JAKARTA, KOMPAS.com - Mekanisme pengawasan melekat dinilai harus digencarkan buat mengawasi aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara negara supaya terhindar dari kepemilikan harta kekayaan yang tidak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth).
"Terapkan dan perketat saja pengawasan melekat. Jadi di antara mereka juga bisa mengawasi sesamanya. Kalau dalam pengawasan melekat itu sudah ditemukan bukti-bukti meyakinkan kalau kekayaannya diperoleh secara tidak wajar ya bisa dilanjukan ke tahap penyidikan," kata ahli hukum pidana Todung Mulya Lubis saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/3/2023).
Todung mengakui saat ini aparat penegak hukum tidak bisa serta merta menindak para pejabat publik yang mempunyai harta kekayaan di luar kewajaran.
Penyebabnya menurut dia karena delik itu saat ini belum diatur dalam undang-undang sehingga belum mempunyai sanksi pidana.
Baca juga: Terbukti Lakukan Pelanggaran Berat, Rafael Alun Trisambodo Bakal Dipecat Kemenkeu dari ASN
Jika hendak memasukkan delik kekayaan tak wajar ke dalam undang-undang, Todung mengakui hal itu membutuhkan upaya dan waktu yang tidak sebentar karena harus dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Panjang memang. Tapi kalau pemerintah mau, kita ini kan berniat hidup sederhana, solider, aturan-aturan yang ada dalam instansi mengenai tidak pedoman bersikap kan harus dilaksanakan. Tapi kan lebih bagus jika ada undang-undangnya," ucap Todung.
Diberitakan sebelumnya, harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar menjadi sorotan setelah anaknya, Mario Dandy Satrio (20) melakukan penganiayaan terhadap D (17), yang merupakan anak seorang pengurus GP Ansor.
Kebiasaan Mario memamerkan gaya hidup mewah melalui media sosial lantas terkuak oleh warganet.
Baca juga: Sri Mulyani Setujui Pemecatan Rafael Alun Trisambodo dari ASN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun menyatakan sudah mengendus transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003.
Temuan tersebut kemudian dituangkan dalam laporan hasil analisis (LHA) pada 2012 silam.
Rafael diduga menggunakan nominee atau menguasakan kepada orang lain untuk membuat rekening dan melakukan transaksi dengan nilai yang mencurigakan.
“Kan periode transaksi yang dianalisis itu 2012 ke belakang,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Belakangan, PPATK telah memblokir rekening sejumlah pihak, termasuk konsultan pajak, yang diduga menjadi kuasa Rafael Alun.
Ivan menyebut transaksi nominee itu cukup intens dengan jumlah yang besar.
PPATK juga menduga terdapat pihak yang berperan sebagai pencuci uang profesional (professional money launderer/PML) di balik harta kekayaan Rafael.
Baca juga: Angin Prayitno Aji Sebut Kenal dengan Rafael Alun, Tak Tahu Ada “Geng” di Ditjen Pajak
“Iya ada pemblokiran terhadap konsultan pajak yang diduga sebagai nominee RAT serta beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Ivan.
PPATK kemudian mendeteksi dan memblokir puluhan rekening milik Rafael, istri serta anak-anaknya yang diduga terindikasi menjadi bagian dari dugaan kekayaan tak wajar. Nilai transaksinya dalam kurun 2019 sampai 2023 disebut mencapai Rp 500 miliar.
Di sisi lain, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan menyatakan sudah melakukan audit terhadap Rafael. Mereka juga merekomendasikan supaya Rafael dipecat, dan rekomendasi itu disebut sudah disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.