JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemantau pemilu, Democracy And Electoral Empowerment Partnership (DEEP) mengaku menemukan fenomena warga memaksa panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP/pantarlih) agar tidak mencoret anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia dari daftar pemilih yang diverifikasi.
Direktur Eksekutif DEEP Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan, temuan ini diperoleh di Malang, Jawa Timur, dan Tasikmalaya, Jawa Barat, berdasarkan pemantauan yang dilakukan lembaganya selama 2 pekan pertama proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh pantarlih KPU.
"Jadi ada pemilih yang meninggal dunia itu tidak mau (oleh anggota keluarga) dilakukan pencoretan karena dengan alasan bansos. Kalau misalkan dihapus, maka bansosnya hilang," ujar Neni pada Kamis (2/3/2023).
Baca juga: Cerita Petugas Pantarlih di Lumajang, Coklit Data Pemilih Sambil Jualan Cilok
Namun demikian, menurut Neni, para pantarlih di lapangan tetap bersikeras untuk mencoret nama orang meninggal dunia itu dari daftar yang diverifikasi, selama memang terdapat dokumen legal yang menyatakan yang bersangkutan memang sudah tutup usia.
"Kondisi seperti ini yang menyulitkan pantarlih melakukan coklit di lapangan," kata dia.
Kesulitan pantarlih juga berkenaan dengan pendekatan de jure yang digunakan dalam proses coklit daftar pemilih pada Pemilu 2024.
Dengan pendekatan de jure, maka untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari daftar pemilih di TPS tertentu, dibutuhkan dokumen absah yang menyatakan pemilih itu memang berdomisili di sana.
Menjadi permasalahan ketika seseorang yang meninggal dunia tidak disertai dengan akta kematian.
Tanpa akta kematian, pantarlih tidak bisa serta-merta mencoret yang bersangkutan dari daftar pemilih, sebab tidak ada dokumen apa yang membuktikan bahwa yang bersangkutan memang sudah tutup usia.
Baca juga: Pemantau Pemilu Endus Dugaan Fenomena Joki Coklit Pemilu 2024 di Tasikmalaya
KPU mengeklaim bahwa pantarlih diharuskan untuk berkoordinasi dengan RT/RW atau kelurahan dan dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat jika menemukan hal tersebut di lapangan.
Namun, pada faktanya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 1.958 temuan di mana orang meninggal dunia tidak dicoret dari daftar pemilih dari total 311.631 TPS yang dipantau se-Indonesia.
"Jajaran pengawas pemilu langsung menyampaikan saran perbaikan kepada pantarlih yang bertugas. Hal tersebut dilakukan agar proses coklit yang berlangsung sesuai dengan prosedur," ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan pada Kamis siang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.