Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kasus Satelit Kemenhan, Saksi Sebut Tak Tahu Ada SK Menhan soal Pengadaan Satelit

Kompas.com - 09/03/2023, 22:20 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak tujuh orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa koneksitas mengaku tidak mengetahui adanya Surat Keputusan (SK) Menteri Pertahanan (Menhan) terkait pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI.

Hal itu terungkap ketika Koordinator tim penasihat hukum Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan Kemenhan periode Desember 2013-Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Tito Hananta menanyakan proses pengadaan satelit yang diklaim terjadi lantaran ada SK Menteri Pertahanan.

Tujuh saksi yang dihadirkan dalam kasus ini adalah pegawai yang bekerja di PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Perusahaan ini merupakan agen sewa satelit floater yaitu Satelit Artemis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Avanti Communication Limited.

Mereka adalah Okki setya Dharma, Catur wibowo Mudjijono, Arrian kurniawan, Thomas Widodo, Samuel Budi Ishak, Alex Kurniadi Anwar, Julia Lukman, dan Roland Adrie Cia Sunarsa.

Baca juga: Sidang Kasus Satelit Kemenhan, Saksi Sebut Pengadaan Satelit Disetujui di Era Jokowi

“Kepada para saksi, apakah saksi tahu atau pernah mendengar atau pernah saat diperiksa oleh penyidik koneksitas atau pada saat pemeriksaan di BPKP dijelaskan bahwa ada Keputusan Menteri Pertahanan Nomor 2069 tahun 2017 tanggal 15 Desember 2017 tentang penetapan penyedia jasa penyewaan satelit slot orbit GSO 123 dan pendukungnya?” kata Tito dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

“Intinya memutuskan satu, menunjuk Avanti Communication Limited Inggris sebagai penyedia. Dua, metode pemilihan calon penyedia jasa menggunakan penujukan langsung mengingat keterbatasan penyedia jasa sewa satelit yang sesuai dengan kebutuhan pada slot orbit GSO 123 bujur timur, di sini yang ditunjuk adalah Avanti Communication Limited English sebagai penyedia dan tidak ada sama sekali penyebutan PT DKN?” ujarnya lagi.

“Saya tidak tahu,” jawab Thomas Widodo yang merupakan Direktur Utama PT DNK.

“Saksi berikutnya?” kata Tito bertanya pada saksi yang lainnya.

“Saya tidak tahu,” jawaban yang sama juga dilontarkan oleh enam saksi lainnya.

Baca juga: Kasus Satelit di Kemenhan, Warga Negara AS Didakwa Rugikan Negara Rp 453 Miliar

Ditemui usai persidangan, Tito Hananta mengklaim, tindakan Agus Purwoto menandatangani kontrak pengadaan satelit hanya menjalankan SK Menteri Pertahanan Nomor : KEP/2069/M/XII/2017 Tentang Penetapan Penyedia Jasa Penyewaan Satelit Slot Orbit GSO 123 BT dan Pendukungnya.

Oleh sebab itu, pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan Kemenhan semata-mata diskresi terhadap adanya SK Menhan tersebut.

Tito kemudian mengaku bingung dengan dakwaan jaksa koneksitas yang menyebutkan bahwa beberapa pejabat PT DNK yang menjadi terdakwa dalam kasus ini telah menimbulkan kerugian negara akibat pengadaan satelit tersebut.

“Bahwa yang ditunjuk dengan SK Menteri Pertahanan ini adalah Avanti Communication Limited di London, bukan PT DNK, di mana letak melawan hukumnya,” kata Tito.

Baca juga: Jaksa: Proyek Satelit Kemenhan Rugikan Negara Rp 453 Miliar

Tim penasihat hukum Agus Purwoto lainnya, Akmal Hidayat mengatakan, saksi yang dihadirkan jaksa koneksitas tak ada kaitannya dengan perkara yang didakwakan.

“Tujuh orang saksi yang dihadirkan jaksa tidak ada yang kenal dengan Pak Agus Purwoto. Tim penasehat hukum fokus untuk membuktikan Pak Agus tidak bersalah,” kata Akmal.

Dalam kasus ini, Agus Purwoto didakwa bersama Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna dan Direktur Utama PT DKN, Surya Cipta Witoelar, serta  Warga Negara Amerika Serikat (AS) yang bekerja sebagai Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony Van Der Heyden telah menimbulkan kerugian kerugian negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI tahun 2015.

Dugaan kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.

Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto disebut jaksa diminta oleh Thomas Anthony Van Der Heyden, Arifin Wiguna, dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Floater, yaitu Satelit Artemis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Avanti Communication Limited meskipun Sewa Satelit Floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan

Baca juga: Eks Dirjen Kemenhan Tak Ajukan Eksepsi di Sidang Kasus Pengadaan Satelit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com