Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Ujaran Kebencian pada Tahun Politik

Kompas.com - 27/05/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMASUKI kontestasi politik 2024, terjadi keriuhan dan saling serang, hingga lontaran ujaran kebencian antarpendukung bakal calon presiden dan partai politik pendukungnya, utamanya di media sosial.

Ujaran kebencian dari sudut pandang hukum adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang tidak boleh dilakukan atau dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka.

Indikasi menguatnya ujaran kebencian telah diungkapkan Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo). Sejak awal 2023, ada kenaikan jumlah hoaks politik, yakni ada 664 hoaks pada triwulan I 2023, atau ada kenaikan 24 persen dari periode sebelumnya.

Menilik sejarah peradaban manusia, perilaku ujaran kebencian yang dibiarkan akan mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan pada tingkat yang paling mengerikan, pembantaian etnis.

Seperti yang terjadi di Rwanda, Suriah dan beberapa negara lainnya yang berawal dari tumbuh suburnya kebencian kolektif di antara sesama anak bangsa yang dipicu faktor politik.

Ujaran kebencian harus ditangani dengan baik karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara yang berbhineka untuk melindungi keragaman kelompok dalam bangsa ini.

Terlebih dalam budaya komunikasi politik kita, meminjam ungkapan Yudi Latif, masih diwarnai oleh surplus kegaduhan dan defisit kesunyian.

Bahkan agama seringkali diekspresikan dengan cara provokatif dan miskin humanisme. Agama telah menjadi alat bagi kepentingan politik.

Agar tidak menimbulkan dampak polarisasi dan terwujudnya kontestasi politik yang berkualitas diperlukan adanya penegakan hukum, bagi penyebar ujaran kebencian selain melalui cara edukasi.

Aktor politik juga harus menjadi sasaran utama penegakan hukum. Sebagaimana hasil Survei dan Polling Indonesia (Spin) tahun lalu, sebanyak 20,2 persen masyarakat meyakini sikap politikus menjadi faktor dominan yang menyebabkan polarisasi pemilu.

Peran mereka lebih besar ketimbang pemengaruh (influencer) dan pendengung (buzzer).

Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 2020 telah menjalankan tiga mekanisme memerangi hoaks.

Selain preventif lewat edukasi, dilakukan dua strategi korektif, yakni penegakan hukum bersama Polri, dan patroli siber 24 jam menggunakan kecerdasan buatan (AI). Hingga Januari 2023, patrol siber itu telah menangani 1.321 hoaks politik.

UU Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 ayat (3), menyatakan “bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Juga diperkuat dengan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 soal Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) sebagai acuan dan ketegasan bagi anggotanya dalam penegakan hukum.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com