Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Peringkatkan Ancaman El Nino di Indonesia Mulai Juni 2023

Kompas.com - 07/06/2023, 07:53 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) telah melewati tahap netral.

Fase ENSO netral telah terlewati pada bulan Maret hingga April 2023 yang kemudian semakin berkembang ke arah El Nino positif pada Juni 2023. Itu artinya, ancaman El Nino atau naiknya suhu permukaan air laut di Indonesia semakin nyata.

Baca juga: BMKG Minta Masyarakat Waspadai Potensi Curah Hujan Sangat Rendah September Nanti

Selain itu, potensi kekeringan di Indonesia juga semakin nyata karena adanya Indian Ocean Dipole (IOD) yang semakin menguat ke arah positif.

Pergerakan ENSO dan IOD yang sama-sama menguat ke arah positif pada Juni 2023, mempengaruhi kondisi Indonesia yang menjadi lebih kering daripada fenomena El Nino atau IOD positif yang terjadi sendiri.

"Sesuai hasil prediksi di bulan Maret lalu bahwa indeks ENSO semakin menguat, bahkan BMKG juga mendeteksi adanya IOD di indeks yang juga semakin menguat ke arah positif," ujar Dwikorita Karnawati saat konferensi pers virtual, Selasa.

Dwikorita melanjutkan, suhu atau temperatur anomali di Samudera Pasifik menunjukkan angka 0,8 derajat celcius, mendekati angka 1.

Angka tersebut didapatkan dari pengamatan indeks ENSO yang dilihat berdasarkan skala mingguan per 4 Juni 2023 pada suhu muka laut di wilayah Nino3,4 yang terus menghangat.

"Suhu atau temperatur anomali di samudera pasifik ini semakin meningkat, saat ini sudah mencapai angka 0,8 sudah dekat dengan satu (derajat celcius)," ujar Dwikorita.

Ia mengatakan, jika suhu anomali di Samudera Pasifik terus meningkat hingga menyentuh angka 1 derajat celcius, maka akan terjadi El Nino moderat.

Peluang terjadinya El Nino moderat pada bulan Juni diprediksi menyentuh angka 80 persen. Angka tersebut meningkat dari prediksi di bulan Maret 2023 yang hanya sebesar 60 persen.

Meskipun pihaknya memprediksi El Nino di bulan Juni 2023 masih di tahap lemah, tetapi nantinya akan menguat setelah bulan Juni 2023.

"Diprediksi akan berlangsung dengan intensitas awalnya lemah sekitar bulan Juni kemudian setelah Juni diprediksi menguat hingga moderat," tuturnya.

Baca juga: Anomali Cuaca akibat Awan Kumulonimbus Berpotensi Bahaya, BMKG Nunukan Ingatkan Masyarakat Waspada

Dwikorita lantas mengatakan masyarakat perlu waspada sejak dini adanya potensi curah hujan di bawah normal pada September 2023.

Hal itu dapat dilihat dari wilayah Indonesia yang semakin berwarna cokelat hingga cokelat kehitaman dari bulan ke bulan pada peta prakiraan curah hujan bulanan yang ditayangkan pihak BMKG saat konferensi persnya.

"Prosentasenya semakin rendah ya, semakin coklat dari Juli, Agustus semakin meluas, September coklat semua," jelasnya menerangkan gambaran peta tersebut.

Hal itu, katanya, masih disebabkan oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang diprediksi akan terjadi bersamaan mulai Juni 2023.

Berdasarkan penuturan Dwikorita, pada bulan September 2023 nanti curah hujan diprediksi masuk dalam kategori sangat rendah, yakni 0 hingga 20mm/bulan di beberapa wilayah Indonesia.

"(Pada September 2023) hitamnya hampir merata, inilah yang harus diwaspadai sejak dini," kata Dwikorita.

Warna coklat dan coklat kehitaman yang ada di peta wilayah Indonesia tersebut, menurutnya perlu diwaspadai akan terjadinya kekeringan dan ancaman kebakaran hutan atau karhutla.

Beberapa wilayah yang disebutnya di antaranya pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Meskipun begitu, Dwikorita mengatakan pada bulan November 2023 kondisi kering Indonesia mulai berangsur pulih.

"Akhirnya November cokelat-cokelat sudah bersih. November insya Allah sudah aman," katanya.

Sebelumnya, Indonesia juga pernah mengalami fenomena El Nino dan IOD positif secara bersamaan pada tahun 2019.

Baca juga: Prediksi BMKG: Sebagian Wilayah Indonesia Alami Curah Hujan Rendah hingga Oktober 2023

Kedua fenomena yang terjadi secara bersamaan saat itu, memicu banyaknya kebakaran hutan atau karhutla dan kekeringan di sejumlah wilayah Indonesia.

Dwikorita juga menyebutkan bahwa pada tahun 2019 menjadi tahun dengan jumlah kasus karhutla tertinggi dengan kekeringan yang parah selama Juli hingga Oktober.

Selain itu, kondisi wilayah Indonesia yang menjadi lebih kering karena adanya kombinasi gangguan iklim tersebut, menciptakan banyak titik panas atau hotspot yang menyebar di beberapa wilayah, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Timur, Riau, Jambi, sebagian Jawa, hingga Papua bagian selatan.

"Pada tanggal 19 September 2019 itu titik api, titik panas mencapai 4.421," ujarnya.

Adapun kerugian yang dicatat oleh Bank Dunia dari banyaknya kasus kebakaran hutan di Indonesia, yakni mencapai sekitar Rp 77 triliun.

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk gencar melakukan langkah antisipatif pada daerah dengan potensi kekeringan yang tinggi dan optimalisasi infrastruktur sumber daya air.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Ganjar Sambangi Pasar Loa Kulu Kukar, Ibu-ibu dan Anak-anak Berebut Atribut

Ganjar Sambangi Pasar Loa Kulu Kukar, Ibu-ibu dan Anak-anak Berebut Atribut

Nasional
Bawaslu Ungkap Penyebab Polarisasi Pemilu: Medsos, Netralitas ASN, dan Politik Identitas

Bawaslu Ungkap Penyebab Polarisasi Pemilu: Medsos, Netralitas ASN, dan Politik Identitas

Nasional
Jokowi Resmikan Gereja Katedral Keuskupan Agung Kupang yang Baru Diperbaiki

Jokowi Resmikan Gereja Katedral Keuskupan Agung Kupang yang Baru Diperbaiki

Nasional
Kuala Kencana Jadi Kota Modern Pertama di Tengah Hutan Tropis di Papua

Kuala Kencana Jadi Kota Modern Pertama di Tengah Hutan Tropis di Papua

Nasional
Tak Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Cak Imin: Bahaya untuk Demokrasi

Tak Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Cak Imin: Bahaya untuk Demokrasi

Nasional
Cak Imin Yakin Said Aqil Tetap Mendukungnya Mesti Diklaim Dukung Kubu Ganjar

Cak Imin Yakin Said Aqil Tetap Mendukungnya Mesti Diklaim Dukung Kubu Ganjar

Nasional
Tanam Pohon Cendana di Kupang, Jokowi Ingatkan soal Ancaman Kepunahan

Tanam Pohon Cendana di Kupang, Jokowi Ingatkan soal Ancaman Kepunahan

Nasional
Pengamat: Draf RUU DKJ Untungkan Oligarki

Pengamat: Draf RUU DKJ Untungkan Oligarki

Nasional
Panglima TNI Pimpin Laporan Kenaikan Pangkat 37 Perwira Tinggi, 23 di Antaranya Pecah Bintang

Panglima TNI Pimpin Laporan Kenaikan Pangkat 37 Perwira Tinggi, 23 di Antaranya Pecah Bintang

Nasional
Soal Dugaan Intimidasi ke Butet Kartaredjasa, Mahfud MD: Mestinya Tidak Boleh, Seni Ya Seni...

Soal Dugaan Intimidasi ke Butet Kartaredjasa, Mahfud MD: Mestinya Tidak Boleh, Seni Ya Seni...

Nasional
Mahfud Minta Izin Tak 'Cipika-Cipiki' dengan Ulama: Saya Flu, Nanti Anda Ketularan

Mahfud Minta Izin Tak "Cipika-Cipiki" dengan Ulama: Saya Flu, Nanti Anda Ketularan

Nasional
Kunker Jokowi Berdekatan dengan Kampanye Ganjar di Papua dan NTT, Istana: Sudah Direncanakan Jauh Hari

Kunker Jokowi Berdekatan dengan Kampanye Ganjar di Papua dan NTT, Istana: Sudah Direncanakan Jauh Hari

Nasional
Para Capres-Cawapres Sebaiknya Berkunjung ke IKN Nusantara

Para Capres-Cawapres Sebaiknya Berkunjung ke IKN Nusantara

Nasional
Jokowi Minta Ketersediaan Dokter Spesialis dan Subspesialis di RSUP Ben Mboi Segera Dipenuhi

Jokowi Minta Ketersediaan Dokter Spesialis dan Subspesialis di RSUP Ben Mboi Segera Dipenuhi

Nasional
Jokowi Resmikan SPAM Kali Dendeng di Kupang, Anggaran Pembangunannya Rp 173 Miliar

Jokowi Resmikan SPAM Kali Dendeng di Kupang, Anggaran Pembangunannya Rp 173 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com