JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Perempuan Menggugat menggelar aksi dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2023 kemarin, Rabu (8/3/2023) di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat.
Tidak dengan tangan kosong, ratusan massa aksi membawa sebanyak 11 tuntutan yang menekankan peninjauan dan penolakan terhadap regulasi yang dianggap merugikan perempuan.
"Kita harus melihat itu secara interseksional bahwa penindasan yang terjadi hari ini memang diciptakan oleh negara untuk menindas perempuan," ujar Staf Kampanye Solidaritas Perempuan Annisa Fadhilah saat dikonfirmasi pada Rabu, (8/3/2023).
Baca juga: Peringati Hari Perempuan Internasional, Massa Tuntut DPR Sahkan RUU PPRT
Adapun 11 tuntutan yang dilayangkan kepada negara oleh Perempuan Menggugat adalah sebagai berikut:
1. Menghapuskan segala bentuk ketidakadilan, penindasan, pemiskinan, dan kekerasan perempuan akibat sistem patriarkis.
2. Mengakui, menghormati, melindungi dan memulihkan rakyat termasuk hak perempuan atas kerja layak, perlindungan sosial termasuk kesehatan dan pendidikan, kebebasan berekspresi, pengelolaan sumber-sumber agraria dan lingkungan hidup.
3. Menjadikan kepentingan perempuan sebagai agenda penting dalam merumuskan berbagai kebijakan, peraturan, dan program pemerintah ke depan.
4. Menghentikan eksploitasi hak suara perempuan untuk kepentingan kuasa politik dalam politik prosedural, dan menjalankan demokrasi substansial.
5. Menghentikan liberalisasi agraria dan berbagai solusi palsu ketimpangan dan ketidakadilan agraria dan lingkungan dengan menjalankan reforma agraria sebagai basis pembangunan nasional.
6. Mencabut Perppu Cipta Kerja dan berbagai kebijakan turunannya, serta peraturan bermasalah lainnya yang mencabut hak-hak perempuan dari sumber-sumber kehidupannya, dan memperburuk krisis iklim.
Baca juga: Saat Aliansi Suara Perempuan Turun ke Jalan, Perjuangkan Cuti Haid Tanpa Syarat...
7. Mengesahkan RUU PPRT dan berbagai kebijakan yang berpihak pada perempuan petani, buruh, nelayan, perempuan adat, masyarakat miskin pedesaan dan perkotaan, serta kelompok rentan lainnya.
8. Membatalkan kebijakan yang mengancam kebebasan berekspresi dan pers, seperti UU ITE dan KUHP yang berpotensi melanggar hak kesehatan reproduksi dan mencerabut ruang hidup perempuan.
9. Membatalkan RUU Energi Baru dan Terbarukan karena melanggengkan solusi palsu krisis iklim, yang akan berdampak pada kehidupan perempuan.
10. Bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu, menghentikan kriminalisasi dan kekerasan terhadap perempuan pembela HAM, dan kejahatan kemanusiaan di Papua dan di seluruh pelosok negeri.
11. Mencabut kebijakan Qanun Jinayat di Aceh yang mendiskriminasi perempuan, dan Kepmenaker No.260/2015 yang mengeksploitasi perempuan buruh migran, serta kebijakan yang tidak berkeadilan gender.
Baca juga: Hari Perempuan Sedunia, PBB: Kesetaraan Belum Juga Merata
Meskipun tidak anarkis, barikade kawat berduri tetap dipasang di antara barisan massa aksi dan polisi yang berjaga.
Barikade tersebut ditujukan agar massa aksi tidak dapat menjangkau Istana Negara, tempat yang seharusnya massa aksi menyuarakan aspirasi mereka.
Massa aksi kemudian bubar sekitar pukul 17.00 WIB usai berbagai elemen masyarakat berorasi di atas mobil komando dan tidak ada respon yang baik untuk berorasi di depan Istana Negara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.