JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga para terpidana kasus klitih yang menewaskan anak anggota DPRD Kebumen di Gedongkuning, Yogyakarta pada 13 April 2022 merasa terintimidasi.
Penasehat Hukum (PH) keluarga terpidana, Arsiko Daniwidho mengatakan, intimidasi tersebut diterima keluarga saat polisi menyodorkan nama PH yang ditunjuk dari kepolisian.
Saat itu, keluarga menolak dan memilih penasehat hukum sendiri, salah satunya dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia.
"Masalah ganti PH, jadi waktu itu penyidik menyodorkan PH diajukan dari Polsek karena orangtua para tersangka tidak yakin nanti akan optimal kemudian mengganti salah satunya ke PBHI," ujar Arsiko saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Rabu (8/3/2023).
"Saat itu pula (keluarga) disalahkan (oleh aparat) kenapa harus ganti PH," sambung dia.
Baca juga: Orangtua Terdakwa Pelaku Klitih di Gedongkuning Yogyakarta Sampaikan Anaknya Tak Bersalah
Intimidasi tersebut juga dirasakan pihak keluarga terpidana karena aparat kepolisian sering terlihat berada di sekitar rumah terpidana.
Bahkan, ada beberapa polisi yang sengaja mendatangi orangtua terpidana untuk mencari informasi perlawanan hukum mereka.
"Ada beberapa kali ada oknum yang mengaku mendatangi rumah orangtua terpidana mencari informasi. Kami merasa terintimidasi itu," tutur Arsiko.
Karena intimidasi yang terus berlanjut ini, Arsiko berencana mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Akan tetapi, dia belum bisa memastikan kapan pengajuan perlindungan itu ia layangkan.
"Jelas (akan minta perlindungan), bahkan nanti putusan bebas saya pikir intimidasi pasti ada, kasus seperti ini kok sedemikian rupa rekayasanya," tutur Arsiko.
Baca juga: Orangtua Terdakwa Klitih yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Laporkan Hakim ke KY
Adapun kasus klitih itu terjadi di daerah Gedongkuning, Yogyakarta terjadi pada Minggu (13/4/2023).
Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, korban dihantam gir motor di bagian kepala yang menyebabkan luka fatal. Luka tersebut yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Polisi kemudian merilis penangkapan lima orang perlaku yang disebut terlibat dalam kasus itu, yaitu Ryan Nanda Syahputra (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20).
Dugaan salah tangkap dan disiksa polisi terkait penyiksaan aparat kepolisian dalam kasus klitih ini diketahui Komnas HAM dari aduan keluarga tersangka pada 8 Juni 2022.
Keluarga merasa ada kejanggalan dari penetapan tersangka karena dinilai ada dugaan kekerasan dan pemaksaan agar para tersangka mengaku sebagai pelaku. Beberapa kejanggalan diungkap oleh orangtua terdakwa Andi yang bernama Aan.
Ia mengatakan, anaknya bukanlah pelaku klitih di Gedongkuning yang menewaskan satu orang bernama Dafa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 yang diketahui anak anggota DPRD Kebumen.
"Anak kami bukan pelaku, anak kami juga korban. Korban ketidakadilan, korban salah tangkap, di sini kami orangtua melihat adanya dugaan rekayasa kasus," kata Aan saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat lalu (3/11/2022).
Baca juga: Waspada Klitih, Begini Tips Berkendara Aman di Malam Hari bagi Wanita
Aan menceritakan, dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus bermula saat anaknya dan 4 orang rekannya melakukan perang sarung di daerah Druwo, Jalan Prangtritis.
Perang sarung dilakukan oleh anaknya yang berinisial AD dengan kawan lainnya pada pukul 02.30 WIB.
"Pada saat yang bersamaan terjadi penganiayaan di Gedongkuning yang waktu itu viral pada tanggal 3 April 2022. Apalagi, di Gedongkuning berjarak sekitar 8 km," ucap dia.
Anaknya itu kemudian dijemput oleh polisi seminggu setelah kejadian penganiayaan di Gedongkuning, Kota Yogyakarta.
Namun, saat penjemputan, Aan merasa ada kejanggalan yakni dia tidak diperbolehkan untuk momotret surat penangkapan dari pihak kepolisian.
"Ketika saya foto tidak boleh begitu tetapi polisi seolah-olah kayak ada serah terima surat begitu. Saya difoto oleh polisi untuk dokumentasi, tapi ketika suratnya saya minta itu enggak boleh dan saya memang agak kurang tahu persis isinya," tutur dia.
Kejanggalan lain, menurut dia, yakni sang anak dibawa oleh polisi, dia diperbolehkan menyusul oleh polisi yang membawa anaknya.
Baca juga: Komnas HAM: Ada Dugaan Kekerasan oleh Polisi dalam Kasus Klitih Anak Anggota DPRD Kebumen
Satu jam setelahnya, Aan menyusul ke kantor polisi. Namun, saat dia menyusul justru diminta untuk pulang.
"Tapi oleh polisi disuruh pulang ya Itu polisi juga mengatakan 'Belum selesai Bu pemeriksaannya. Ibu pulang aja mungkin masih lama sampai tengah malam. Aman kok Bu, polisi zaman sekarang enggak kayak zaman dulu'," ucap dia menirukan perkataan polisi saat itu.
Anaknya ditangkap polisi pada 9 April 2022 malam, dia menyusul keesokan harinya ke kantor polisi dan dia kembali diminta untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah dia diberi 3 surat oleh polisi.
"Tengah malam polisi langsung memberi surat tiga macam. Surat pemeriksaan, surat penangkapan, surat penetapan tersangka dan penahanan," ujar dia.
Adapun kasus ini diputus di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Kelima terdakwa divonis 6-10 tahun penjara pada 8 November 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.