JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pemeriksaan harta kekayaan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berangkat dari semangat membersihkan oknum yang terindikasi melakukan korupsi.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menilai, adanya oknum yang terindikasi korupsi tersebut sedianya tak menjadi alasan warga tidak membayar pajak.
“Oknum itu harus dibersihkan, tetapi jangan bilang kita berhenti bayar pajak. Tidak boleh,” kata Pahala saat ditemui awak media di Gedung Kemenpan-RB, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Surya Paloh Heran, Meski Ada KPK, Indeks Persepsi Korupsi Menurun
Pahala menekankan bahwa semua orang harus menunaikan kewajibannya dengan membayar pajak.
“Kalau enggak mau bayar pajak ya jangan di Indonesia, begitu saja,” ujar Pahala.
Pahala mengatakan, pada Selasa dan Kamis pekan depan, Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Timur Wahono Saputro akan ke Gedung KPK.
Keduanya akan dimintai keterangan seputar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mereka.
“Selasa-Kamis. Terbalik-baliklah, mana yang Selasa mana yang Kamis, saya lupa,” tutur Pahala.
Adapun data 134 pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup diserahkan ke pihak Inspektorat hari ini.
Baca juga: 53,46 Persen Pejabat Kemendagri Belum Lapor LHKPN
Menurut Pahala, pegawai Ditjen Pajak memiliki saham di perusahaan bukanlah kesalahan karena tidak dilarang oleh undang-undang.
Namun, KPK perlu mendapatkan penjelasan dan tindak lanjut dari Kementerian Keuangan mengenai kepemilikan perusahaan itu.
“Ini kan umumnya atas nama istrinya, perusahaan apa itu, ada kaitannya tidak dengan jabatan mereka? Kalau ada kaitannya kan ini ada konflik kepentingan nanti di situ. Itu yang kita akan sampaikan,” ujar Pahala.
Adapun Ditjen Pajak serta Bea dan Cukai Kemenkeu menjadi sorotan karena beberapa pejabatnya kedapatan memamerkan gaya hidup mewah di media sosial.
LHKPN sejumlah pejabat pun diulik oleh publik dan diviralkan.
Aduan terbuka oleh publik itu kemudian ditindaklanjuti KPK dengan melakukan klarifikasi asal usul harta kekayaan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.