Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW dan Perludem Sebut Putusan Penundaan Pemilu Bukan Kewenangan PN Jakpus

Kompas.com - 05/03/2023, 19:54 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa putusan terkait penundaan pemilihan umum (Pemilu) bukan kewenangan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus).

Diketahui, PN Jakpus baru saja memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) “tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari".

Menurut Kurnia, konteks permasalahan hukum Partai Prima masuk pada kategori sengketa proses pemilu.

Oleh karena itu, merujuk pada Pasal 468 dan Pasal 470 Undang-Undang Pemilu, yurisdiksi hukum bukan PN, melainkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Putusan PN Jakpus Diduga Bagian dari Skenario Sekelompok Orang untuk Tunda Pemilu 2024

“Bagi kami, ini jelas adalah produk politik yang dibalut dengan substansi hukum. Yurisdiksinya keliru,” ujar Kurnia dalam diskusi yang digelar ICW secara daring, Minggu (5/3/2023).

Hal sama juga diungkapkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.

“Putusan ini sangat keliru dan tidak bisa dilaksanakan,” kata Fadli dalam acara diskusi yang sama.

“Tidak ada mekanisme untuk menghentikan tahapan pemilu atau menunda tahapan pemilu, apalagi serta-merta memerintahkan semua tahapan pemilu itu dihentikan atau ditunda,” kata Fadli.

Baca juga: Soal Putusan Penundaan Pemilu, Mahfud MD: Kita Akan Lawan Habis-habisan

Fadli menyebutkan bahwa putusan PN Jakpus itu bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

“Dan yang lebih sangat fatal lagi PN Jakpus tidak punya kewenangan untuk dua hal,” ucap Fadli.

Pertama, kata Fadli, PN Jakpus tidak memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa administrasi terkait keikutsertaan partai politik peserta pemilu.

“Kemudian kedua, mereka tidak punya kewenangan untuk menentukan apakah suatu tahapan pemilu itu bisa ditunda atau tidak. Itu dua soal serius yang kemudian terjadi,” kata Fadli.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Aturan yang Dilanggar dalam Putusan Penundaan Pemilu PN Jakarta Pusat

Diberitakan sebelumnya, PN Jakpus memenangkan gugatan pertama Partai Prima terhadap KPU, Kamis (2/3/2023).

Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.


Partai Prima sebelumnya melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Namun, Partai Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Sebelumnya, perkara serupa juga sempat dilaporkan Partai Prima ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Namun, Bawaslu RI lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam tahapan verifikasi administrasi Prima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com