JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya telah sesuai dan memenuhi prosedur hukum saat memproses penetapan tersangka Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bagian (Kabag) Litigasi dan Perlindungan Saksi Koordinator Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto dalam sidang gugatan praperadilan Lukas Enembe sebagai salah satu perwakilan pihak termohon.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka adalah sah dan berdasar atas hukum, sehingga mempunyai hukum yang mengikat," ujar Iskandar dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (18/4/2023).
Saat diwawancarai usai sidang, Iskandar mengatakan, pihaknya dalam menetapkan tersangka berpedoman pada hukum kekhususan, yaitu merujuk pada Undang-Undang (UU) KPK Pasal 44 Ayat (1) dan (2).
"Dimana penyelidik berusaha mengumpulkan bukti permulaan untuk menetapkan tersangka," katanya.
Baca juga: KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru Penyuap Lukas Enembe
Ia mengungkapkan, proses penyelidikan bisa dilanjut ke tahap penyidikan jika pihak penyelidik KPK menemukan sejumlah minimal dua barang bukti permulaan yang menunjukkan adanya suatu peristiwa pidana dan calon tersangka.
Ketentuan tersebut, kata Iskandar, juga termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
"Maka, pada tahap awal penyidikan itu KPK sudah berbekal bukti permulaan sesuai dengan keputusan MK (nomor) 21, itu sudah bisa menetapkan tersangka," ujarnya.
Diketahui, sidang gugatan praperadilan Lukas Enembe kembali digelar untuk mendengarkan jawaban KPK usai Kuasa Hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona melontarkan berbagai permohonan untuk kliennya pada sidang sebelumnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Lukas Enembe Nilai KPK Salah Alur Administrasi saat Menahan Kliennya
Dalam permohonannya, Petrus mengatakan, penetapan tersangka Lukas Enembe, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan kliennya adalah tidak sah dan tidak memiliki hukum yang mengikat.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat," ujar Petrus dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (17/4/2023).
Lebih lanjut, Petrus juga meminta KPK mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan Lukas Enembe di rumah sakit atau penahanan kota.
"Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan pemohon pada rumah atau rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya," ujar Petrus.
Baca juga: KPK Minta Hakim Tolak Seluruh Permohonan Lukas Enembe di Sidang Gugatan Praperadilan
Petrus juga memohon kepada hakim ketua untuk mengeluarkan Lukas Enembe dari tahanan; memulihkan haknya dalam martabatnya; serta menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo yang dibebankan kepada negara.
Adapun gugatan yang didaftarkan Lukas Enembe pada Rabu (29/3/2023) lalu ini diajukan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.
Seperti diketahui, Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Selain itu, Lukas Enembe juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
Baca juga: Di Sidang Praperadilan, Lukas Enembe Minta Penahanannya Dipindah ke Rumah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.