JAKARTA, KOMPAS.com - Kuni Abida Kamila, mahasiswa semester akhir International University Africa (IUA), menceritakan bagaimana kondisi Sudan saat konflik bersenjata dimulai pada 15 April 2023.
Dia kurang lebih sudah 3,5 tahun berada di kota Karthum, tempat Abida menuntut ilmu yang berkaitan dengan pendidikan dan agama Islam.
Selama tinggal di Sudan, konflik politik sebenarnya jadi isu sehari-hari, tapi bentuknya hanya sebatas demonstrasi, tidak sampai ke anarki.
Tapi pagi itu, pukul 09.00 waktu setempat Abida kaget dengan suara yang lazim didengar saat bulan puasa di Indonesia, yaitu suara petasan.
Baca juga: BP2MI: Ada Pekerja Migran Indonesia Ilegal di Sudan, Sudah Dievakuasi
"Iya, seperti suara petasan, oh petasan kali, tapi kok ramai banget dan (suaranya) terus-terusan, tanpa henti. Berhenti sebentar tapi ramai lagi," ujar Abida kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (29/4/2023).
Dia akhirnya sadar suara itu bukanlah suara petasan, melainkan suara senjata api yang ditembakkan oleh paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer Sudan.
Abida mengatakan, suara lontaran peluru senjata api itu tak henti-hentinya terdengar. Mereka hanya berhenti kurang lebih 30 menit, kemudian kembali melakukan kontak senjata.
Suara senjata mereka baru terdengar senyap ketika pukul 23.00 waktu setempat hingga pukul 03.00 waktu setempat.
"Sehabis (waktu) sahur, mulai lagi (tembak-menembak)," kata Abida.
Baca juga: Kisah WNI di Sudan: 8 Tahun Tinggal di Tengah Perang, Ingin Pulang tapi Tak Punya Uang
Namun, suara senjata api yang saling menyahut bukanlah ketakutan Abida bersama 40 WNI yang tinggal 1 apartemen dengannya.
Abida mengingat, hal yang paling mencekam justru terjadi di hari kedua konflik bersenjata. Saat malam hari tiba-tiba rombongan orang berseragam militer memasuki Kampus IUA.
"Teman bilang "ada tentara masuk ke dalam kampus" padahal kampus itu tidak boleh dimasuki tentara, tapi alhamdulillah bukan tentara RSF dan paramiliter, katanya itu tentara Sudan," kata Abida.
"Tapi karena posisi saat itu gelap, enggak tau itu tentara siapa yang masuk ke kampus, tapi alhamdulillah itu tentara Sudan. Setelah tau itu siapa akhirnya tenang," imbuh dia.
Baca juga: Kemensos Berikan Kebutuhan Logistik untuk WNI yang Berhasil Dievakuasi dari Sudan
Kondisi mencekam lainnya dirasakan Abida setelah lebaran Idul Fitri 2 Syawal 1444 Hijriah. Dia mengatakan, mulai banyak jet tempur dan rudal nyasar yang terdengar melewati atas gedung apartemen mereka.
"Pernah ada rudal nyasar, tapi alhamdulillah bukan di tempat WNI, suara (senjata) basoka kayak gitu, duaar.. bukan suara teteter (tembakan peluru)," ucap dia.
Sebab itu, dia merasa bersyukur bisa manjadi salah satu dari 285 WNI yang berhasil dievakuasi dan tiba di Tanah Air dengan selamat pada Jumat (28/4/2023) kemarin.
"Kita enggak tau lagi kalau enggak ada fasilitas dari KBRI karena evakuasi ini. Setelah 6 hari (perjalanan evakuasi) kita bisa pulang dan ngerasain tenang tidur nyenyak gitu," kata Abida.
Baca juga: BERITA FOTO: 385 WNI Penyintas Perang Sudan Tiba di Tanah Air
Sebagai informasi, pemulangan tahap pertama sebanyak 385 WNI tiba di Tanah Air dari proses evakuasi di Sudan di Bandara Seokarno-Hatta, Jumat.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ratusan WNI tersebut tiba dengan pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 991.
WNI yang tiba di Tanah Air terdiri dari 248 perempuan, 137 laki-laki, dan di antaranya terdapat 43 anak-anak.
Diketahui, Sudan tengah mencekam karena pertempuran meletus antara tentara reguler dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang sudah berlangsung selama lebih dari sepekan.
Pertempuran untuk memperebutkan kekuasaan tersebut telah menewaskan ratusan orang dan membuat jutaan orang Sudan tidak mendapatkan akses ke layanan dasar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.