Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Nesi
Dosen

Saya adalah dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unika St. Paulus Ruteng, Flores, NTT. Saat ini sedang menyelesaikan Program Doktor pada Prodi Ilmu Pendidikan Bahasa, Fakultas Pascasarja, Universitas Negeri Semarang

Politik Lipstik dan Sampah Visual Jalanan

Kompas.com - 04/06/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JELANG perhelatan demokrasi 2024, sejumlah elite politik dan para calon politikus, mulai tampil dalam rupa-rupa cara.

Ada yang menggalang simpati masyarakat dalam bentuk blusukan atau safari, ada pula yang mempromosikan diri dalam bentuk spanduk berisi narasi dan program serupa reklame yang dipajang di sudut-sudut kota atau di sepanjang jalanan menuju kampung-kampung.

Fenomena macam itu patut dicurigai sebagai wujud komunikasi yang tidak saja berpotensi memunculkan wacana politik lipstik, tetapi juga dapat menambah sampah visual di ruang publik.

Politik lipstik dan sampah visual jalanan dalam ulasan ini merupakan pasangan metafora untuk menyasar dua makna yang saling berkaitan.

Pertama, politik lipstik merujuk pada wujud-wujud bahasa verbal yang terucap begitu manis dan seksi, tetapi sesungguhnya kosmetik belaka.

Lewis (2000) menyebut itu sebagai lip service (bual) yang dikontraskan dengan serious commitment (komitmen serius).

Bual ataukah komitmen serius itu mesti diuji melalui dialektika argumen politik, kredibilitas, dan relevansi program serta peluang implementasinya pada masa mendatang.

Kedua, sampah visual sedianya digunakan untuk mengkritisi pemasangan aneka iklan seperti spanduk atau sejenisnya yang menabrak aturan pemerintah, pranata sosial, dan norma-norma budaya.

Pada era ini, sampah visual juga menyangkut sebaran reklame seperti flyer di media sosial (Tinarbuko, 2021). Kampanye politik dalam bentuk reklame, cetak atau digital, itulah sampah visual.

Wujud-wujud bahasa politik lipstik dan sampah visual lazimnya bergaya persuasif dan retoris. Gaya persuasif dan retoris merupakan ekspresi rayuan dengan tujuan untuk memikat hati, dan boleh jadi untuk meyakinkan orang lain berkat diksi, gambar, ataupun deretan kalimat yang berdaya pikat.

Seperti halnya reklame produk kosmetik, wujud bahasa politik lipstik dan spanduk visual menampilkan “bonus” dengan menyertakan “testimoni” untuk meyakinkan calon pemilih.

Menyitir Walton (2013), gaya persuasif dan retoris dalam suatu wacana, termasuk politik lipstik dan sampah visual yang memiliki “bonus” dan “testimoni” itu patut diuji terandalannya menggunakan instrumen filsafat triadik Aristoteles, yakni logos, pathos, dan ethos.

Dimensi logos berkaitan dengan uji kebenaran isi pernyataan, yaitu menelaah konstruksi klaim dengan pengajuan bukti, serupa uji silogisme untuk menarik simpulannya yang valid.

Dimensi pathos mempertanyakan daya perasaan audiens, yang membangkitkan emosi. Sementara itu, dimensi ethos berkaitan dengan kredibilitas, baik orang maupun pernyataannya, termasuk karakter dan kualitas pernyataannya.

Jika, katakanlah, seorang calon anggota legislatif menyatakan, “Hidup rakyat kecil saat ini semakin susah, harga barang melonjak, pendapatan menurun, kita butuh solusi untuk segera mengatasinya”, ini termasuk konstruksi yang seolah meyakinkan, tetapi adakah bukti-bukti valid yang disertakannya, dan apa sebenarnya solusi konkretnya sehingga dimensi logos dapat terpenuhi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Nasional
PDI-P Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK: Banyak yang Kita Tak Tahu 'Track Record' Pemberantasan Korupsinya

PDI-P Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK: Banyak yang Kita Tak Tahu "Track Record" Pemberantasan Korupsinya

Nasional
Respons Putusan MA, Demokrat: Bisa Ikut Pilkada Belum Tentu Menang

Respons Putusan MA, Demokrat: Bisa Ikut Pilkada Belum Tentu Menang

Nasional
Blok Rokan Jadi Penghasil Migas Terbesar Se-Indonesia, Jokowi Berikan Apresiasi

Blok Rokan Jadi Penghasil Migas Terbesar Se-Indonesia, Jokowi Berikan Apresiasi

Nasional
Tiru India, Pemerintah Siapkan PP Mudahkan Diaspora Balik ke Indonesia

Tiru India, Pemerintah Siapkan PP Mudahkan Diaspora Balik ke Indonesia

Nasional
Menpan-RB Dorong Kantor Perwakilan RI Terapkan Pelayanan Publik Terintegrasi

Menpan-RB Dorong Kantor Perwakilan RI Terapkan Pelayanan Publik Terintegrasi

Nasional
Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah Dinilai Beri Karpet Merah Dinasti Jokowi

Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah Dinilai Beri Karpet Merah Dinasti Jokowi

Nasional
Kunjungi Kantor Pusat DEC di China, Puan Tekankan Pentingnya Peningkatan Kerja Sama Antarnegara 

Kunjungi Kantor Pusat DEC di China, Puan Tekankan Pentingnya Peningkatan Kerja Sama Antarnegara 

Nasional
Isnaq Rozaq, Peternak Termuda DD Farm Jateng yang Tekun Gapai Mimpi Jadi Musisi

Isnaq Rozaq, Peternak Termuda DD Farm Jateng yang Tekun Gapai Mimpi Jadi Musisi

Nasional
Prabowo Bertemu PM Baru Singapura, Janji Lanjutkan Kerja Sama Bilateral

Prabowo Bertemu PM Baru Singapura, Janji Lanjutkan Kerja Sama Bilateral

Nasional
PDI-P Pertimbangkan Usung Anies di Jakarta jika Diusulkan Akar Rumput

PDI-P Pertimbangkan Usung Anies di Jakarta jika Diusulkan Akar Rumput

Nasional
Sempat Tidak Fit, Megawati Sapa Warga di Kantor PDI-P Ende

Sempat Tidak Fit, Megawati Sapa Warga di Kantor PDI-P Ende

Nasional
Sentil Projo, PDI-P: Pemimpin Partai Lahir dari Kaderisasi, Bukan Berupaya Perpanjang Kekuasaan

Sentil Projo, PDI-P: Pemimpin Partai Lahir dari Kaderisasi, Bukan Berupaya Perpanjang Kekuasaan

Nasional
PDI-P Ingatkan GP Ansor: Spirit NU untuk Merah Putih, Bukan Keluarga

PDI-P Ingatkan GP Ansor: Spirit NU untuk Merah Putih, Bukan Keluarga

Nasional
Profil Thomas Djiwandono, Ponakan Prabowo yang Dikenalkan Sri Mulyani ke Publik

Profil Thomas Djiwandono, Ponakan Prabowo yang Dikenalkan Sri Mulyani ke Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com