JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan, seluruh tindakan yang dilakukan pihaknya dalam penyampaian hasil temuan selalu dilakukan berdasarkan aturan dan koridor hukum yang berlaku.
Hal itu disampaikan Ivan menanggapi adanya rencana Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) yang bakal melaporkan pimpinan PPATK ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pekan depan.
Pelaporan ini disampaikan MAKI menindaklanjuti pernyataan Anggota Komisi III DPR dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan PPATK terkait transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).
Baca juga: MAKI Akan Laporkan PPATK ke Polisi soal Data Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun
Dalam rapat tersebut, salah seorang Anggota Komisi III menilai ada potensi pidana lantaran PPATK telah membocorkan dokumen tindak pidana penucucian uang (TPPU) yang akhir-akhir ini jadi perbincangan publik.
“Kami tetap menjaga akuntabilitas, integritas dan independensi dalam menjalankan tugas, fungsi serta kewenangan kami. Termasuk pada kasus-kasus yang menjadi perhatian publik,” kata Ivan kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2023).
“Semua dilakukan sesuai koridor hukum yang menjadi dasar pijakan kami selama ini,” ucap Kepala PPATK itu.
Kendati demikian, Ivan tetap menghormati berbagai pandangan dari berbagai kalangan masyarakat. Termasuk upaya MAKI melaporkannya ke Bareskrim Polri.
Baca juga: Imbas Laporan Rp 349 T, Mahfud Dicurigai Arteria Dahlan, PPATK Bakal Dipolisikan MAKI
Menurut dia, pandangan dan sikap dari berbagai lapisan masyarakat merupakan bentuk pastisipasi terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM) yang dilakukan PPATK.
“Terima kasih setulus-tulusnya kepada segenap lapisan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan atas perhatiannya kepada kami,” kata Ivan.
“Tentunya kami membutuhkan partisipasi tersebut untuk menjadi semakin kuat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU-TPPT-PPSPM di Indonesia,” tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengeklaim tindakannya melaporkan PPATK justru merupakan upaya untuk "membela" PPATK.
MAKI, disebut Boyamin, ingin memastikan kepada polisi bahwa tindakan PPATK justru sudah benar. Boyamin mengaku memakai "logika terbalik" dalam membela PPATK.
"Kalau ini dikatakan tidak benar oleh DPR, maka saya mencoba dengan logika terbalik mengikuti arusnya DPR dengan melaporkan kepada Kepolisian dengan dugaan membuka rahasia sebagaimana Undang-Undang yang mengatur PPATK dan itu diancam pidana," papar Boyamin kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2023).
"Nanti saya akan minta kepolisian memanggil teman-teman DPR yang mengatakan pidana dan ini disertai dengan (data) yang mestinya DPR bisa sampaikan ke Kepolisian," ujar dia.
Koordinator MAKI ini pun meyakini bahwa apa yang dilakukan PPATK tidak termasuk pelanggaran hukum pidana. Sebab, yang disampaikan adalah PPATK adalah hal yang global, tidak orang per orang dan tidak ada yang dirugikan satu orang pun.
"Inilah bentuk logika terbalik saya, kemudian jika nanti kepolisian menyatakan tidak ada pidana apa yang dilakukan PPATK maka apa yang dikakukan PPATK itu benar," kata Boyamin.
Dilansir dari Kompas TV, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan memperingatkan soal dadanya ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi pelanggar pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen tentang TPPU.
Arteria Dahlan memperingatkan ketentuan adanya ancaman pidana kepada setiap orang, tak terkecuali kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Baca juga: Momen 8 Menit PPATK Jelaskan ke DPR soal Heboh Rp 349 Triliun Transaksi Janggal di Kemenkeu
Diketahui, Mahfud MD sempat mengatakan ada temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023 dalam konferensi pers pada Pada Jumat (10/3/2023). Mahfud menyebut transaksi itu terindikasi ada dugaan TPPU.
Selain Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3/2023) juga memaparkan 300 adanya surat PPATK prihal nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.
“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Arteria mengatakan ada sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut, yakni dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
“Ini serius. Nanti teman-teman, kita (anggota Komisi III DPR) akan ada sesi berikutnya untuk klarifikasi,” ucap Arteria.
Adapun peraturan yang dibahas oleh Arteria adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU itu disebutkan, bahwa pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU 8/2010 wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut UU 8 tahun 2010.
Dalam Pasal 11 Ayat (2), tercantum bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.