Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda

Kompas.com - 15/05/2023, 14:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Han (bukan nama sebenarnya) menjadi salah seorang saksi mencekamnya situasi Jakarta saat kerusuhan terjadi pada Rabu, 13 Mei 1998.

Saat itu, dia sudah mendengar kabar bakal ada huru-hara. Ia cepat-cepat menutup pintu besi show room mobil miliknya di kawasan Jakarta Barat.

Bersama istri dan anak-anak, Han bergegas sembunyi di loteng lantai tiga tokonya. Tak kurang dari lima jam dia dan keluarga hanya bisa diam sambil berjongkok.

Sementara, di lantai satu show room, kata Han, para perusuh berhasil mendobrak pintu dan menjarah serta membakar isi toko.

Baca juga: Reformasi 1998, Quo Vadis?

Rasa takut begitu berkecamuk. Namun, Han bersyukur karena api tak sampai melalap gedung lantai tiga tempat dia dan kelurga bersembunyi.

"Tuhan masih menolong kami sekeluarga sehingga api tidak mencapai puncak atau atap gedung lantai tiga. Anak saya yang masih bayi untung tidak menangis selama para penjarah menguras habis isi toko. Selamatlah kami," kisahnya kepada Kompas, 21 Mei 1998, saat ditemui di Bandara Hang Nadim, Batam.

Peristiwa tersebut membuat Han dan keluarganya trauma. Tak ingin hal lebih buruk terjadi, Han membawa keluarganya meninggalkan Jakarta.

“Saya akan coba mengadu untung di Singapura," katanya.

Baca juga: Komnas HAM: Tidak Ada Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat 1998 Nonyudisial

Sesaat setelah kerusuhan Jakarta Mei 1998, Bandara Hang Nadim Batam memang jauh lebih sibuk daripada biasanya. Penduduk Jakarta, utamanya keturunan Tionghoa, ramai-ramai transit di kota tersebut sebelum akhirnya meninggalkan Indonesia.

Mayoritas penduduk mengungsi ke Singapura. Selama 6 hari saja, tercatat 14.000 orang menyeberang ke Negeri Singa.

Han bukan satu-satunya orang yang merasakan kengerian Jakarta pada Mei 1998 silam. Sebutlah Mei (bukan nama asli) dan adiknya.

Mei yang saat itu sedang menempuh pendidikan tinggi di Universitas Tarumanegara dan adiknya di Universitas Trisakti bersaksi bahwa situasi Ibu Kota Negara benar-benar kaos.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Jalan Samanhudi, Pasar Baru, massa merusak lalu membakar.Kompas/arb Peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Jalan Samanhudi, Pasar Baru, massa merusak lalu membakar.

Ketika teman-teman sesama mahasiswa gencar melakukan aksi unjuk rasa, Mei dan sang adik sempat ikut turun ke jalan. Namun rasa takut menggelayuti keduanya karena mereka tinggal di pinggiran Jakarta, jauh dari jangkauan pengamanan.

Bagaimana tidak, ketika itu, massa perusuh muncul di berbagai tempat secara tiba-tiba pada malam hari. Mereka memaksa masuk ke rumah-rumah warga Tionghoa.

Hal demikian tak luput dialami oleh Mei. Para perusuh tak peduli meski Mei sudah memberi tahu bahwa di rumahnya hanya ada dia dan adiknya yang masih mahasiswa.

Merasakan ketakutan yang sama dengan Han, Mei dan adiknya pun meninggalkan Jakarta. Keduanya menuju ke Singapura, menyusul orang tua yang sudah lebih dulu berada di sana.

"Para perusuh tetap saja tidak mau bersahabat. Daripada keselamatan jiwa terancam, lebih baik tinggalkan Jakarta menuju Singapura," kata adik Mei kala itu.

Baca juga: Kritik untuk Penyelesaian Kasus HAM Berat 1998 Tanpa Pengadilan

Dilaporkan Kompas masih dari Bandara Hang Nadim Batam, 20 Mei 1998, tiga anak terlihat sedang menunggu orangtuanya mengurus bagasi. Kepada Kompas, seorang anak perempuan yang beranjak remaja mengatakan, sejumlah sekolah di Jakarta diliburkan karena aksi kerusuhan.

“Tapi sekolah kami tidak libur. Jadi, kami ambil libur sendiri, ikut papa dan mama ke Singapura," katanya.

Di antara rombongan pendatang, terdapat sekeluarga delapan orang dari Surabaya. Keluarga tersebut ikut meninggalkan Indonesia karena khawatir situasi yang sama bakal terjadi di wilayah mereka.

"Kondisi Surabaya memang belum separah Jakarta, tapi kami ketakutan karena kami tinggal di kawasan pinggiran," kata salah seorang dari rombongan itu.

Pada saat yang sama, pemandangan memelas terlihat pada sejumlah orang berusia lanjut. Salah seorang kakek berusia 70-an sambil memandang ke lantai terminal bergegas menuju mobil jemputan yang akan membawanya ke sebuah hotel di kawasan Nongsa Batam.

Beberapa nenek yang tampak sakit terpaksa menggunakan kursi roda menuju mobil jemputan.

Beberapa jam sebelumnya, menurut petugas bandara, seorang artis Ibu Kota yang akrab dengan elite pemerintahan juga ikut menyeberang ke Singapura.

“Kami baru mengantarnya dari bandara ke terminal Sekupang tadi sore," ujar seorang petugas.

Baca juga: Tangis Pilu Karsiyah, Ibunda Hendriawan Korban Tragedi Trisakti 1998: Dia Janji Akan Pulang...

Mencekam

Kerusuhan Jakarta Mei 1998 bukan tiba-tiba saja terjadi. Kekacauan itu dipicu oleh krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.

Akibat krisis yang berkepanjangan terdebut mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi.

Mahasiswa dari berbagai kampus menentang pemerintahan Orde Baru dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Sebabnya, pemerintahan Orde Baru dinilai melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) hingga menyeret negara ke pusaran krisis moneter.

Namun, demonstrasi justru berujung tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti karena penembakan oleh aparat. Peristiwa ini kian memicu amarah publik sehingga kerusuhan pecah di berbagai titik di Ibu Kota Negara.

Baca juga: Dalang Kasus Munir, Kerusuhan Bawaslu 2019, dan Kerusuhan Mei 1998

Kerusuhan melebar hingga terjadi aksi perusakan, penjarahan, dan pembakaran oleh perusuh. Massa menyasar pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran, perbankan, hingga fasilitas publik.

Sebagian objek sasaran aksi massa merupakan kepunyaan etnis Tionghoa.

Suasana kian mencekam karena terjadi aksi pemerkosaan terhadap puluhan perempuan yang sebagian adalah keturunan Tionghoa. Pemerkosaan sebagian besar terjadi di Jakarta dan sisanya di Palembang, Medan, Solo, dan Surabaya.

Mencekamnya situasi tersebut akhirnya memaksa sebagian penduduknya, terutama keturunan Tionghoa, bergegas mengungsi.

Puncak dari peristiwa ini, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998. Ini menandai akhir rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com