Arti lainnya, Prabowo boleh saja dianggap sebagai calon yang paling tua, tapi tidak bisa diremehkan dan jangan pernah dianggap sebagai kandidat yang akan kedaluwarsa di mata pemilih muda.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden adalah contoh nyata bahwa bilangan umur tidak terikat pada generasi tertentu. Kandidat yang dianggap tua boleh jadi bermakna banyak pengalaman alias matang dalam berpolitik, tergantung bagaimana tim dalam menghadirkannya di ruang publik.
Selain itu, Ganjar Pranowo dan tim pemenangannya harus mulai memikirkan ulang strategi dalam mendekati pemilih muda, terutama generasi Z, yang diasumsikan sejauh ini cukup dilakukan dengan aktifitas bersosial media.
Tentu tak bisa dipungkiri bahwa instrumen terbaik untuk menghampiri para pemilih muda adalah media sosial. Namun persoalan nyatanya belum selesai hanya sampai di sana. Apa yang disampaikan atau dipertontonkan di media sosial juga tidak kalah pentingnya.
Rekomendasi teknisnya adalah bahwa ke depan, konten-konten sosial media Ganjar haruslah lebih dari sekadar wara-wiri di depan kamera untuk sekadar memperlihatkan aktifitas sehari-hari, tapi juga harus mengandung pesan-pesan yang benar-benar bersesuaian dengan ketertarikan dan kepentingan generasi muda, utamanya generasi Z.
Lebih dari itu, Ganjar Pranowo harus mengimbangi pendekatan media sosial dengan pendekatan riil, yakni memperbanyak aktifitas riil yang akan mengikatkan dirinya dengan generasi muda secara langsung.
Dengan kata lain, aktifitas dengan kategori "community engagement" haruslah diperkuat, dengan target komunitas-komunitas generasi muda yang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan opini para pemilih muda di arena politik.
Masalah kedua bagi Ganjar terkait hasil Survei Litbang Kompas adalah tentang pemilih Jokowi yang terbelah, bahkan sebagian justru bergeser menjadi pemilih Prabowo. Tentu ini pekerjaan rumah (PR) yang sangat krusial yang harus segera dijawab oleh Ganjar dan Tim.
Karena, selama ini Jokowi diproyeksikan sebagai "King Maker" yang memperjuangkan Ganjar dalam mendapatkan tiket calon presiden dari PDIP. Jadi akan sangat aneh jika kemudian pemilih Jokowi justru tak sepenuhnya ada di gerbong Ganjar Pranowo.
Menurut hemat saya, dalam beberapa bulan terakhir, Prabowo memang lebih banyak terlihat bersama Jokowi ketimbang Ganjar Pranowo, baik karena posisinya sebagai salah satu menteri Jokowi maupun karena posisinya sebagai kandidat yang acap kali menerima komentar positif dari Jokowi.
Lebih dari itu, Prabowo cukup berhasil memanfaatkan jalur kekeluargaan dengan keluarga Jokowi, baik dengan Gibran maupun dengan Kaesang, dengan tingkat kedekatan yang cukup "mesra".
Sehingga cukup bisa dipahami mengapa kemudian langkah-langkah Prabowo berimbas positif pada elektabilitasnya di arena pendukung Jokowi.
Selain itu, nyatanya setelah Ganjar mendapatkan dukungan resmi dari PDIP sebagai calon presiden, relawan yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung politik Jokowi belum juga menentukan sikap, sebut saja misalnya Projo.
Walhasil, Ganjar bisa diasumsikan baru mendapatkan pemilih Jokowi yang berada di kantong politik PDIP, tapi belum sepenuhnya menguasai pemilih Jokowi dari basis pemilih non-PDIP, yang banyak dimotori oleh barisan relawan-relawan.
Ini juga PR besar bagi Ganjar. Meraih mayoritas suara di kantong pemilih Jokowi yang non-PDIP adalah salah satu kunci agar Ganjar bisa tetap bertahan di posisi teratas.
Pasalnya, kemenangan Jokowi dalam dua laga elektoral terakhir tidak hanya bergantung kepada pemilih tradisional PDIP, tapi juga pada barisan relawan-relawan Jokowi yang terikat kepadanya secara personal.
Dengan kata lain, Ganjar harus meningkatkan level keterikatannya dengan Jokowi, baik dari sisi kepentingan politik maupun dari sisi kebersamaan di ruang publik.
Tujuannya tentu untuk memberikan kepastian kepada publik pemilih Jokowi bahwa Ganjar adalah kandidat yang memang didukung oleh Jokowi sekaligus diharapkan untuk menggantikanya setelah laga elektoral 2024 nanti.