangkau oleh masyarakat.

Baca juga: Pemerintah Masih Sediakan Vaksin Covid-19 Gratis Selama Masa Transisi

Ketiga, jika masyarakat terpapar Covid-19 diharapkan sudah memahami pengobatannya seperti apa. Antara lain dengan mengonsumsi obat antivirus Paxlovid dan Aciclovir yang sudah bisa dibeli di apotek.

"Dokter-dokter juga sudah tahu, jadi kalau misalnya dia dites positif lalu dia periksa ke dokter dia sudah tahu. Kalau toh pun sampai masuk rumah sakit, rumah sakit kita juga sudah siap untuk menanganinya," ungkap Budi.

Keempat, soal vaksin Covid-19 yang perlu diberikan kepada masyarakat. Tujuannya agar tetap memberikan perlindungan pertama kepada individu untuk pencegahan penularan Covid-19.

Sebagaimana diketahui pada 2020 lalu, Presiden Jokowi secara resmi menetapkan wabah virus corona Covid-19 sebagai bencana nasional.

Baca juga: Pemerintah Cabut Aturan Penggunaan Masker, Epidemiolog: Tak Hilangkan Ancaman Covid-19

Penetapan ini dilakukan lewat penerbitan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com