JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Namun demikian, 1 Syawal 1444 Hijriah belum ditentukan.
Penentuan 1 Syawal bakal diketok pemerintah melalui sidang isbat. Lantas, kapan sidang isbat penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah digelar?
Kementerian Agama (Kemenag) berencana menggelar sidang isbat penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri pada Kamis, 20 April 2023.
Baca juga: Ditanya Akan Lebaran di Mana, Jokowi: Sampai Saat Ini Saya di Jakarta dan Bogor
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, dalam kalender hijriah, tanggal 20 April 2023 merupakan tanggal 29 Ramadhan 1444 H.
“(Sidang) isbat (penetapan 1 Syawal 1444 H) itu tanggal 20 April, hari Kamis, tanggal 29 Ramadhan," kata Kamaruddin saat ditemui di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Dalam pelaksanaan sidang isbat, Kemenag akan bekerja sama dengan segenap ormas Islam dan lembaga terkait. Pemantauan hilal bakal dilakukan di 123 titik di seluruh penjuru Tanah Air.
Menurut Kemenag, ada potensi perbedaan awal bulan Syawal 1444 Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri tahun ini.
Pemerintah rencananya menggelar rukyatul hilal atau pengamatan hilal pada 20 April 2023 untuk menentukan 1 Syawal 1444 Hijriah.
Berdasarkan perhitungan ilmu astronomi, posisi hilal pada hari itu berada di ketinggian antara 1 sampai dengan 2 derajat di atas ufuk dengan sudut elongasi di bawah 3 derajat.Baca juga: Ramainya Pasar Grosir Tanah Abang menjelang Lebaran, Mobil Menumpuk di Lobi sejak Pukul 03.00 WIB
Posisi tersebut masih jauh di bawah kriteria baru visibilitas (imkan) rukyah menurut Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yaitu ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Sehingga, diperkirakan, pada hari pemantauan itu hilal belum terlihat.
"Berdasarkan posisi hilal tersebut akan dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam penetapan awal Syawal 1444 H karena pada hari itu hilal kemungkinan besar belum dapat dilihat," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib kepada Kompas.com, Selasa (11/4/2023).
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat, 21 April 2023.
Penetapan itu tertuang dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2023 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah. Maklumat tersebut ditetapkan pada 21 Januari 2023 dan ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
“Tanggal 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023 Masehi,” demikian dikutip dari maklumat.
Menurut Haedar Nashir, dalam menetapkan Hari Raya Idul Fitri, Muhammdiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal.
“Muhammadiyah dengan metode hisab wujudul hilal dapat menetapkan puluhan tahun ke depan kapan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha terjadi," kata Haedar dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Jumat (7/4/2023).
Dengan begitu, Haedar melanjutkan, pihaknya sudah memiliki kepastian tanggal jauh sebelumnya seperti kegiatan sehari-hari yang mengikuti kalender.
“Tidak perlu H-1 yang sering tidak pasti dan membuat masyarakat atau umat menunggu dalam ketidakpastian," imbuh dia.
Baca juga: Jokowi Tidak Gelar Open House Lebaran Tahun ini
Meski ada potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, pemerintah meminta masyarakat tetap saling menghormati.
"Jadi kita masih menunggu hasil sidang isbat. Kita tahu di Indonesia ini kan, ya itulah Indonesia itu demokratis banget. Pemerintah memutuskan Lebaran besok, tapi ada (beberapa pihak) Lebaran besoknya lagi atau belum mengikuti pemerintah, enggak ada masalah," kata Kamaruddin Amin.
Menurut Kamaruddin, pemerintah juga menghargai segala perbedaan pendapat antarpihak. Sebab, Indonesia merupakan negara demokratis.
Baca juga: Bantu Polri, TNI Kerahkan 18.000 Prajurit untuk Pengamanan Mudik Lebaran
Hal ini, kata Kamaruddin, berbeda dari beberapa negara lain yang menganut keputusan hakim atau keputusan negara harus diikuti oleh semua pihak.
“Di Saudi atau di Malaysia atau di negara-negara lain karena ada kaidah agamanya istilahnya bahwa keputusan hakim, keputusan negara, itu menghilangkan perbedaan. Kalau negara sudah mutusin begitu, semua harus ikut. Itu kaidahnya," katanya.
"Tapi, karena kita bukan negara agama, kita negara demokrasi yang religius, ya kita enggak bisa maksa karena itu keyakinan," lanjut Kamaruddin.
(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Bagus Santosa, Novianti Setuningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.