Pun tak lupa, alasan Ganjar harus benar-benar melekatkan diri kepada Jokowi adalah juga bagian dari langkah strategis untuk meningkatkan kepercayaan Jokowi kepada Ganjar agar saluran pembiayaan politik untuk pemenangan Ganjar dari kantong-kantong ekonomi politik yang mem-back up Jokowi selama ini bisa berpindah ke Ganjar segera.
Dengan begitu, Ganjar bisa segera menambah atau membiayai mesin politiknya sendiri, di luar mesin politik PDIP yang jumlah pemilihnya cenderung sudah terkunci (captive).
Ganjar harus belajar dari sejarah perjalanan politik Jokowi menuju Istana bahwa dukungan mesin politik dari Parpol tidak sepenuhnya bisa diandalkan. Harus ada dukungan non Parpol yang superaktif untuk memastikan bahwa kantong-kantong pemilih di luar simpatisan Parpol bisa digalang/diraih.
Dan mesin non Parpol tersebut dipastikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Catatan ketiga untuk Ganjar adalah soal kemantapan pemilih. Survei secara umum oleh Litbang Kompas menunjukkan masih ada sekitar 43 persen pemilih yang belum mantap dengan pilihannya.
Ini menunjukkan bahwa ketiga kandidat sebenarnya belum benar-benar bisa mengunci dukungan secara mantap dari barisan pemilihnya.
Berdasarkan survei lembaga survei Charta Politika dari tanggal 3-7 Mei 2023, kemantapan pemilih Prabowo hanya sekitar 53 persen, sementara Anies 68 persen dan Ganjar 69 persen.
Meskipun tingkat kemantapan dari pemilih Ganjar masih terbilang yang tertinggi, tapi angka 69 persen sebenarnya belumlah cukup.
Angka raihan elektabilitas Ganjar memang seringkali tertinggi, tapi angkanya belum konklusif alias belum memastikan kemenangan.
Dengan kondisi itu, kemantapan pemilih yang baru sebesar 69 persen akan semakin mempersulit Ganjar untuk menguasai lapangan pemilih yang ada.
Artinya, temuan ini harus benar-benar menjadi PR besar bagi Ganjar untuk merapatkan barisan di kalangan pemilih sendiri, agar tidak ada pendukungnya yang tercecer ke kandidat lain, hanya karena Ganjar gagal memberikan kepastian bahwa ia adalah kandidat yang tepat, baik saat ini maupun nanti ketika pemilihan datang.
Dan terakhir, bagaimanapun Survei memang bukan hasil final. "It's not opinion polls that determine the outcome of elections, it's votes in ballot boxes", politisi Skotlandia, Nicola Sturgeon. Bahkan suatu ketika, Benjamin Netanyahu pernah berucap, "I always lose the election in the polls, and I always win it on election day".
Namun hasil survei adalah input yang berharga dalam memastikan kemenangan pada hari pemilihan nanti.
Dengan menjadikan hasil-hasil survei sebagai input dan bahan refleksi politik, kegamangan menuju hari H pemilihan bisa dikurangi dan strategi-strategi yang diambil tidak berdasarkan pertimbangan asumsi dan prasangka, tapi berdasarkan landasan ilmiah yang jauh lebih baik dibanding asumsi dan prasangka.
Artinya, pembelaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait hasil Survei Litbang Kompas itu kurang bisa diterima dalam dunia politik.
Alasan bahwa terkait elektabilitas Prabowo dan Anies disebabkan karena memulai lebih dulu ketimbang Ganjar adalah alasan yang kurang tepat.
Karena alasan tersebut bisa dimaknai dalam perspektif sebaliknya, yakni PDIP lah yang menjadi penyebab mengapa Ganjar Pranowo terlambat memasuki arena pemanasan karena PDIP mengulur-ulur waktu terlalu lama dalam menentukan calon presiden resminya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.