JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi menyampaikan kekhawatiran Indonesia terhadap penerapan Undang-Undang Deforestasi yang telah diadopsi oleh puluhan negara Eropa.
Kekhawatiran ini dia sampaikan dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (25/5/2025).
"Saya juga menyinggung soal kekhawatiran Indonesia terhadap kebijakan baru UE, (yaitu) Peraturan deforestasi UE," kata Retno dalam konferensi pers secara daring usai pertemuan, Kamis.
Baca juga: Bahas UU Deforestasi, Indonesia dan Malaysia Kirim Utusan Minyak Sawit ke Uni Eropa
Retno juga menyampaikan hal serupa saat bertemu dengan Menlu Slovenia Tanya Fajon di Jakarta pada Rabu (24/5/2023), kemarin.
Indonesia kata Retno, bersama dengan Malaysia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar dunia, berencana mengirim utusan bersama ke Uni Eropa untuk membahas dampak regulasi tersebut.
Utamanya, dampak terhadap sektor minyak sawit.
"Misi Gabungan Indonesia dan Malaysia akan berkunjung ke Brussel akhir Mei ini untuk membahas situasi ini," ucap Retno.
Baca juga: Menlu Dukung Gelar Pahlawan untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja
Di sisi lain, Retno juga menyampaikan pentingnya menyelesaikan negoisasi perjanjian dagang dengan Luksemburg, yaitu Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Retno mengklaim, kedua negara memiliki pandangan yang sama tentang hal ini.
"Upaya dan pembangunan kepercayaan diperlukan bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mencapai garis akhir negosiasi," tutur Retno.
Sebelumnya, 27 negara anggota Uni Eropa secara resmi mengadopsi dan memberlakukan aturan baru yang bertujuan untuk mengurangi kontribusi Uni Eropa terhadap deforestasi global pada Selasa (16/5/2023).
Dikutip dari Kompas TV, aturan ini akan mengatur perdagangan sejumlah produk yang menjadi pemicu berkurangnya kawasan hutan di seluruh dunia.
Baca juga: Iriana Jokowi hingga Menlu Retno Bergoyang Ikuti Irama Lagu Gemu Fa Mi Re Saat Gala Dinner KTT ASEAN
Aturan baru ini, menurut Uni Eropa, bertujuan untuk memastikan konsumsi dan perdagangan Uni Eropa terhadap komoditas dan produk ini tak berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi lebih lanjut pada ekosistem hutan.
Dalam regulasi baru ini, perusahaan-perusahaan yang melakukan perdagangan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai harus memastikan barang-barang yang mereka jual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan kerusakan hutan di manapun di dunia sejak tahun 2021.
Regulasi ini juga mencakup produk turunan seperti cokelat dan kertas cetak yang juga harus memenuhi persyaratan ini.
Uni Eropa menganggap hutan adalah penyerap emisi gas rumah kaca yang sangat penting. Dengan tumbuhnya tanaman, karbon dioksida di atmosfer dihisap oleh tanaman tersebut.
Baca juga: Menlu: Kita Tak Bisa Bayangkan Apa yang Terjadi jika Tidak Memiliki ASEAN
Sayangnya, menurut World Resource Institute, luas kawasan hutan sebesar 10 lapangan sepak bola menghilang setiap menit di dunia.
Uni Eropa mengkhawatirkan bahwa tanpa regulasi baru ini, mereka dapat bertanggung jawab atas hilangnya 248.000 hektar (612.000 acre) hutan setiap tahun, luasan yang hampir sama besarnya dengan negara anggota Uni Eropa, Luxembourg.
Namun, undang-undang ini memberikan harapan baru.
"Jika diimplementasikan efektif, undang-undang ini dapat secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari penebangan hutan tropis untuk makanan dan komoditas lainnya," kata Stientje van Veldhoven, direktur regional World Resource Institute untuk Eropa.
"Dan dapat membantu melindungi keanekaragaman hayati yang kritis dan sumber daya air di hutan hujan tropis," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.