Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Perempuan Menggugat Negara, Bawa 11 Tuntutan di Hari Perempuan Internasional

Kompas.com - 09/03/2023, 12:49 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Perempuan Menggugat menggelar aksi dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2023 kemarin, Rabu (8/3/2023) di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat.

Tidak dengan tangan kosong, ratusan massa aksi membawa sebanyak 11 tuntutan yang menekankan peninjauan dan penolakan terhadap regulasi yang dianggap merugikan perempuan.

"Kita harus melihat itu secara interseksional bahwa penindasan yang terjadi hari ini memang diciptakan oleh negara untuk menindas perempuan," ujar Staf Kampanye Solidaritas Perempuan Annisa Fadhilah saat dikonfirmasi pada Rabu, (8/3/2023).

Baca juga: Peringati Hari Perempuan Internasional, Massa Tuntut DPR Sahkan RUU PPRT

Adapun 11 tuntutan yang dilayangkan kepada negara oleh Perempuan Menggugat adalah sebagai berikut:

1. Menghapuskan segala bentuk ketidakadilan, penindasan, pemiskinan, dan kekerasan perempuan akibat sistem patriarkis.

2. Mengakui, menghormati, melindungi dan memulihkan rakyat termasuk hak perempuan atas kerja layak, perlindungan sosial termasuk kesehatan dan pendidikan, kebebasan berekspresi, pengelolaan sumber-sumber agraria dan lingkungan hidup.

3. Menjadikan kepentingan perempuan sebagai agenda penting dalam merumuskan berbagai kebijakan, peraturan, dan program pemerintah ke depan.

4. Menghentikan eksploitasi hak suara perempuan untuk kepentingan kuasa politik dalam politik prosedural, dan menjalankan demokrasi substansial.

5. Menghentikan liberalisasi agraria dan berbagai solusi palsu ketimpangan dan ketidakadilan agraria dan lingkungan dengan menjalankan reforma agraria sebagai basis pembangunan nasional.

6. Mencabut Perppu Cipta Kerja dan berbagai kebijakan turunannya, serta peraturan bermasalah lainnya yang mencabut hak-hak perempuan dari sumber-sumber kehidupannya, dan memperburuk krisis iklim.

Baca juga: Saat Aliansi Suara Perempuan Turun ke Jalan, Perjuangkan Cuti Haid Tanpa Syarat...

7. Mengesahkan RUU PPRT dan berbagai kebijakan yang berpihak pada perempuan petani, buruh, nelayan, perempuan adat, masyarakat miskin pedesaan dan perkotaan, serta kelompok rentan lainnya.

8. Membatalkan kebijakan yang mengancam kebebasan berekspresi dan pers, seperti UU ITE dan KUHP yang berpotensi melanggar hak kesehatan reproduksi dan mencerabut ruang hidup perempuan.

9. Membatalkan RUU Energi Baru dan Terbarukan karena melanggengkan solusi palsu krisis iklim, yang akan berdampak pada kehidupan perempuan.

10. Bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu, menghentikan kriminalisasi dan kekerasan terhadap perempuan pembela HAM, dan kejahatan kemanusiaan di Papua dan di seluruh pelosok negeri.

11. Mencabut kebijakan Qanun Jinayat di Aceh yang mendiskriminasi perempuan, dan Kepmenaker No.260/2015 yang mengeksploitasi perempuan buruh migran, serta kebijakan yang tidak berkeadilan gender.

Baca juga: Hari Perempuan Sedunia, PBB: Kesetaraan Belum Juga Merata

Meskipun tidak anarkis, barikade kawat berduri tetap dipasang di antara barisan massa aksi dan polisi yang berjaga.

Barikade tersebut ditujukan agar massa aksi tidak dapat menjangkau Istana Negara, tempat yang seharusnya massa aksi menyuarakan aspirasi mereka.

Massa aksi kemudian bubar sekitar pukul 17.00 WIB usai berbagai elemen masyarakat berorasi di atas mobil komando dan tidak ada respon yang baik untuk berorasi di depan Istana Negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com