Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Anak Polah, Bapak (Polisi) Kepradah

Kompas.com - 29/04/2023, 06:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Anakmu bukanlah anakmu.
Mereka adalah putra putri kerinduan kehidupan terhadap dirinya sendiri.
Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu.
Dan, meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu.

Kau boleh memberi mereka cintamu, tetapi bukan pikiranmu.
Sebab, mereka memiliki pikiran sendiri.
Kau bisa memelihara tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka.
Sebab, jiwa mereka tinggal di rumah masa depan, yang takkan bisa kau datangi, bahkan dalam mimpimu.

Kau boleh berusaha menjadi seperti mereka, tetapi jangan menjadikan mereka seperti kamu. Sebab, kehidupan tidak bergerak mundur dan tidak tinggal bersama hari kemarin.
Kau adalah busur yang meluncurkan anak-anakmu sebagai panah hidup.
Pemanah mengetahui sasaran di jalan yang tidak terhingga, dan Ia melengkungkanmu sekuat tenaga-Nya agar anak panah melesat cepat dan jauh.
Biarlah tubuhmu yang melengkung di tangannya merupakan kegembiraan.
Sebab, seperti cinta-Nya terhadap anak panah yang melesat, Ia pun mencintai busur yang kuat.

ANDAI saja puisi tentang anak yang ditulis Kahlil Gibran itu diresapi dalam-dalam oleh AKBP Achiruddin Hasibuan, mungkin saja perwira polisi di Polda Sumatera Utara itu bisa mendidik anaknya, Aditya Hasibuan dengan baik dan benar.

Kekejaman yang dilakukan Mario Dendy Satriyo terhadap David Ozora yang berakibat fatal, ternyata sudah didului oleh perilaku bengis Aditya Hasibuan, putra bekas Kabag Bin Opsnal di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara.

Setiap satu kejahatan yang terkuak ternyata berhulu dari kejahatan lain, dan itu nyata adanya baik di kasus Mario Dendy maupun Aditya Hasibuan.

Kebengisan dan kesombongan dari anak-anaknya adalah imbas perilaku tidak benar dari ayah-ayahnya.

Berkat ulah tidak terpuji dari sang anak ternyata membuka aib orangtuanya yang selama ini tertutup rapat. Kasus rasuah, gratifikasi super jumbo, tindak pidana pencucian uang, kekayaan yang didapat dari hasil “embatan” orangtuanya, bocor dan terkuak berkat kelakuan anaknya yang “tengil” dan sok jagoan.

Berbeda dengan kasus Mario Dendy yang cepat ditindaklanjuti pihak berwajib, kasus kekejaman Aditya baru terendus media usai video penganiayaan menjadi “viral” sekitar 10 hari yang lalu.

Padahal kejadian yang memilukan dan dialami Ken Admiral terjadi pada 22 Desember 2022.

Pihak kepolisian Polda Sumatera Utara baru sigap bertindak usai kasus ini meruyak ramai di jelang akhir April 2023, dan ditanggapi keras oleh Wakil Ketua Komisi III DPR-RI, Ahmad Sahroni di akun media sosialnya.

Bahkan Sahroni menduga kasus ini mengendap cukup lama karena diintervensi AKBP Achiruddin Hasibuan.

Sahroni yang memiliki “pengaruh” di jagat media sosial bahkan terus aktif mengawal kasus itu, mulai dari ajakan ke Polri untuk berani mencopot jabatan Achiruddin, menelisik kepemilikan motor gede yang kerap dikendarai dengan “ugal-ugalan” oleh Achiruddin, dugaan kepemilikan harta yang tidak wajar hingga pemecatan.

Identik dengan kasus Mario Dendy, kasus penganiayaan yang menimpa Ken Admiral oleh Aditya Hasibuan bermula dari masalah wanita. Namun ada yang membedakakan dengan jelas antara ke dua kasus biadab itu, yakni keterlibatan aktif dari ayah Adiyta dalam proses penganiayaan.

Mungkin Achiruddin lupa dan mengabaikan hasil pendidikan dan pemahaman etika kepolisian yang pernah dipelajarinya dulu. Seorang polisi harusnya bisa dengan tegas menindak kejadian kejahatan yang tengah berlangsung.

Alih-alih memisahkan, justru Achiruddin bertindak bagai pelatih tinju Cus D’Amato yang menyemangati anak latihnya Mike Tyson untuk menghajar tanpa ampun lawan-lawannya.

Achiruddin malah memberi spirit kepada anaknya untuk “menyelesaikan” kasusnya saat itu juga dan tidak boleh kalah. Pihak yang akan melerai, justru dihalang-halangi oleh Achiruddin.

Malah dari video yang viral, Achiruddin sempat meminta anggota keluarganya untuk mengambil senjata laras panjang sebagai alat untuk mengintimidasi teman-teman Ken Admiral yang akan melerai perkelahian.

Hingga sekarang, pihak Polda Sumatera Utara masih terus mendalami adanya penggunaan senjata dalam penganiayaan yang dialami Ken Admiral.

Menagih janji Kapolri: potong kepala ikan busuk

Kasus pembiaran penganiayaan yang dipraktikkan seorang perwira Polri begitu mencoreng citra Polri yang disorot banyak kalangan. Sosok Polri yang begitu ideal, sepertinya hanya ada pada tayangan serial “Pak Bhabin” di media sosial.

Pak Bhabin yang dimainkan apik oleh Inspektur Polisi Dua Herman Hadi Basuki berhasil memperlihatkan polisi yang dekat dengan warga, rajin menolong serta humoris. Wajah polisi yang diharapkan warga ada pada figur Pak Bhabin.

Warga Depok, Jawa Barat juga punya sosok polisi idola yang bernama Winam Agus. Polisi berpangkat AKP itu pernah mengepalai tim Jaguar Polres Depok yang tegas dalam memberantas aksi kejahatan, tetapi begitu humanis dalam keseharian.

Menilik dari kasus AKBP Achiruddin Hasibuan, sepertinya kita mendapat suguhan yang jamak tentang perilaku polisi yang kerap pula kita temukan di masyarakat.

Achirudin di mata para tetangganya adalah polisi yang angkuh, tidak bermasyarakat, sering “flexing” di media sosial bahkan pernah menganiaya Najirman (64) tukang parkir di Jalan Adam Malik, Medan lantaran Achiruddin tidak terima diatur Najirman padahal posisi parkirnya salah (Kompas.com, 26/04/2023).

Berkat aksi netizen yang memviralkan kasus penganiayaan anaknya, pemberitaan media yang masif serta tekanan yang dilakukan anggota DPR, kasus Achiruddin menjadi kian benderang ditangani berbagai instansi.

Sekali lagi, viralnya sebuah kasus di media sosial kini menjadi ukuran kasus tersebut terselesaikan dengan cepat atau mengendap lama dalam laporan yang tak kunjung ditindaklanjuti polisi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga bergerak cepat dengan memblokir rekening milik Achiruddin, anak dan istrinya karena diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Harta yang dilaporkan Achiruddin dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara (LHKPN) “hanya” berjumlah Rp 467 juta. Sementara dari rekening yang diblokir PPATK mencapai puluhan miliar rupiah.

Kepemilikan motor gede dan mobil Rubicon yang kerap dipamerkan di media sosialnya, ternyata tidak ada dalam LHKPN yang dibuat Achiruddin (Kompas.com, 27/04/2023).

Dari laporan warga kepada media, Achiruddin terkait dengan kepemilikan gudang penimbunan bahan bakar solar, memiliki penginapan dan kost eksklusif serta rumah yang berhalaman luas di Jalan Karya Dalam, Halvetia, Kota Medan.

Dengan profiling gaji dan tunjangan perwira polisi dengan pangkat AKBP, sangat tidak masuk akal dengan harta kekayaan yang dimiliki Achiruddin sekarang ini.

Wakil Komisi II DPR-RI, Junimart Girsang berpandangan kasus Achiruddin bisa terjadi karena ada kesan pembiaran dan lemah dalam pengawasan Kapolda Sumatera Utara.

Bukan kali ini saja ada polisi bermasalah di Sumatera Utara. Dalam pandangan politisi PDIP itu banyak polisi “brengsek” di Sumatera Utara. Kapolda Sumatera Utara hanya bagus di pencitraan sebagai sosok yang tegas tetapi lembek di internal (Kompas.com, 28/04/2023).

Dengan jabatan Achiruddin yang “basah” di reserse narkoba dan menyimak sepak terjang polisi sekelas Irjen Teddy Minahasa yang bisa “membiniskan” barang sitaan narkoba, harusnya Propam Polda Sumatera Utara menelisik lebih jauh korelasi jabatan Achiruddin dengan aliran uang Achiruddin yang terekam di PPATK.

Jika polisi seperti Achiruddin masih menjadi wajah umum kepolisian, maka tamatlah riwayat keadilan di negeri ini.

Komitmen Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk membersihkan institusinya dari praktik-praktik menyimpang harus terus kita tagih dan kita ingatkan terus. Jenderal Listyo sudah berkomitmen “ikan busuk mulai dari kepala”.

Jika pimpinannya bermasalah, maka bawahannya juga akan bermasalah. Saatnya Kapolri memotong kepala ikan di Polda Sumatera Utara mengingat masih ada ikan-ikan yang busuk di Polda Sumatera Utara.

Anak polah bapak keparadah

Anak polah bapak kepradah seperti yang saya gunakan dalam judul kolom ini adalah sebuah peribahasa dalam Bahasa Jawa. Kata polah bermakna tingkah laku, sedangkan arti kepradah adalah menanggung malu.

Jika ke dua kata ini dirangkai menjadi kesatuan kalimat, anak polah bapa kepradah mengandung makna seorang ayah menanggung malu karena perbuatan yang telah dilakukan oleh anak kandungnya sendiri.

Tingkah pola dari seorang anak, maka akan berimbas terhadap orangtuanya.

Masyarakat Jawa memiliki prinsip hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai adiluhung yang bersifat universal.

Nilai-nilai luhur yang terus dipahami hingga sekarang seperti termaktub dalam kalimat bijak “anak polah bapa kepradah” berisikan petuah dan nasihat hidup dan kehidupan bahwa manusia harusnya menjalankan kehidupan dengan lebih baik.

Tidak memperlakukan sesama anak manusia seperti budak, memaksakan kehendak di luar nalar kemanusian dan selalu mengatasnamakan Sang Pemilik Kehidupan untuk kepentingan pribadi yang melenceng.

Anak polah bapa keparadah mengingatkan kita semua akan tugas sebagai orangtua untuk memberikan warisan moral, ajaran dan ujaran, pendidikan serta tingkah laku yang pantas dan baik bagi kehidupan.

Bukan harta berlimpah yang menjadi jaminan keberhasilan anak-anak sang pewaris kehidupan, tetapi budi pekerti yang baik.

Kasus Mario Dandy dan ayahnya Rafael Alun Trisambodo, pegawai Pajak yang “tajir melintir" atau kasus Aditya dan ayahnya Achiruddin Hasibuan mengingatkan kita untuk bisa bersyukur dengan hasil kerja karena kejujuran serta memperhatikan pola asuh anak-anak kita.

“Bukankah anak adalah cerminan dari orangtuanya? Apa yang kau harapkan padanya bergantung pada caramu memperlakukannya."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com