Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kelam Tragedi 1998: Dering Telepon Tak Henti Berbunyi Terima Laporan Rudapaksa Massal

Kompas.com - 19/05/2023, 16:32 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deringan telepon tidak henti-hentinya berbunyi di sebuah kantor organisasi perempuan bernama Kalyanamitra, yang berlokasi di Jalan Kaca Jendela, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada 11 Mei 1998.

Telepon-telepon anonim tersebut menginformasikan adanya pemerkosaan massal di berbagai penjuru Jakarta. Fenomena pemerkosaan massal terjadi di tengah chaos-nya kondisi Ibu Kota, sejak terjadi krisis ekonomi tahun 1997.

Pada saat itu, banyak pemecatan massal hingga orang sulit makan. Akhirnya, masyarakat dan mahasiswa demonstrasi turun ke jalan; melakukan penjarahan di mana-mana; sampai menyerang fasilitas publik dan pusat perbelanjaan.

Baca juga: Jakarta Membara dalam Kerusuhan 25 Tahun Lalu: Massa Mengamuk, Mobil Dibakar, dan Bangunan Dijarah

Telepon pertama menginformasikan adanya kasus rudapaksa di sebuah apartemen di daerah Pluit, Jakarta Utara. Kala itu, Direktur Kalyanamitra, Ita Fatia Nadia, baru saja pulang mengikuti pemakaman mahasiswa Trisakti di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Usai prosesi pemakaman pada pukul 15.00 WIB, ia mendapat pesan melalui pager, sebuah alat komunikasi radio panggil yang cukup populer di era 90-an, untuk segera pulang ke Kalyanamitra karena ada telepon penting.

Beberapa waktu sebelumnya, informasi rudapaksa juga sempat dia dapatkan dari Stanley Adi Prasetyo, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pers. Stanley memberitahu telah terjadi pemerkosaan di Kota Medan, Sumatera Utara terhadap perempuan etnis Tionghoa.

Setelah mendapatkan informasi adanya rudapaksa di daerah Pluit, Ita segera menghubungi Ketua Tim Relawan Kemanusiaan Kerusuhan Mei 1998, Ignatius Sandyawan Sumardi.

Baca juga: 25 Tahun yang Lalu, 6 Mahasiswa Trisakti Tewas Ditembak

Pria yang dipanggil Ita dengan sebutan Romo Sandy itu lantas meminta ia mengurusnya, mengingat kasus tersebut berhubungan dengan perempuan.

Menjelang  Maghrib, Kalyanamitra mendapat telepon lagi dari Jalan Arus, pusat di mana para relawan berkantor. Telepon tersebut menginformasikan telah terjadi pelecehan yang dialami tiga orang perempuan Tionghoa di kawasan Glodok.

Setelah telepon itu putus, muncul lagi telepon masuk. Seorang informan memberitahu Ita sudah terjadi insiden pembakaran dan penjarahan di kawasan Glodok.

Derasnya informasi yang diterima membuat Ita dan timnya kemudian berbagi peran. Dia bersama temannya pergi ke Glodok, dan yang lainnya pergi ke apartemen di Pluit.

Jalan menuju ke sana tidaklah mudah dilalui. Suasana Jakarta begitu mencekam. Sejumlah pusat perbelanjaan yang berada di Klender dan Jatinegara, Jakarta Timur tak luput menjadi sasaran kemarahan demonstran.

Baca juga: Kilas Balik 25 Tahun Reformasi, Potret Mahasiswa Kuasai Gedung DPR RI

 

Pun demikian dengan sebuah gudang besar yang lokasinya tak jauh dari Kantor Kalyanamitra. Gudang itu dijarah massa.

Setibanya di sana, betapa kagetnya Ita melihat tiga orang perempuan berada di tengah-tengah massa. Bajunya berantakan, dan mereka tidak bisa meminta tolong.

"Di Harco tuh ada jembatan, di bawah jembatan agak ke sana sedikit itu sudah ramai sekali, bakar-bakaran, orang menjarah sana-sini. Nah, di tengah-tengah itu ada tiga perempuan orang Tionghoa itu dianiaya, bajunya sudah ditarik sana ditarik sini, dan dia tidak bisa minta tolong," kata Ita melalui Zoom meeting, Rabu (17/5/2023), malam.

Ita beserta temannya memilih untuk menerobos kerumunan, dan menyelamatkan mereka. Seturut penglihatannya, perempuan korban penganiayaan itu berusia sekitar 20-30 tahun.

Ita membawa ketiga orang tersebut ke sebuah hotel di seberang Harco. Kebetulan, ia mengenal pemilik hotel yang juga warga etnis Tionghoa pula.

Baca juga: Reformasi Berjalan 25 Tahun, Mahasiswa Perlu Terus Suarakan Ketidakadilan

Sesampainya di sana, dia meminta para pegawai hotel membantunya untuk memasukkan korban ke dalam kamar yang tersedia. Sementara pegawai hotel membawa korban ke lantai atas, Ita dan timnya kembali keluar untuk menyelamatkan lebih banyak korban.

"Di luar hotel itu agak menuju ke Harco, saya melihat lagi dua perempuan yang itu sudah terkapar ya, tidak ada perkosaan. Tapi waktu itu bajunya sudah lepas. Jadi saya bawa lagi masuk (hotel)," jelasnya.

Berbunyi sampai malam

Radio panggil yang dimiliki Ita terus berbunyi. Sekira pukul 20.00 WIB pada 11 Mei 1998, Ita mendapat pesan untuk segera pergi ke Cengkareng, Jakarta Barat. Ia telah ditunggu oleh seseorang yang disebutnya 'Pak Haji' di taman depan pusat perbelanjaan itu.

Ita segera mencari ojek langganannya, sembari berpesan kepada dua temannya untuk tetap di Glodok. Dia seorang diri ke Cengkareng menemui Pak Haji.

Sekitar pukul 21.30 WIB, Ita sampai. Pak Haji segera memintanya ke rumah menemui sang istri yang seorang bidan. Di sana, sudah ada tiga orang wanita, semuanya korban kekerasan. Ada pula yang menjadi korban pemerkosaan.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi, Ketimpangan Masih Jadi Isu Terkini

Karena korban harus segera ditangani, Ita dan Bu Haji membawanya ke rumah sakit terdekat, yaitu RS Siloam Kebon Jeruk.

Tiga orang korban dibawa menggunakan tiga motor, yang masing-masing dikendarai Pak Haji, menantu Pak Haji, dan ojek langganan Ita.

"Ketika itu sudah sepi jam 23.00 - 24.00 WIB, orang enggak berani ada yang keluar. Begitu masuk, orang (petugas rumah sakit) seperti langsung menangkap kami dalam artian menolong. (Mereka bilang), "Masuk, masuk, masuk,". Ke IGD, dan IGD ditutup," papar Ita sembari memperagakan.

Tak berlangsung lama, radio panggil Ita kembali berbunyi. Kini, pesan datang dari Romo Sandy yang melaporkan korban pemerkosaan di Jembatan Dua dan Jembatan Tiga.

Ita dan Romo terlibat percakapan cukup panjang.

"Ini jam segini, Romo. Saya takut. Keadaan sepi sekali," kata Ita pada orang di seberang telepon.

Baca juga: Saat Ganjar Kenang Tragedi Trisakti 25 Tahun Lalu...

"Ya sudah, kamu dijemput. Kamu di mana?," tanya Romo.

"Saya di sini (RS Siloam)," jawabnya.

Dua orang laki-laki yang merupakan relawan datang menjemput Ita, menuju Jembatan Dua dan Jembatan Tiga.

Sama seperti di tempat lain, daerah itu sudah ramai penjarahan. Pintu-pintu besi yang semula terpasang di ruko, rusak. Makanan di dalam toko kelontong sudah berserakan hingga ke jalanan.

Ita masuk ke salah satu ruko yang dituju. Di dalam, ia mendapati seorang perempuan Tionghoa berumur sekitar 18 tahun yang juga menjadi korban.

Satu perempuan lainnya lebih dulu diselamatkan oleh warga di belakang ruko. Saat diserang, warga di perkampungan miskin tersebut membantunya turun memakai tangga.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel

Untuk menolong korban, Ita mendatangi rumah orang Tionghoa dan menitipkannya di sana. Orang tersebut kemudian memanggil seorang dokter bernama Lie Darmawan, untuk mengobati pendarahan korban. Keesokan harinya, korban sudah dibawa ke dokter.

Setelah urusan hari itu selesai, Ita pulang menjelang pagi ke Kalyanamitra.

Keesokan harinya

Sekitar pukul 10.00 WIB pada 12 Mei 2023, kantor Kalyanamitra mendapat telepon yang mengabarkan ada dua orang anak korban pemerkosaan di Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Telepon terus-menerus berdering hingga keesokan harinya, 13 Mei 1998. Banyak yang melaporkan kasus serupa di berbagai wilayah, di Kemayoran, di Pondok Bambu, di Glodok, serta wilayah sekitar Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Saking tidak terbendungnya korban kejahatan, Ita dan Sandyawan mengadakan rapat di Jalan Arus.

Di situ, Romo Sandi memutuskan untuk membentuk Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Mereka mengurus para korban yang terbakar di Klender, Jatinegara, dan lainnya.

Baca juga: Gelar Pameran Foto 25 Tahun Reformasi, Pena 98: Negara Harus Punya Tanggung Jawab Sejarah

Lalu, dibentuk pula Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP), yang berkantor pusat di Kalyanamitra. Tugas utamanya membantu dan mengurus para korban perkosaan dan pelecehan seksual.

Ita membuka perekrutan alias meminta para relawan membantu, mengingat sumber daya di Kalyanamitra tidak mampu menangani semua kasus yang muncul.

Beruntung, puluhan relawan datang ke Kalyanamitra untuk membantu. Tugasnya dibagi-bagi, ada yang berurusan dengan call center/hotline, tim pencatatan korban, tim investigasi, dan tim penyembuhan mental yang diisi oleh psikolog dari Universitas Indonesia dan Universitas Atmajaya.

Pada 13 Mei 1998 pula, Ita mengumumkan pembentukan tim melalui televisi. Masyarakat yang membutuhkan pertolongan, bisa melaporkan kepada tim relawan. Dari situ, telepon masuk terus berdering tanpa henti.

"Telepon terus berbunyi, (tanggal) 13, 14, 15 (Mei) itu puncak dari telepon masuk tentang perkosaan. Kita kebetulan sudah membuat tim. Jadi kalau ada telepon masuk perkosaan dicatat, kemudian tim investigasi langsung ke lapangan," bebernya.

Baca juga: Aktivis 98 Gelar Pameran Foto 25 Tahun Reformasi, Pengunjung: Merinding Lihatnya

Ada pula korban perkosaan yang dia tangani secara langsung, termasuk dua orang mahasiswa Trisakti yang menjadi korban rudapaksa di dalam mobil. Informasi kasus itu dia terima di hari yang sama, yaitu pada sore hari tanggal 13 Mei 1998.

Ita mendatangi sebuah rumah di daerah Slipi, Jakarta Barat, tempat kedua mahasiswa itu berada. Di sana, sudah ada seorang romo dan bidan. Begitu pula dokter yang segera memberikan suntikan untuk menghentikan pendarahan.

Ita memutuskan untuk membawa dua orang tersebut menjalani pengobatan di Singapura, menyusul adanya informasi maskapai Singapore Airlines saat itu tersedia untuk membawa korban.

"Kami membawa dua mahasiswa ini ke Cengkareng, ke (Bandara) Soekarno-Hatta. Kami boarding tidak ditanya paspor, tidak ditanya apa, langsung masuk. Kami tinggal, dia ditangani di Singapura sekitar 2 bulan," jelas Ita.

Pada 14 Mei 1998, Ita diminta menemui salah satu korban pemerkosaan berusia 11 tahun, di Kota Lama, Tangerang, bernama Fransisca. Kakak dan ibunya telah lebih dulu meninggal karena kasus yang sama.

Baca juga: Mengenang 25 Tahun Reformasi, Pameran Foto dan Diskusi Sejarah di 20 Kota

Saat ditemui, Fransisca masih hidup. Namun, remaja tanggung yang digambarkan Ita sangat cantik itu sudah mengalami pendarahan hebat. Melihatnya kesakitan, Ita meminta Fransisca untuk pulang menyusul ibu dan kakaknya, jika sudah tidak kuat.

Fransisca meninggal di pangkuannya. Ita mengurus proses kremasi hingga pembuangan abu seorang diri. Pun sempat membelikan baju cantik untuk dipakai Fransisca.

Menurut data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk kala itu, korban hanya mencapai 66 orang. Padahal menurut laporan eksekutif, korban mencapai 165 orang.

Belum lagi dihitung dari para korban yang akhirnya meninggalkan Indonesia dan menetap di luar negeri.

Hingga saat ini, kasus pemerkosaan massal pada Mei 1998 tetap menjadi misteri. Pelaku atau dalang di balik peristiwa tersebut pun belum terungkap hingga 25 tahun kemudian.

Pemerkosaan massal terhadap etnis Tionghoa bukan satu-satunya kejahatan kemanusiaan pada kala itu. Ada pula penghilangan paksa terhadap mereka yang dituduh terlibat dalam gerakan mahasiswa dan aktivis pro demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com