Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Bicaranya "Begini", Maksudnya "Begitu"

Kompas.com - 07/04/2023, 05:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENCLA-mencle” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tersebut berarti tidak dapat dipercaya atau bicaranya tidak bisa dipegang sama sekali.

Lain lagi menurut penuturan mendiang simbah saya, “esuk dele, sore tempe”. Makna kalimat Bahasa Jawa itu, pagi berwujud kedelai dan sore berupa tempe mengandung pengertian inkonsistensi. Berubah pendapat atau mengingkari janjinya sendiri.

Mencermati fenomena terkiwari, baik di tataran elite nasional hingga pejabat di bawahnya sepertinya memang gejala “mencla-mencle” sudah menjadi tabiat.

Bahkan di kalangan masyarakat kita sampai ke anak muda pun, “esuk dele sore tempe” adalah hal yang mulai dibiasakan.

Seorang menteri di kabinet sekarang ini pernah berujar kalau generasi muda masa kini dan di masa depan dipastikan akan menjadi penyedia dan ahli dalam hal teknologi digital.

Lebih lanjut sang menteri bertitah, generasi muda tidak hanya menggunakan edukasinya untuk mereka seorang diri, tapi juga bisa mentransfer ilmu mereka kepada generasi mendatang dan jelas ini menjadi titik bahwa anak muda sangat memainkan peranan penting dalam mencapai transformasi digital global (Antaranews.com, 23 April 2022).

Mungkin saja sang kepala kementerian itu paham betul untuk kemajuan teknologi digital dalam kehidupan yang serba canggih ini, dibutuhkan proyek pembangunan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dengan anggaran tambun.

Tidak itu saja, mega proyek tersebut dilengkapi dengan pengerjaan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).

Kini sang menteri, berada di pusaran kasus rasuah dan konon disebut meminta upeti rutin setengah miliar rupiah saban bulannya dari para kontraktor.

Sang adik kandung menteri malah ikut “cawe-cawe” di proyek tersebut (Tempo.co, 30 Maret 2023). Bicaranya seolah-olah mengerti kebutuhan anak muda, tetapi ternyata ada “udang” di balik “rempeyek”.

Seorang anak muda yang “ngebet” jadi pemimpin negeri melaporkan kalau kondisi kehidupan sekarang semakin sulit.

Harga sembako semakin mahal, biaya pendidikan yang tinggi hingga banyak guru honorer yang tidak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri sipil.

Mungkin saja sang calon pemimpin nasional ini kurang jauh “pikniknya”. Dulu sebelum Jokowi memimpin, kondisi seperti itu juga sudah meruyak di era pemimpin lama.

Justru harusnya sang anak muda tersebut menyampaikan dengan data sehingga bisa membandingkan dengan adil.

Kita tidak bisa mengingkari, pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan segala sendi kehidupan berhasil selamat kita lalui.

Bangsa ini tetap tegak berdiri walau sempat “sempoyongan”. Negara-negara lain seperti Srilanka, Bangladesh, Malaysia bahkan Turki sekalipun malah collaps akibat hantaman Corona.

Saya tidak bisa membayangkan andai pageblug Covid-19 terjadi di era ayahnya anak muda itu memimpin negeri ini. Apa bisa sesanggup seperti era sekarang ini?

Memang di setiap era kepemimpinan tidak ada yang seratus persen sempurna. Akan lebih bijak jika bisa memandang semua persoalan dengan adil dan obyektif.

Minta jujur padahal korupsi

Seorang kepala daerah di Kalimantan Tengah meminta jajarannya untuk bekerja dengan rasa penuh tanggungjawab. Bahkan sang pemimpin daerah itu dengan lantang menggarisbawahi soal kepemimpinan yang sangat membutuhkan kemampuan individu.

Tolok ukurnya bukan gelar strata pendidikan, tetapi nilai dan kemampuan individu yang mumpuni melayani masyarakat (Antaranews.com, 11 Maret 2023).

Tidak berselang beberapa hari, sang kepala daerah itu lengkap dengan istrinya yang anggota Dewan yang terhormat malah secara tidak terhomat “dicokok” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menemukan beberapa alat bukti penguat kalau sang kepala daerah dan istrinya itu memaksa anak buahnya untuk memberi setoran.

Sang suami mempermainkan prosedural perizinan agar bisa menangguk fulus untuk pembiayaan maju sebagai calon gubernur, sementara sang istri menjadikan kepala dinas sebagai penyedia kebutuhan untuk kampanye dirinya menjadi wakil rakyat di Senayan.

Tidak tanggung-tanggung, sepasang suami istri itu meraup Rp 8,7 miliar dari praktik korupsi (Bbc.com, 30 Maret 2023).

Apa yang dikatakan kepala daerah di atas, begitu kontras dengan kenyataan yang dialaminya. Alih-alih menjadi pelayan masyarakat, tetapi nyatanya malah para kepala dinas menjadi pelayan sang suami istri berjiwa penyamun itu.

Sekali lagi, kejadian “mencla-mencle” atau “esuk dele sore tempe” mengingatkan kita kepada jargon kampanye di masa silam yang kerap wira-wiri di layar kaca.

Iklan “Katakanlah Tidak Pada Korupsi” ternyata semacam membawa karma, entah dari para pemeran iklannya atau pada mereka yang terjerat kasus-kasus rasuah. “Katakan Tidak Pada Korupsi” nyata senyatanya adalah “Katakan Tidak, Padahal Korupsi”.

Seorang anggota Dewan yang terhormat malah tidak terpuji betul ketika untuk urusan sarung memaksa dirinya meminta sedekah kepada direktur badan usaha milik negara.

Seperti tidak ada malunya, permintaan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat yang diliput media sehingga rekaman tayangannya bisa disaksikan publik.

Dengan pendapatannya sebagai anggota Dewan, rasanya tidak mungkin anggota Dewan sampai minta sedekah sarung karena tidak sanggup membeli sarung.

Kalaupun sarung bermerek gajah duduk berharga mahal, setidaknya sang anggota Dewan tersebut bisa beli dengan merek lain seperti sarung merek burung emprit jogging yang berharga murah.

Saya masih bisa melacak jejak digital anggota Dewan itu ketika berkunjung ke daerah pemilihannya, dirinya kerap memberi motivasi kepada anak-anak muda.

Dirinya berjanji akan memperjuangkan anak-anak warga yang sedang kuliah agar bisa mendapat beasiswa, mengusahakan anggaran untuk pembuatan lapangan olahraga dan pengadaan motor sampah (Tribatranews.polri.go.id, 27 Juli 2017).

Tidak bisa belanja padahal harta berjibun

Beberapa hari sebelum ditahan KPK, seorang pegawai pajak yang sempat ketahuan memiliki uang kontan Rp 37 miliar di dalam safe deposit box serta agregat kumulatif perputaran transaksi uangnya mencapai Rp 500 miliar mengeluh “ngenes”.

Di tayangan stasiun tivi swasta, dirinya mengeluh tidak sanggup memberi tunjangan untuk para pegawainya.

Istrinya yang pernah memiliki 62 tas bermerek mahal dan harganya dari puluhan hingga ratusan juta rupiah per buahnya juga dikeluhkan tidak bisa lagi membiayai belanjar dapur.

Derita ayah yang anaknya malah membikin derita seumur hidup anak orang lain, malah mengungkapkan dengan penuh keyakinan soal asal-usul uang kontan yang jumlahnya bikin orang sekabupaten kesulitan menghitung jumlahnya dengan benar.

Mulai dari menjual tanah warisan, lalu nilainya berlipat-lipat hingga berkerut tebal sehingga harganya mahal. Lainnya, menjual tanah yang lain serta dialihkan ke saham dan harganya menjadi fantastis.

Dari semua alasan itu, kita lalu diajak mahfum kalau sang pegawai pajak itu terpaksa menyimpan uang sebenyak itu agar istri dan anaknya tidak tahu.

Sebab kalau tahu, istrinya pasti akan beli tas mahal lagi dan anaknya akan menambah jumlah kepemilikan Jeep Rubicon atau motor gedenya.

Saya semakin yakin mengapa grup-grup pengocok perut seperti Srimulat, Warkop DKI, Kuartet S, Bagito, 4 Sekawan, Teamlo, Patrio, D’Bodors atau Jayakarta misalnya, semakin surut pamornya.

Mereka ini semua kalah “lucunya” dengan pejabat-pejabat yang keluarganya ketahuan “flexing” hartanya ke media sosial.

Seorang pejabat daerah begitu kokoh berkilah kalau ulang tahun anaknya bukan digelar di hotel, tetapi di salah satu toko yang namanya mirip dan identik dengan hotel mewah.

Untuk membantah kalau istrinya tidak memiliki tas mahal yang asli, sang suami dengan semangat 45 menjelaskan kalau istrinya hanya membeli tas KW di toko di Mangga Dua, Jakarta.

Soal sepeda mahal yang dipertontokan istrinya, itu hanyalah sepeda pinjaman dari teman istrinya.

Demikian juga untuk tuduhan pelesir ke negeri jiran, istrinya rela berhemat agar bisa melancong. Kalaupun terlihat di restoran mahal Salt Bae, itu hanya gaya-gayaan saja.

Dalam suatu kesempatan, pejabat di daerah kaya minyak ini pernah menghimbau kalangan muda untuk menggalakkan budaya menabung sejak dini.

Menurutnya, menabung sejak dini merupakan gaya hidup hemat dan tidak boros. Menyisihkan setiap uang yang dimiliki untuk menggapai cita-cita dan tabungan ilmu yang tidak tergantikan bagi masa depan anak-anak (Tanamonews.com, 22 Agustus 2022).

Demikian pula halnya dengan ulah istri penjabat bupati di sebuah daerah kaya tambang, sang suami pun gagah perkasa membela kebenaran versinya.

Istrinya yang berlenggak-lenggok bak peragawati “kesiangan” hanyalah memanfaatkan kunjungan dinas suaminya ke luar negeri.

Ternyata dari laporan netizen dan video rekaman kegiatan penjabat bupati yang beredar di media sosial, kerap gaya hedon sering dipamerkan oleh suami istri itu.

Uniknya, beberapa hari yang lalu di tengah masih viralnya video-video flexing istri dan dirinya malah sang penjabat bupati ini masih sempat memberikan motivasi kepada jajarannya.

Dirinya meminta seluruh aparatur sipil negara di daerahnya untuk memberikan kinerja yang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat demi kemajuan daerah.

Jika motivasi para bawahannya begitu tinggi, dirinya yakin daerah akan lebih maju dan berkembang seperti kabupaten lainnya (Kendaripos.fajar.co.id, 30 Maret 2023).

"Lakukan yang terbaik karena diri kita bukan hanya untuk kita, ada keluarga kita dan juga ada orang-orang di sekeliling kita. Kalau kita melakukan yang terbaik, Insya Allah semua akan terdampak apa yang kita lakukan." – Hj Eva Dwiana.

Boleh jadi Wali Kota Bandar Lampung itu mengingatkan dirinya ataupun kolega-koleganya di pemerintahan pusat atau daerah untuk selalu bekerja dengan benar dan tidak “mencla-mencle”. Tidak lagi “esuk dele sore tempe” tetapi berkhidmat untuk kemaslahatan umat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com