JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia kembali menetapkan tersangka baru kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma (GTS) tahun 2017-2018.
Tersangka baru yang ditetapkan adalah Direktur Utama (Dirut) PT Prima Karya Sejahtera Syarif Mahdi (SM). Dengan demikian, total delapan orang jadi tersangka kasus ini.
"Yang bersangkutan diduga menerima sejumlah uang dengan melakukan kegiatan proyek fiktif. Ini adalah tersangka kedelapan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Senin (22/5/2023).
Baca juga: Kejagung Tetapkan Eks Dirut PT Graha Telkom Sigma Tersangka Korupsi Proyek Fiktif
Hari ini, Kejagung menahan Syarif hingga 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Ketut menyampaikan, Syarif berperan membuat kontrak fiktif terkait dengan proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma (GTS).
Tersangka Syarif diduga turut mendapat bayaran. Padahal, kontrak tersebut tidak terealisasi atau fiktif.
“Dengan kontrak fiktif ini mereka mendapatkan fee kurang lebih Rp 4,3 miliar. Dapet fee ini sehingga mereka pada hari ini ditetapkan tersangka atas nama inisial SM dari PT Prima Karya Sejahtera,” ucap dia.
Sebelumnya, ada tujuh tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus yang sama.
Ketujuh tersangka itu yakni Agus Herry Purwanto (AHP) selaku Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi, Taufik Hidayat (TH) selaku mantan Dirut PT Graha Telkom Sigma.
Kemudian, Heri Purnomo (HP) selaku mantan Direktur Operasi di PT Graha Telkom Sigma, Tejo Suryo Laksono (TSL) selaku Head of Purchasing PT Graha Telkom Sigma.
Baca juga: Kejagung Tahan 6 Tersangka Korupsi di PT Graha Telkom Sigma
Lalu, Rusjdi Basamallah (RB) selaku Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, Judi Achmadi (JA) selaku mantan Dirut PT Sigma Cipta Caraka, dan Bakhtiar Rosyidi (BR) selaku Direktur Utama PT GTS periode 2014 sampai dengan September 2017.
Sebelumnya, Ketut menyampaikan, ketujuh tersangka diduga secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif agar seolah-olah membuat pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan.
Selanjutnya, para tersangka menggunakan dokumen palsu atau fiktif untuk mendukung pencairan dana.
"Sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 282.371.563.184," kata Ketut pada Selasa (16/5/2023) lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.