Tidak seperti yang masih mengemuka hingga saat ini, eksistensi parpol mulai muncul dan bergeliat bila mau ada pemilu, atau demi kepentingan elektoral merekrut politisi kaget dan caleg pansos bermodal popularitas semata untuk mendulang suara.
Pembenahan di internal parpol juga penting dilakukan dalam upaya mengurangi ongkos politik (political cost). Proses politik memang membutuhkan ongkos yang tidak sedikit, tapi bukannya tidak bisa dikurangi.
Politisi dan parpol dapat mengurangi ongkos politik dengan lebih mengedepankan kemampuan intelektual, gagasan cerdas dan kreativitas dalam menghimpun pemilih atau memengaruhi konstituen.
Pola relasi yang keliru seperti memberi uang dan hadiah perlu ditinggalkan, diganti dengan pendidikan politik yang berorientasi pada gagasan bagaimana memperjuangkan aspirasi dan kepentingan konstituen.
Dengan demikian, persaingan antara politisi-partai dapat digeser pada persaingan visi, gagasan dan wacana, bukan lagi pada materi, memberi hadiah atau money politic dan semacamnya.
Selain faktor internal yang disebutkan di atas, faktor eksternal juga mujarab mendorong reformasi parpol. Sebab upaya internal yang bertumpu dari dalam kerap hanya menghasilkan dandanan atau lipstik untuk mempercantik diri parpol.
Contohnya menolak mahar politik, tapi sering ditemukan petinggi parpol yang melakukan korupsi, atau parpol masih sering mengabaikan mekanisme internal yang demokratis; suara elite adalah suara partai.
Dapat disaksikan sejumlah parpol justru tampil begitu sentralistik dalam pengambilan kebijakan internal, mengabaikan aspirasi dan keinginan dari arus bawah, akar rumput atau grass root.
Dalam kenyataannya, demokrasi yang didorong dari luar cenderung lebih lugas mengubah paradigma kepartaian secara menyeluruh, sebab taruhannya adalah hidup mati partai itu.
Sementara reformasi internal kerap kali atau cenderung hanya berkutat pada urusan kepentingan elite partai saja. Selama menguntungkan petinggi parpol, ide perubahan dapat diakomodasi, jika tidak, bakal tak dianggap.
Adapun dorongan dari luar dapat dilakukan oleh media massa (termasuk jurnalisme warga lewat berbagai platform media sosial), konstituen dan voters atau masyarakat pemilih.
Media massa dengan pemberitaan yang kritis dan berimbang tentang kiprah parpol dan politisi dapat menjadi alat kontrol efektif agar parpol dan politisi lebih mengedepankan kepentingan konstituen jika tak mau ditinggalkan.
Begitu pula dengan keterlibatan konstituen parpol dalam proses-proses politik juga sangat besar pengaruhnya dalam mendorong reformasi parpol.
Semakin dalam dan luas partisipasi politik konstituen, misalnya dengan memilih politisi kredibel yang diajukan parpol, ketimbang politisi kaget dan caleg pansos modal populer, akan semakin mendorong parpol untuk berbenah.
Dengan demikian, partai akan lebih dipaksa untuk terbuka, adaptif dan relevan dengan keinginan atau aspirasi yang berkembang di basis pemilihnya. Inilah yang diharapkan.