Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ermaya
Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI

Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.

Geopolitik Indonesia Menghadapi Ideologi Teroris

Kompas.com - 14/04/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Soekarno dalam arahan dan kuliah pertama di depan para peserta Kursus Reguler Angkatan (KRA) 1 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Negara, Jakarta, tanggal 20 Mei 1965, menekankan bahwa tatanan demokrasi yang ideal bagi negara berkembang seperti indonesia, adalah yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir masyarakat dan kemampuan nasional yang mampu makin menyejahterakan perekonomian (Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional, penyunting: Ermaya Suradina dan Alex Dinuth, 2001).

Amanat Bung Karno ini mengarahkan pada kebijaksanaan politik yang harus benar-benar ditujukan pada kemampuan mengatasi dan menghilangkan pengaruh-pengaruh ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Semua ini agar kehidupan politik dan kenegaraan didasarkan pada apa yang dipersyaratkan oleh UUD 1945 dan demokrasi yang dirasa paling sesuai.

Dengan begitu kegiatan politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan demokrasi Pancasila, tidak diberi hak hidup.

Untuk memperoleh ketahanan mental-iedologis ini, perlu ditanamkan kesadaran yang meliputi kesadaran berideologi Pancasila, kesadaran nasional, kesadaran bernegara, dan kesadaran berpolitik.

Hal tersebut semakin relevan dengan kondisi saat ini bahwa santer tersiar kabar kaum fundamentalis, radikalis, dan teroris masuk partai politik.

Dalam kesempatan dialog kebangsaan BNPT, KPU, dan Bawaslu bersama partai politik di Hotel The St. Regis Jakarta, Senin (13/3/2023), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengungkapkan ada pihak yang terafiliasi kelompok terorisme masuk menjadi anggota partai politik (parpol).

Teroris tampaknya sudah semakin lihai. Semula mereka bergerak menyebarkan bom. Masih segar kita ingat pada tahun 2000 dan tahun 2001, adalah tahun yang mencekam dan berdarah di mana peristiwa bom Bali terjadi.

Aksis terorisme ini mencabik-cabik ketentraman dan merusak kedamaian bangsa Indonesia, demikian mengerikan.

Namun dua dasawarsa lebih peristiwa itu berlalu, masih saja (tanda-tanda) terorisme masih hidup. Kendati demikian berbagai upaya telah ditempuh untuk mencegah dan memberantas terorisme. Antara lain melalui dua pendekatan kebijakan.

Pertama, melalui penegakan hukum agar penanggulangan tindak pidana terorisme dapat ganjaran yang setimpal.

Kedua, pendekatan kebijakan berbasis ideologi. Memang, pemberantasan terorisme di Indonesia harus ditopang oleh kesadaran semua elemen bangsa berperan aktif.

Politik identitas 

Dalam kancah demokrasi, kita diberi tahu: laga persaingan adalah keniscayaan –maka siapa saja boleh masuk, asalkan konstitusional.

Ia sebagai personalitas ataupun partai politik, sudah memastikan identitasnya dan ini praktis penanda konstitusi. Namun identitas dalam laga demokrasi, selalu menyimpan ide –ini menjadi status yang istimewa.

Fenomena ini yang ditilisik oleh Carl Schurz sebagai persamaan hak. Maka, menurut Carl, “dari persamaan hak muncul identitas sebagai kepentingan tertinggi.”

Kepentingan tertinggi merupakan ide dasar dari suatu identitas. Ketika ide didefinisikan oleh filsuf Plato sebagai “sesuatu yang kekal dan absolut” bersamaan pula identitas menjadi abadi.

Kemudian dalam konstelasi geopolitik, identitas jadi ciri khas suatu negara dilihat sebagai totalitas, yaitu negara yang dibatasi oleh wilayah, penduduk, sejarah, pemerintahan, dan tujuan nasionalnya, serta peranan yang dimainkan di dunia internasional.

Dalam bahasa yang gamblang, aktivis kenamaan Andrea Dworkin (1946 – 2005), mempertegas bahwa “Semua dominasi pribadi, psikologis, sosial, dan yang dilembagakan di bumi ini dapat ditelusuri kembali ke sumbernya: identitas.”

Dan semua definisi identitas itu dimasukan dalam ihwal politik, maka menjelma menjadi politik identitas. Lalu setiap orang –maupun partai politik-- memiliki politik identitasnya masing-masing. Ini adalah nilai kodratik.

Tetapi takala nilai kodratik tersebut dieksploitasi, dipolitisir, sehingga kadar porsi politik identitas melebihan dosis sehat –karuan saja berbahaya buat keutuhan bangsa ini.

Sejarah mengerikan ini pernah terjadi dalam dinamika demokrasi Indonesia, yang mana takaran politik identitas sudah kelebihan dosis mewarnai Pemilu 2014.

Dalam pesta demokrasi tersebut tampak ada kelompok yang menggunakan politik identitas untuk mendapat dukungan –baik menggunakan isu, ras, agama, maupun suku. Kemudian pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, dan pada tahun 2019, politik identitas juga dimainkan.

Apakah pada Pemilu 2024 politik identitas juga dimainkan? Persoalannya, dalam konteks kontestasi politik praktis, penggunaan politik identitas dianggap salah satu cara politikus dalam meraih simpati masyarakat.

Deteksi dini ancaman

Bagaimanapun ketika identitas dipolitisasi sebagai alat perlawanan, yang secara ekstrem direpresentasikan bertujuan mendapatkan dukungan dari orang-orang yang merasa “sama” –baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen lainnya, jelas ia memakai cara-cara teror.

Semula cara-cara teror ini dipakai dengan cara kasat mata, antara lain meledakan bom (bunuh diri), kemudian masuk ke cara-cara halus yang sifatnya konstitusional.

Maka jelas ini adalah sebuah ancaman –sebuah usaha yang bersifat mengubah atau merombak kebijaksanaan secara konsepsional dari sudut politis.

Bentuk ancaman ini perlu mendapat perhatian, karena semua ancaman yang ditujukan terhadap semua bidang kehidupan masyarakat, apapun macam dan bentuknya, sekecil apapun itu tidak boleh diremehkan.

Hal ini perlu ditegaskan, lantaran pada umumnya secara tradisional yang dianggap ancaman hanyalah ancaman yang bersifat fisik militer dan dari luar.

Padahal, orientasi politik yang pada ujungnya mengubah ideologi Pancasila secara pelan-pelan dan halus pun adalah ancaman yang bisa ada dalam dinamika politik. Terlebih BNPT telah memberitahukan ada pihak yang terafiliasi kelompok terorisme masuk menjadi anggota partai politik (parpol).

Ancaman ini punya misi sasaran utama, antara lain, mengolah kelemahan atau kerawanan yang terdapat dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam. Apabila lawan berhasil mengeksploitasi kerawanan ini, maka akan sangat merosotlah pertahanan nasional Indonesia.

Soalnya dari sini setiap kerawanan di dalam masyarakat kita dapat dijadikan sistem senjata sosial lawan, jadi jangan berpura-pura tidak melihat kerawanan tersebut.

Di dalam kondisi semacam ini, bersamaan pula muncul politik identitas. Dan politik identitas ini selalu punya ambisi opini publik yang menekankan bahwa orang yang tidak beridentitas, tidak boleh jadi pemimpin.

Ini semacam meniadakan kaum minoritas mempunyai hak yang sama dalam pemilihan untuk menjadi pemimpin.

Cara-cara atau strategi politik identitas ini, oleh karenanya fokus pada perbedaan untuk terus diperuncing. Dan selalu mempersulit memperkuat persamaan dan kebersamaan. Pemanfaatan ikatan primordial senantiasakan dirayakan sebagai dasar-dasarya.

Pancasila menolak politik identitas

Oleh karena itu politik identitas bertentangan dengan Pancasila. Pada sila ketiga, Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Bangsa besar ini memiliki lebih dari 300 kelompok etnik dan terdapat 1.340 suku bangsa teramat sangat membutuhkan persatuan, dan pengakuannya tertuang dalam Bhinneka Tunggal Ika.

Ideologi Pancasila berperan penting melawan politik identitas, karena Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang mampu memfilter politisasi isu ras dan agama.

Dengan demikian ini bisa dijadikan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Perspektif politik juga diakomdasi dalam Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, ini menjadi falsafah transendensi yang memperkuat jaminan hak seseorang untuk berpolitik dalam menghormati perbedaan agama.

Begitu pula dalam sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah sukma kiprah berpolitik agar berpolitik tidak menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan, dan sekaligus mempedomani bila berpolitik tidak kehilangan martabat.

Adapun sila ketiga, Persatuan Indonesia, menjadi pedoman politik agar memandang perbedaan dari segi suku, ras, etnis maupun agama demi menghindari terjadinya perpecahan.

Sedangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan menjadi sumber bijaksana pimpinan politik.

Pimpinan politik yang demikian tentulah tidak diktator, arogan, dan superioritas. Inilah falsafah politik yang manusiawi.

Oleh karenanya pimpinan politik dari candradimuka ini, selain merepersentasikan bijaksana juga mampu memberikan keadilan, sebagaimana diamanatkan sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com