Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Proporsional Terbuka Dinilai Tak Ramah Buat Psikologi Pemilih

Kompas.com - 10/03/2023, 18:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA. KOMPAS.com - Sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional terbuka yang saat ini tengah dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak ramah terhadap psikologi calon pemilih.

Menurut pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, sistem pemilu yang diterapkan saat ini terlampau rumit bagi masyarakat.

Kerumitan itu bisa dilihat dari teknis penyelenggaraan, jumlah peserta, model surat suara, hingga mekanisme penghitungan suara.

"Saya sebagai psikolog politik melihat orang enggal mungkin memilih opsi yang ajeg kalau pilihannya banyak. Kan sekarang setiap Pemilu partainya banyak, calegnya banyak. Manusia itu hanya bisa membedakan maksimal 3 atau 4 pilihan. Itu sudah paling baik. Makanya menurut saya, pemilu kita tidak ramah dari sisi psikologi voter (pemilih)," kata Hamdi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/3/2023).

Baca juga: Di Sidang MK, Yusril: Sistem Proporsional Terbuka Bikin Parpol Jagokan Kader Partai Lain

Hamdi menilai, sistem kepartaian yang ada membuat masyarakat semakin bingung menentukan pilihan.

Penyebabnya, kata Hamdi, tidak ada partai yang benar-benar teguh menampilkan ciri ideologinya sehingga yang terjadi masyarakat hanya memilih sosok politikus yang populer dan dekat dengan mereka, bukan kader yang dibina dengan pemahaman ideologi partai.

"Kalau dibuka terus seperti ini, partai semakin banyak semakin enggak jelas ideologinya. Kalau bisa dikerucutkan saja jadi 4 atau 5 partai. Caranya apa? Naikkan saja parliamentary threshold. Pasti nanti banyak yang akan menggabungkan diri. Dengan begitu nanti akan muncul ciri ideologi partainya," ucap Hamdi.

Hamdi juga menilai dengan sistem multipartai ekstrem seperti saat ini hanya membuat pemilihan umum sekadar pesta demokrasi tanpa nilai ideologi yang diperjuangkan.

Baca juga: Yusril: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lemahkan Parpol secara Struktural

"Kampanye dalam demokrasi itu kan pertarungan untuk memenangkan gagasan atau ide terhadap calon pemilih. Kalau ideologi saja enggak ada apa yang mau dimenangkan? Jadinya pemilu ya cuma pesta-pesta saja. Ramai iya, tapi enggak enggak ada yang diperjuangkan," papar Hamdi.

"Sekarang kalau di satu daerah pemilihan ada lebih dari 10 calon legislatif, semuanya kampanye, janjinya mirip-mirip. Rakyat mesti pilih siapa? Pasti yang populer kan. Yang suka ngasih sembako misalnya. Padahal ada kader yang bagus, pemahaman ideologi baik, tetap kalah sama yang populer," ucap Hamdi.

Menurut Hamdi, dengan kondisi seperti saat ini juga membuat sistem pemilu proporsional terbuka semakin rumit.

"Jadi sebenarnya cara untuk calon legislator dihargai hak-haknya dipermudah, sementara calon pemilih tidak dihargai haknya untuk memilih tanpa kerumitan," ucap Hamdi.

Baca juga: Tanggapi Yusril, PPP: Enggak Ada Parpol Murni Jualan Ideologi...

Hamdi mengatakan, dari hasil penelitian Laboratorium Psikologi Politik UI terungkap hanya 4 ideologi itu yang hidup di masyarakat Indonesia.

Ideologi yang hidup di masyarakat menurut penelitian itu adalah nasionalisme-sosialisme, nasional demokrat, pro ekonomi atau pasar bebas, dan agamis atau kelompok Islam.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyatakan saat ini di Indonesia hanya ada 2 partai ideologis.

Halaman:


Terkini Lainnya

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com