Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Proposal Prabowo soal Perdamaian Ukraina-Rusia yang Berujung Dipanggil Jokowi

Kompas.com - 07/06/2023, 12:24 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Proposal perdamaian yang disodorkan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto terkait perang Ukraina dan Rusia memantik perdebatan.

Tak hanya di luar negeri, gagasan yang ditawarkan Prabowo juga menuai pro dan kontra di dalam negeri.

Di satu sisi, proposal yang ditawarkan Prabowo dinilai sebagai solusi yang menekankan perdamaian.

Namun, di sisi lain, ide Prabowo dianggap aneh karena kontras dengan kebiasaan dalam sebuah pertempuran.

Perdebatan proposal ini pun sudah sampai telinga Presiden Joko Widodo. Bahkan, Jokowi berencana memanggil Prabowo guna meminta penjelasan maksud proposal tersebut.

Gencatan senjata

Proposal perdamaian yang ditawarkan Prabowo sebetulnya berangkat dari keprihatinannya atas dampak perang Ukraina dan Rusia terhadap kehidupan dunia.

Belum lagi, perang kedua negara berlangsung ketika dunia dihadapi dengan terus bermutasinya Covid-19.

Baca juga: Di Singapura, Prabowo Ajukan Proposal Perdamaian Rusia-Ukraina

Oleh karena itu, Prabowo mengusulkan Ukraina dan Rusia melakukan gencatan senjata. Tak hanya itu, Prabowo mendorong Ukraina dan Rusia mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata.

Ia juga meminta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk pasukan perdamaian untuk ditempatkan di zona demiliterisasi.

"Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi," ucap Prabowo saat menjadi panelis pada pembahasan “Resolving Regional Tensions” dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura, Sabtu (3/6/2023).

Ditolak Ukraina

Personel militer Ukraina ambil bagian dalam latihan perang di wilayah Zhytomyr pada 21 November 2018. AFP/SERGEI SUPINSKY Personel militer Ukraina ambil bagian dalam latihan perang di wilayah Zhytomyr pada 21 November 2018.
Tawaran perdamaian yang diajukan Prabowo langsung ditolak mentah-mentah oleh Ukraina. Menhan Ukraina Oleksii Reznikov menyebut proposal perdamaian tersebut aneh.

Sebab, solusi yang ditawarkan Prabowo justru seperti rencana Rusia, bukan Indonesia.

Baca juga: Menhan Ukraina Tolak Proposal Damai dari Indonesia yang Diajukan Prabowo

Oleh karena itu, Reznikov menegaskan Ukraina tidak membutuhkan mediator yang datang dengan gagasan yang aneh.

"Kami tidak membutuhkan mediator ini datang kepada kami (dengan) rencana aneh ini," lanjutnya, dikutip dari kantor berita AFP.

Solusi damai

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjojanto menilai gagasan yang diajukan Prabowo lebih menekankan solusi damai.

"Pak Prabowo menawarkan proposal damai untuk Ukraina yang betul-betul menekankan agar kita segera mencari solusi untuk menghentikan kekerasan bersenjata dan melibatkan PBB dalam mencari solusi damai segera antara Rusia dan Ukraina," katanya.

Andi juga menyebut bahwa Prabowo dalam forum tersebut menekankan agar negara-negara membentuk kolaborasi global dan kepemimpinan bersama yang lebih mengedepankan dialog, kerja sama, dan multilateralisme.

"Pak Prabowo juga secara umum menyerukan agar Shangri-La Dialogue 2023 ini mengeluarkan deklarasi yang konkret, baik untuk meredam ketegangan yang terjadi di Indo-Pasifik maupun untuk mencari solusi damai bagi perang yang terjadi di Ukraina," kata Andi.

Aneh

Sementara itu, anggota Komisi DPR Fraksi PDI-P TB Hasanuddin menilai proposal perdamaian yang disodorkan Prabowo aneh.

Hasanuddin menyampaikan itu saat Komisi I DPR menggelar rapat kerja (raker) bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di Gedung DPR, Senayan, Senin (5/6/2023).

"Kalau ada usulan dari Indonesia mundur di wilayah teritorinya Ukraina, itu rasanya sedikit aneh," ujar Hasanuddin.

Baca juga: PDI-P Anggap Proposal Perdamaian Rusia-Ukraina Usulan Prabowo Aneh, Menlu: Call Kita Hentikan Perang

Menurut Hasanuddin, substansi usulan tersebut tidak sesuai dengan kebiasaan dan etika ketika menyelesaikan masalah pertempuran di lapangan.

Ia juga mempertanyakan apakah usulan Prabowo itu menjadi keputusan negara atau keputusan politik luar negeri.

Pasalnya, jika keputusan politik luar negeri, maka Menlu semestinya yang bertanggung jawab atas proposal Prabowo tersebut.

Dia khawatir keputusan Prabowo itu bisa membuat citra Indonesia menjadi kurang baik.

"Yang pertama, dianggap tidak tahu lapangan. Yang kedua, kita masuk pada ranah-ranah yang sesungguhnya kurang tepat, dan itu sangat merugikan politik luar negeri kita," tuturnya.

Dipanggil Jokowi

Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa proposal perdamaian yang disampaikan Prabowo di forum internasional merupakan inisiatif Prabowo sendiri.

Jokowi mengaku akan memanggil Prabowo guna meminta penjelasan soal proposal tersebut.

"Itu (proposal) dari Pak Prabowo sendiri, tetapi saya belum bertemu dengan Pak Prabowo," kata Jokowi dalam jumpa pers di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ketiga PDI-P, Selasa (6/6/2023).

"Nanti hari ini atau besok mungkin akan saya undang, meminta penjelasan dari apa yang Pak Menhan sampaikan," sambungnya.

(Penulis: Nirmala Maulana Achmad, Vitorio Mantalean, Adhyasta Dirgantara, Aditya Jaya Iswara | Editor: Dani Prabowo, Aditya Jaya Iswara, Diamanty Meiliana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com