Analis politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, upaya pembantukan koalisi besar berangkat dari sejumlah pertimbangan praktis untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Dalam kacamata para elite, kebutuhan koalisi besar ingin dilakukan atas dasar pertimbangan, pertama, perlunya calon presiden dan wakil presiden yang dapat melanjutkan agenda pembangunan Pak Jokowi di periode berikutnya," kata Aditya kepada Kompas.com, Minggu (9/4/2023).
Aditya juga melihat bahwa para elite politik ini butuh memenangi Pilpres 2024 melalui sosok-sosok yang punya elektabilitas moncer.
"Sehingga, ada peluang agar pelaksanaan pilpres hanya dilakukan satu ronde saja. Argumennya tentu terkait dengan efisiensi anggaran pemilu," ujar Aditya.
Baca juga: Prabowo Ngobrol dengan Puan di HUT TNI AU, PDI-P Ajak Gerindra Bertemu
Sejauh ini, angin tampak bertiup ke arah Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan RI yang dikesankan diberi endorsement politik dari Jokowi, selain juga Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P.
Dua sosok ini memang menjadi langganan tiga besar politikus dengan elektabilitas tertinggi selain mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang telah didukung Nasdem, PKS, dan Demokrat.
"Namun demikian, faktor capres dan cawapres dalam penentuan dan kepastian koalisi besar ini adalah penting," ujar Aditya.
"Tidak mudah mencocokkan figur capres dan cawapres dengan peluang keterpilihan yang baik berdasarkan hasil banyak survei yang ada," ia melanjutkan.
Soal sosok capres yang kemungkinan diusung koalisi besar ini--seandainya jadi terbentuk--menjadi tantangan tersendiri sebab ada kans PDI-P turut bergabung.
PDI-P dianggap memiliki nilai tawar yang paling kuat sebagai partai politik pemenang Pemilu 2019 dan bisa mengusung capres-cawapresnya sendiri.
"Ganjar untuk disandingkan dengan cawapres siapa pun yang populer, tentu punya peluang bagus karena elektabilitas Ganjar tinggi. Masalahnya di dalam PDI-P belum ada putusan dari kedua nama tersebut yang akan resmi dicalonkan," ucap Aditya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.