Jokowi tidak sekalipun “mengendorse” nama Puan, justru Jokowi seolah-olah “mensupport” nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto selain Ganjar. Jokowi – sekali lagi – paham betul untuk mendobrak kelambanan PDI Perjuangan dalam mencapreskan Ganjar.
Ketika Jokowi sibuk “menggandeng” Prabowo di berbagai forum dan efektif menaikkan poin elektoral Prabowo, maka dengan cepat Jokowi “menggamit” Ganjar di berbagai kesempatan jelang pengumuman Batutulis.
Pascapenolakkan keikutsertaan Israel dalam drawing Piala Dunia U-20 yang berimbas kepada nama Ganjar Pranowo, Jokowi tetap kalem menanggapi kegerahan publik.
Jokowi segera menugaskan Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk melobi FIFA dan hasilnya Indonesia terhindar dari sanksi berat dari FIFA.
Efek endorsment Jokowi tehadap preferensi Capres memang tidak bisa dipandang enteng. Dengan berdiri dan duduk “barengan” bersama jajaran PDI Perjuangan dan Capres Ganjar Pranowo di Batutulis, menjadi penanda akhir keberpihakkan Jokowi terhadap Prabowo Subianto.
Sikap Jokowi masih akan ditunggu soal preferensinya terhadap calon pendampingnya Ganjar. Selama ini secara terbuka, Jokowi selalu memberi sinyal kepada Erick Thohir mengingat Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi – Amin itu seirama dengan dirinya.
Di Solo, sudah lama berdiri relawan pendukung Ganjar dan Erick Thohir. Akronim ayah Pinokio yang bernama “Gapeto” atau Ganjar – Erick Thohir adalah implementasi dari kehendak Jokowi soal sosok berambut putih dan berwajah penuh kerutan.
Gapeto adalah sosok pekerja keras, pekerja rajin yang berkarya dari pagi hingga malam serta berkutat di bidang pahat memahat kayu.
Tentu pekerjaan mebeler yang pernah dilakoni Jokowi sebelum menjabat sebagai Wali Kota Solo, juga tidak berbeda jauh dengan Gapeto yang berkutat di urusan kayu.
Jokowi pun juga memiliki “chemistry” dengan sosok Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Andai nama Ganjar disandingkan dengan Khofifah, misalnya, lumbung suara Khofifah di Jawa Timur akan melengkapi dukungan suara di kandang banteng di Jawa Tengah.
Baik Ganjar maupun Khofifah begitu saling komplemen mengingat di kamus pemenangan Capres – Cawapres, jika satu ditambah satu tidak boleh sama dengan dua. Satu ditambah satu dalam adagium pemenangan Capres – Cawapres harus lebih dari dua.
Bersatunya dua gender dalam instrumen kampanye Pilpres begitu efektif menangguk dukungan di pasar pemilih.
Jokowi pun juga puas dengan kinerja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sehingga duet Ganjar – Sandi juga berkualifikasi “ngeri-ngeri sedap”.
Yang menjadi kendala sulit terwujudnya pasangan ini adalah sikap Jokowi yang tidak ingin melukai Prabowo menginggat Sandi masih belum resmi keluar dari Gerindra.
Ancang-ancang politik Sandiaga yang ingin meninggalkan Gerindra dengan bermain “zig-zag” antara menerima pendekatan PKS dan ingin menjadi kader PPP, saya duga adalah strategi Sandiaga untuk masuk pintu Koalisi Perubahan maupun koalisi besar yang digagas Gerindra-PKB- Golkar-PPP-PAN- Perindo-PSI-PBB serta PDI Perjuangan andai jadi bergabung. Sandi merasa layak menjadi “pengantinnya” Anies atau Ganjar.
Jika kontes Pilpres 2024 ingin segera tuntas tanpa segregasi politik seperti pengalaman Pilpres 2014 dan 2019, yakni rivalitas kubu cebong dan kampret, maka idealnya adalah melanjutkan kemesraan Jokowi dengan Prabowo.
Tentu saja bagi PDI Perjuangan, pencapresan Ganjar adalah “harga mati” sehingga tawaran maksimal yang tidak bisa dinego lagi jika PDI Perjuangan bergabung dalam koalisi besar adalah menyodorkan nama Ganjar sebagai kandidat RI-1.
Siapa yang akan mendampingi Ganjar? Tentu nama Prabowo Subianto yang pantas menjadi Cawapres-nya Ganjar.