Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Sinyal Terus Menghilang, Uang Rakyat "Melayang"

Kompas.com - 19/05/2023, 18:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SESEKALI datanglah ke kawasan pedalaman di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Republik Demokrasi Timor Leste. Saat mengunjungi sekolah-sekolah di daerah sepanjang perbatasan yang disebut dengan Sabuk Nusantara dan tergolong daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terpencil), sinyal dari perusahaan selular Timor Leste yang bernama Telemor lebih mudah tertangkap di gawai kita.

Datanglah ke Soe, Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), masih di NTT, yang tergolong jauh dari perbatasan negara Timor Leste. Sinyal masih menjadi "barang mewah" di daerah yang dikenal memiliki angka stunting tertinggi di Tanah Air.

Jelajahi jalan mulus di sepanjang Jalan Nasional Trans Timor dari Kupang ke Kefamenanu di  Timor Tengah Utara (TTU) sepanjang 194,6 kilometer. Jalan yang meliuk-liuk dan berbukit-bukit, membuat jaringan selular seperti XL susah diharapkan berfungsi. Jaringan Telkomsel yang saya andalkan juga tidak selamanya “on”.

Baca juga: Menkominfo Johnny G Plate Disangka Memperkaya Diri dan Salah Gunakan Wewenang

Anda boleh menggunakan kendaraan bus ukuran tiga perempat, yang kalau di Jakarta sekelas ukuran Metro Mini atau Miniarta di Depok, seperti saya dan rakyat biasa gunakan sehari-hari di NTT. Jika Anda menjadi menteri, boleh juga mengendarai mobil mewah Mercedes Maybach S-650 seharga Rp 6,499 miliar seperti yang dipunyai Johnny Gerald Plate, bekas Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah dicopot karena tersandung kasus rasuah.

Saya yakin jika Anda menumpang mobil bermesin V-12 tersebut dengan kapasitas 5.980 cc serta bertenaga maksimun hingga 630 daya kuda dan torsi maksimal 1.000 NM maka ketidaknyaman seperti yang saya rasakan saat naik bus umum di NTT, pasti tidak akan alami.

Saat harus mengajar via online dan menggunakan kesempatan istrirahat di tengah perjalanan, saya begitu kesulitan mendapatkan akses jaringan internet. Mual dan pusing karena jalan yang meliuk-liuk serta tidak adanya pendingin udara di dalam bus umum, tidak juga bisa dilawan dengan tegukan kopi saset berharga terjangkau.

Saya tidak bisa membayangkan kesulitan anak-anak sekolah di Nias (Sumatera Utara), Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), Musi Rawas Utara (Sumatera Selatan), atau di Pesisir Barat (Lampung) dalam mengikuti pelajaran daring. Jangankan bisa menyaksikan pertandingan final sepakbola Sea Games 2023 dari Kamboja antara Timnas U-22 dengan Thailand melalui tayangan internet, mencari data melalui situs pencari Gooegle pun sangat sulit dilakukan.

Jadi jangan heran jika ada warga yang mengandalkan akses jaringan internet untuk berkomunikasi dan bekerja di daerah-daerah pelosok, begitu iri melihat mudahnya orang Jawa mendapat sinyal dan akses internet.

Menara base transceiver station (BTS)Shutterstock Menara base transceiver station (BTS)
Merampas Hak Daerah 3 T

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020 – 2024, masih ada 13 daerah di NTT dari 62 kabupaten di Tanah Air yang terkategorikan sebagai daerah tertinggal. Papua mempunya 22 kabupaten terkategorikan tertinggal, sementara Papua Barat memiliki 8 kabupaten berkualikasi tertinggal.

Jika disebar lagi sesuai dengan pemekaran Papua yang terbagi dalam berbagai daerah otonomi baru, maka NTT layak dikokohkan sebagai “jawara” yang mempunyai daerah berkategori tertinggal. NTT adalah daerah asal mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerald Plate.

Johnny G Plate kini disangkakan Kejaksaan Agung telah melakukan korupsi Rp 8,32 triliun dari kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo.

Baca juga: Mahfud MD Jadi Plt Menkominfo Gantikan Johnny G Plate

Jika daerah tuna sinyal ingin diperluas dan sekali-kalilah para “pembela” korupsi Plate menyambangi daerah yang tergolong 3T, seperti di pedalaman Bengkayang di Kalimantan Barat, Krayan di Kalimantan Utara, atau di Tarempa, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Anambas, keberadaan sinyal itu ibaratnya seperti menemukan berlian.

Ketiadaan infrastruktur menara BTS menjadi penyebab sinyal di daerah-daerah itu lemot, bahkan menghilang sama sekali. Saya membanyangkan nasib miris para prajurit TNI yang berjibaku melawan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di pedalaman Papua yang kesulitan koordinasi dengan induk pasukan karena sulitnya melakukan komunikasi.

Saya pernah mengunjungi daerah-daerah penugasan personel TNI di Papua, Kalimantan Barat dan NTT. Salah satu keluhan terbanyak para penjaga perbatasan di pos-pos terdepan sempadan adalah sulitnya akses telekomunikasi. KKB sudah terbiasa menggunakan telepon satelit, sementara pasukan kita merana karena kesulitan sinyal.

Daerah 3T adalah daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal yang merupakan gerbang tapal batas Indonesia. Daerah 3T adalah wilayah yang digolongkan sebagai daerah yang dinilai masih memerlukan bantuan dalam berbagai sektor, termasuk salah satunya adalah pendidikan.

Betapa sulitnya para orangtua di daerah 3T. Mereka harus merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk membeli pulsa agar anak-anaknya bisa mengikuti proses pendidikan secara daring. Sementara sinyal yang dicari-cari masih terkendala karena pembangunan menara BTS tidak kunjung selesai. Kini malah mangkrak karena nafsu serakah menterinya.

Proyek Mangkrak

Dugaan kebocoran uang negara dalam korupsi pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022 yang menjerat Johnny Gerald Plate disebut mencapai 80 persen. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kasus korupsi BTS 4G bukan pidana biasa. Sebab, dari Rp 10 triliun yang dianggarkan, dugaan kerugian negara mencapai Rp 8,32 triliun.

Perincian kebocoran dan kebobrokan pelaksanaan proyek BTS 4G Kominfo dibeberkan pula oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Menurut Mahfud, sebanyak 985 tower BTS 4G, dari ribuan target tiang yang harusnya berhasil dibangun, mangkrak alias tidak berfungsi sama sekali.

Mahfud mengungkapkan, keberadaan hampir 1.000 tower mangkrak itu diketahui dengan presisi ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pemeriksaan melalui satelit. Dari keberadaan tiang-tiang yang dilacak satelit oleh BPKP, dari 985 tiang yang dijadikan sampel itu, semuanya dalam kondisi barang-barang mati.

Baca juga: Mahfud Sebut 985 Tower BTS 4G Kominfo Mangkrak

Rencananya, proyek BTS 4G Kominfo akan dikerjakan dalam kurun waktu 2020-2024. Jumlah total anggarannya mencapai Rp 28 triliun. Pemerintah kemudian menargetkan pembangunan 1.200 tower BTS 4G dalam jangka waktu 2020-2021 dengan anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 10 triliun.

Menurut Mahfud MD, sampai akhir 2021, keberadaan 1.200 tower BTS sama sekali kosong melompong. Tenggat waktu yang diperpanjang, mulai Desember 2021 hingga Maret 2023 dengan target 4.800 tower BTS 4G juga tinggal cerita (Kompas.com, 19/05/2023).

Kasus menggarong dana bejibun yang seharusnya dipergunakan untuk memintarkan generasi muda dan memajukan kehidupan rakyat di daerah 3T, menjadi modus elite-elite negeri ini menggelumbungkan dana bagi pribadi dan kelompoknya.

Puluhan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan yang terparkir di Jalan Usaha Bersama, Desa Sungai Rengas, Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya (23/5/2016). KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN Puluhan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan yang terparkir di Jalan Usaha Bersama, Desa Sungai Rengas, Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya (23/5/2016).
Saya teringat dengan percakapan dengan seorang penggiat media sosial beberapa waktu lalu mengenai korupsi di negeri ini. Konon, skala korupsi uang di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) itu masih tergolong kelas “nyamuk” di pentas pertandingan tinju. Sementara kalau mark up proyek itu masuk dalam kelas “capung”, sedangkan kalau korupsi dana non budgeter itu baru sekelas buaya.

Para penguasa sangat jenius mendesain dana non budgeter yang mudah dirampok secara berjemaah. Hebatnya lagi, aturan dan kelembagaan itu sengaja dibuat grey area tanpa ada pengawasan publik.

Di bidang telkomunikasi, ada yang namanya Universal Service Obligation (USO). USO ini berupa dana yang dipungut dari operator telekomunikasi sebesar 1,25 [ersen dari pendapatan kotor.

Untuk apa dana USO itu? Tentu saja dana USO ini dipergunakan untuk membangun akses telekomunikasi, terutama di wilayah-wilayah 3T yang tidak digarap operator karena tidak memiliki skala ekonomi dan bisnis yang menguntungkan.

Dana USO ini kelola Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), di bawah Kemenkominfo. Mengingat dana ini bukan APBN atau non budgeter, aturan penggunaan menjadi longgar.

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dipergunakan untuk proyek Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan. Jika anda mengunjungi berbagai daerah di Tanah Air, akan mudah menemukan rongsokan mobil-mobil layanan internet berkelir biru yang rongsok terbengkalai. Saya masih menemukan mobil bobrok itu di tepi jalan protokol di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Baca juga: Jika Triliunan Anggaran Proyek BTS 4G Bakti Kominfo Tidak Dikorupsi dan 4.800 Tower Terbangun...

Seperti mengulang kesalahan era SBY yang menjadikan proyek bertujuan mulia menjadi barang rongsokan dan dana raksasa hilang tanpa jelas, kini di era Jokowi kesalahan itu kembali berulang.

Tidak ada cara lain, kerugian itu harus dikembalikan oleh Johnny Gerald Plate dan pihak-pihak yang ikut menikmatinya. Dengan hitung-hitungan ala pelajar yang lancar mengakses internet di ruang-ruang publik, saya mencoba membuat hitung-hitungan kasar. Kalau kebutuhan bulanan setiap keluarga mapan bin makmur sebesar Rp 100 juta, maka setahun “hanya” dibutuhkan Rp 1,2 milyar.

Dengan dana Rp 100 juta, tentu keluarga tersebut sanggup bertempat tinggal di perumahan yang mewah karena bisa membayar cicilan setiap bulannya. Bisa menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang berfasilitas lengkap dan kelimpahan akses internet tanpa lemot.

Dengan dana raksasa Rp 8,32 trilyun maka satu keluarga tersebut perlu waktu 6.933 tahun untuk menghabiskan dana yang digarong seorang menteri yang awalnya disebut publik sebagai sosok pilihan karena menjadi pembantu Presiden dan disematkan dengan sebutan “terhormat” itu.

Dana Rp 8,32 triliun bukan lagi sanggup dihabiskan 7 turunan tetapi entah berapa buanyaaak keturunan. Semoga kalkulator saya yang begitu sulit menghitung angka-angka super jumbo ini tidak khilaf dan salah menghitung angka-angka yang membelalakkan mata.

Saya jadi teringat dengan kisah mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kendari di Sulawesi Tenggara bernama Abdul Haris (23). Saat melintas perempatan Bundaran Tank di Jalan Malaka, Kambu, Kota Kendari pada Kamis (18/5/2023) lalu, Haris menemukan dompet dan uang yang berhamburan di jalanan.

Haris tergerak mengumpulkan uang yang berserak di jalanan, dan dengan aksi penyelamatan tersebut terkumpulah Rp 1,45 juta bersama dompet dan dokumen-dokumen penting. Karena tidak ada pihak yang merasa kehilangan uang dan dompet itu di lokasi penemuan, Haris mengumumkan penemuannya tersebut di media sosal.

Tidak lama kemudian sang pemilik dompet mendatangi Haris dan menerima pengembalian uang miliknya yang jatuh di jalan. Sang pemilik mengaku uangnya yang hilang memang berjumlah Rp 1,45 juta, persis sama dengan temuan Haris.

Abdul Haris, yang bukan menteri atau menjabat sekjen sebuah partai, mengaku kejujuran itu penting untuk membangun sebuah kepercayaan. Menurutnya, kalau kita ambil sekeping saja maka akan hilang segunung kepercayaan orang padanya.

Hidup bukan tentang yang terbaik tetapi siapa yang mau berbuat baik.” – Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com