Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhardis
PNS

Saat ini bekerja sebagai periset di Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN

"Labelling"

Kompas.com - 25/05/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM beberapa tahun terakhir, wacana politik telah makin terpolarisasi. Banyak faktor yang berkontribusi pada tren ini. Salah satu tren yang signifikan adalah penggunaan labelling (penandaan) pribadi dalam politik.

Labelling ini melibatkan pemberian label negatif atau positif kepada individu atau kelompok berdasarkan keyakinan politik mereka, karakteristik pribadi, atau latar belakang.

Dalam dunia politik, labelling menjadi cara umum untuk mengategorikan individu atau kelompok berdasarkan keyakinan politik mereka.

Labelling sering kali berbentuk nama atau istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang dengan ideologi politik tertentu, seperti "kadrun," "kecebong," "radikal," dan "ekstremis" untuk menciptakan pertentangan kita-versus-mereka.

Labelling dapat digunakan dengan alasan positif atau negatif, tetapi sering kali digunakan sebagai alat untuk mencemarkan atau mencela lawan dengan pandangan berbeda.

Labelling pribadi dalam politik tentunya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dan memengaruhi cara orang melihat individu atau kelompok dengan keyakinan politik yang berbeda.

Ketika label digunakan untuk menggambarkan seseorang, sering kali terkait dengan stereotipe atau persepsi dengan label tersebut.

Tidak jarang labelling memperkuat stereotipe dan dapat mengarah pada diskriminasi dan prasangka.

Ketika individu atau kelompok diberi label, hal tersebut dapat menciptakan perasaan perpecahan dan membuat lebih sulit untuk menemukan titik temu.

Individu yang diberi label (lebih-lebih sang tokoh calon pemimpin) juga mungkin kurang cenderung terlibat dalam diskusi politik karena mereka merasa pandangan mereka tidak akan dihargai atau didengar.

Hal tersebut dapat menciptakan perasaan "kita" versus "mereka." Iklim politik menjadi terpolarisasi.

Nah, media memainkan peran yang signifikan dalam mempertahankan labelling pribadi dalam politik. Outlet berita sering menggunakan label untuk menggambarkan partai politik, gerakan, dan politisi individu, yang dapat memengaruhi cara orang melihat individu atau kelompok tersebut.

Dengan demikian, penting bagi outlet berita untuk menjaga objektivitas dan menghindari menggunakan label pribadi yang dapat berkontribusi pada polarisasi politik dan tribalisme, bukan?

Namun, ada strategi yang dapat kita praktikkan untuk mengatasi labelling pribadi dan menciptakan wacana politik yang lebih santun dan efektif.

Pertama, kita harus fokus pada pandangan dan ide-ide spesifik dari orang tersebut, tanpa membiarkan label menghalangi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com