Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anwar Saragih
Peneliti

Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis

Jokowi dan Dukungan Politik Capres 2024

Kompas.com - 15/05/2023, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUKUNGAN atau endorsement politik adalah tindakan yang lumrah terjadi dalam negara demokrasi khususnya ketika pemilu berlangsung. Endorsement politik bisa datang dari mana saja, baik dari media surat kabar atau pejabat aktif yang sedang menjabat.

Di Amerika Serikat (AS), sejak tahun 1851, koran ternama The New York Times telah melakukan endorsement politik.

Pertama kali ditujukan pada Capres dari Partai Republik bernama Winfield Scott yang maju di Pilpres AS 1852.

Pun sejak saat itu hingga sekarang koran The New York Times tidak pernah absen menyatakan dukungan terbukanya pada salah satu kandidat Capres.

Terakhir koran yang berbasis di Kota New York ini memberikan dukungan terbuka pada Politisi Partai Demokrat yang maju di Pilpres 2020 AS, Joe Biden. Dan Menang.

Di Indonesia, endorsement terbuka surat kabar pada Capres pertama kali dilakukan oleh Koran The Jakarta Post pada Pilpres 2014.

Kala itu, The Jakarta Post secara terbuka menyatakan dukungannya pada Capres Joko Widodo dengan tulisan tajuk editorial berjudul: “endorsing Jokowi” atau mendukung Jokowi.

Alasan utama Koran The Jakarta Post mendukung terbuka Jokowi didasari atas kesadaran moral yang terikat untuk tidak berdiam diri dalam komitmen merawat pluralisme, hak asasi manusia, dan agenda reformasi yang diyakini akan lebih terjamin diwujudkan ketika Jokowi berkuasa dibandingkan Prabowo berkuasa yang kala itu sama-sama maju di Pipres 2014.

Pun endorsement politik secara empirik tidak hanya dilakukan oleh koran surat kabar, tetapi kepala pemerintahan yang sedang berkuasa.

Bila pertaruhan media melakukan dukungan pada salah satu Capres didasari alasan moral keberlangsungan demokrasi, maka pertaruhan presiden aktif memberikan endorsement terbuka adalah jaminan keberlanjutan program prioritas yang kelak akan dilanjutkan oleh penerusnya.

Seperti; Presiden aktif dari Partai Republik AS Ronald Reagan yang memberikan endorsement terbuka kepada George W Bush pada Pilpres 2000.

Kemudian Presiden George W Bush melakukan endorsement pada Capres Partai Republik John McCain pada Pilres 2008, lalu Barrack Obama sebagai presiden aktif AS yang melakukan endorsement politik pada Capres Partai Demokrat Hillary Clinton tahun 2016.

Artinya urusan endorsement terbuka dari presiden aktif yang masih menjabat kepada Capres yang akan bertarung di pemilu berikutnya adalah hal lumrah di negara demokrasi yang tidak hanya berlaku di negara AS, tapi juga di Indonesia.

Sikap SBY pada Pilpres 2014

Sejak keran Pilpres langsung dibuka di Indonesia pada Pilpres 2004, kesempatan pertama endorsement politik presiden aktif harusnya datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, Presiden SBY tidak melakukannya karena positioning yang diambil oleh Partai Demokrat tidak 100 persen mendukung salah satu pasangan Capres, baik pasangan Prabowo-Hatta Rajasa atau pasangan Jokowi-Jusuff Kalla.

Alasannya adalah pada kedua pasangan Capres atau Cawapres yang bertarung pada Pilpres 2014 tidak ada kader Partai Demokrat.

Padahal jauh hari sebelum dibukannya pendaftaran Capres/Cawapres, pada tahun 2013, Partai Demokrat telah melakukan konvensi partai untuk menentukan kandidat yang bakal diusung untuk Pilpres 2014.

Kala itu, Dahlan Iskan berhasil mengalahkan 10 nama lainnya yang juga maju di Konvensi Partai Demokrat.

Sialnya Dahlan Iskan tidak bertarung di Pilpres 2014, baik dalam kapasitas Capres atau Cawapres karena persentase suara nasional Partai Demokrat terjun bebas dari 20,85 persen di Pileg 2009 menjadi 10,19 persen di Pileg 2014.

Partai Demokrat gagal memenuhi syarat presidential threshold.

Jelang Pilpres 2014, Partai Demokrat juga tidak mampu melakukan lobi politik membentuk poros koalisi minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara nasional partai-partai untuk menggolkan Dahlan Iskan sebagai Capres atau Cawapres.

Sehingga lumrah pada akhirnya SBY tidak melakukan endorsement saat Pilpres 2014. Karena fakta politik di negara demokrasi manapun termasuk di Indonesia, wajarnya presiden aktif akan melakukan dukungan terbuka pada kandidat separtai dengannya.

Pun ketika akhirnya secara politik Partai Demokrat mengusung pasangan Prabowo-Hatta, ini lebih pada alasan personal karena Hatta Rajasa adalah mertua dari Sekjen Partai Demokrat yang juga putra bungsu SBY, yaitu Edhie Baskoro Yudhoyono.

Endorsement Jokowi

Dalam satu tahun terakhir, banyak orang menunggu arahan dan petunjuk Presiden Jokowi terhadap dukungan Capres 2024.

Khususnya bagi mereka yang telah menggunakan hak pilihnya dalam memilih Jokowi di dua Pilpres, yaitu 2014 dan 2019. Lebih lagi, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi di banyak lembaga survei selalu berada di atas 75 persen.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023, bahkan menunjukkan tingkat kepuasan kinerja Presiden Jokowi mencapai 82 persen.

Angka tersebut secara jelas menyiratkan bahwa dukungan Jokowi terhadap pasangan Capres akan menjadi salah satu penentu keterpilihan presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2024-2029.

Landasannya adalah dampak efek ekor jas (cocktail effect) Capres yang mendapatkan keuntungan elektoral yang koheren dengan pilihan Jokowi.

Siapa pun Capres yang didukung Jokowi sama artinya dengan mendukung Jokowi tiga periode. Ini salah satu wacana yang berkembang terkait kampanye masif “manut Jokowi” akhir-akhir ini.

Pada pengertian yang sederhana efek ekor jas dapat dimaknai sebagai pengaruh figur kandidat dalam peningkatan perolehan suara partai atau kandidat.

Setidaknya ada dua kandidat Capres populer yang ditautkan dengan dukungan Presiden Jokowi, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Nama Prabowo diasumsikan mendapatkan dukungan dari Jokowi dengan indikasi intensitas kebersamaan mereka yang melakukan kunjungan kerja di beberapa wilayah di Indonesia.

Bahkan di acara HUT ke-8 Partai Perindo pada 7 November 2022, Jokowi tidak ragu menyebutkan secara terbuka bahwa kelihatannya presiden berikutnya adalah jatah untuk Prabowo.

Tidak hanya itu, pada acara halalbihalal yang dihadiri langsung oleh Jokowi dan para ketua umum partai pendukung pemerintah (selain Nasdem) di Kantor DPP PAN pada 2 April 2023, terdapat wacana pembentukan koalisi besar yang digalang Jokowi dengan Capresnya adalah Prabowo.

Akan tetapi, kala nama Ganjar Pranowo diumumkan oleh PDI Perjuangan di Istana Batu Tulis, Bogor pada 21 April 2023, Jokowi dalam kapasitasnya sebagai kader PDI Perjuangan menghadiri langsung pengumuman pencapresan Ganjar.

Hadirnya Jokowi dalam acara PDI Perjuangan tersebut setidaknya menegaskan tiga hal, yaitu:

Pertama, Jokowi adalah kader PDI Perjuangan yang taat terhadap mekanisme internal partai. Merujuk pada dukungan Capres oleh presiden aktif pada banyak negara, Jokowi secara moral politik sejatinya akan mendukung teman separtainya.

Kedua, dukungan Jokowi pada Ganjar secara semiotik sebenarnya sudah pernah diucapkan sebelumnya pada silaturahmi akbar relawan di stadion GBK pada 26 November 2022, yang menyebutkan Capres yang didukungnya ciri-cirinya berambut putih.

Pun kandidat Capres berambut putih yang mengisi posisi tiga teratas dalam polling elektabilitas Capres/Cawapres Pilpres 2024 hanyalah Ganjar.

Ketiga, PDI Perjuangan adalah partai politik parlemen terakhir yang mengumumkan Capresnya. Jamaknya dalam tradisi politik PDI Perjuangan, semua kader bisa mengusulkan nama Capres dalam wacana publik.

Namun ketika Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang mendapatkan hak prerogratif penentuan Capres berdasarkan putusan Kongres PDI Perjuangan di Bali tahun 2019 telah memutuskan satu nama, semua kader partai termasuk Jokowi harus tegak lurus pada keputusan partai.

Ketiga poin di atas menjadi indikator utama bahwa endorsement politik Jokowi untuk Capres 2024 nampaknya akan jatuh pada Ganjar.

Selain alasan sesama kader PDI Perjuangan, program Nawacita pemerintahan Jokowi dalam sepuluh tahun terakhir yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, akses pendidikan, akses kesehatan, ketahanan pangan, akses energi, pembangunan infrastruktur dan kemandirian ekonomi akan lebih mungkin dijalankan oleh Ganjar daripada Capres lainnya.

Apalagi semangat utama dari program Nawacita pemerintahan Jokowi berasal dari cita-cita politik Sukarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yaitu berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Di mana PDI Perjuangan adalah partai politik yang secara ideologi dan organisasi politik bergerak atas pemikiran Sukarno. Sehingga antara Jokowi dan Ganjar berada dalam lanskap politik yang sama dan tidak terpisahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com