JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, prevalensi penyakit ginjal kronis pada kelompok usia lebih atau sama dengan 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter paling tinggi berada di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Eva Susanti mengatakan, prevalensi di wilayah tersebut mencapai 6,4 per mil.
Secara nasional, prevalensi penyakit ginjal kronis pada masyarakat berusia 15 tahun berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sebesar 3,8 per mil atau 739.208 jiwa. Prevalensi ini pun sudah naik dari 2 per mil pada tahun 2013.
Baca juga: Waspadai Penyakit Ginjal dengan Sadar Gejala dan Cara Pencegahannya
"Jadi cukup meningkat kenaikannya dari tahun 2013 ke 2018. Ini terutama provinsi dengan yang paling tertinggi ada di Kalimantan Utara," kata Eva dalam konferensi pers "Peringatan Hari Ginjal Sedunia" secara daring di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Eva menuturkan, posisi kedua dengan prevalensi penyakit ginjal kronis pada masyarakat dengan usia lebih dari atau sama dengan 15 tahun adalah Maluku Utara.
Diikuti dengan Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh. Lalu, Jawa Barat, Maluku, DKI Jakarta, Bali, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca juga: Ada Beda Pernyataan, Bareskrim Panggil BPOM dan Labkesda soal Kasus Gagal Ginjal
Sedangkan daerah dengan prevalensi terendah berdasarkan diagnosis dokter adalah Sulawesi Barat dengan prevalensi sebesar 1,8 per mil.
"Jadi ini yang menyumbang prevalensi penyakit ginjal tertinggi di Indonesia, dengan yang terendah ada di Sulawesi Barat, Banten, Riau, Sulawesi Selatan, dan Bangka Belitung berdasarkan provinsi yang terjadi penyakit ginjal kronis," ucap Eva.
Dilihat berdasarkan golongan umur, penyakit ginjal kronis paling banyak terjadi pada usia 65-74 tahun, sebesar 8,23 per mil. Diikuti usia 75 tahun ke atas sebesar 7,48 per mil, usia 55-64 tahun sebesar 7,21 per mil, dan usia 45-54 tahun sebesar 5,64 per mil.
Baca juga: Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kasus Gagal Ginjal Diputuskan Besok
Kemenkes lantas menyoroti meningkatnya prevalensi penyakit ginjal kronis pada usia 35-44 tahun. Sebab, prevalensi pada kelompok umur ini mencapai 3,31 per mil, hampir menyamai rerata nasional yang sebesar 3,8 per mil.
"Ini menampakkan bahwa justru pada orang-orang dengan usia produktif terjadi penyakit ginjal. Ini yang harus kita waspadai. Ini akan membuat yang tadinya bonus demografi bisa saja jadi bencana demografi tanpa kita lakukan upaya-upaya," jelas Eva.
Eva menuturkan, dilihat berdasarkan jenis kelamin, penyakit ginjal kronis lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan, masing-masing sebesar 4,17 per mil dan 3,52 per mil.
Baca juga: Batu Ginjal: Gejala, Penyebab, dan Cara Mencegahnya
Tingginya prevalensi kata Eva, berpengaruh pada banyaknya pembiayaan pemerintah untuk penyakit katastropik ini. Hingga November 2022, pemerintah sudah mengeluarkan anggaran Rp 1,93 triliun untuk penyakit gagal ginjal.
Pembiayaan ini merupakan keempat terbesar, setelah jantung Rp 10,92 triliun, kanker Rp 4,04 triliun, dan stroke Rp 2,89 triliun.
"Kita berharap ke depan masyarakat Indonesia bisa lebih sehat sehingga uang ini bisa kita alihkan untuk pembangunan di bidang yang lain. (Seperti) sarana prasarana, jalan, jembatan, sarana kesehatan yang baik," jelas Eva.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.