JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari tidak sesuai yurisdiksi.
Putusan ini akan berimplikasi pada tertundanya tahapan Pemilu 2024, sedangkan penyelenggaraan pemilu 5 tahun sekali sudah diamanatkan UUD 1945 lewat Pasal 22E Ayat (1).
"Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi saja tidak bisa menabrak ketentuan ini, apalagi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
"Ini tidak masuk akal. Ini bukan yurisdiksi dan bukan kewenangannya," ujar dia.
Baca juga: Bunyi Putusan PN Jakpus yang Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024
Ia memberi ilustrasi, apabila pengadilan negeri diberikan wewenang semacam ini, ribuan pengadilan negeri di seluruh Indonesia dapat membuat putusan seperti yang dibuat PN Jakpus untuk menunda pemilu yang sifatnya nasional. Hal ini akan menimbulkan kekacauan.
"Oleh karena itu putusan ini semestinya harus segera dibatalkan dan tidak bisa dianggap sebagai putusan peradilan karena bukan menjalankan yurisdiksinya," ujar Feri.
PN Jakpus memenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas gugatan perdata mereka terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/3/2022).
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan 8 Desember 2022 lalu, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Sebelumnya, PRIMA melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Baca juga: PN Jakpus Perintahkan Pemilu 2024 Ditunda hingga Juli 2025
Dalam tahapan verifikasi administrasi, PRIMA dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, PRIMA merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.
Sebelumnya, perkara serupa juga sempat dilaporkan PRIMA ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun, Bawaslu RI lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam tahapan verifikasi administrasi PRIMA.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menegaskan pihaknya akan mengajukan banding.