JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, sejumlah pejabat ditetapkan sebagai tersangka dimulai dari pemeriksaan laporan kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Diketahui, LHKPN para pejabat belakangan menjadi sorotan setelah anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo yang melakukan penganiayaan kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial.
“Oh banyak, ya enggak banyak banget sih, ada lah,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan saat ditemui di gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2023).
Menurut Pahala, pemeriksaan LHKPN bisa menjadi pintu masuk ke penyelidikan ketika KPK menemukan dugaan gratifikasi.
Baca juga: Wakil Ketua KPK soal Pejabat Sembunyikan Kekayaan: Kita Tunggu Informasi dari Netizen
Selain gratifikasi, seperti penggunaan nama orang lain untuk melakukan transaksi perbankan maupun membeli suatu aset, tidak bisa ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
“Tapi, sekali lagi pintunya cuma gratifikasi. Kalau ketemu gratifikasi itu jalan ditindak,” ujar Pahala.
Lebih lanjut, Pahala enggan menyebutkan nama pejabat yang saat ini tengah ditindak oleh Direktorat Penyelidikan KPK.
Ia hanya mengatakan, salah satu koruptor yang diusut dari LHKPN dan telah divonis oleh pengadilan adalah mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi.
Sri Wahyumi dinyatakan terbukti bersalah menerima gratifikasi terkait proyek infrastruktur tahun 2014-2017.
“Iya (eks Bupati Kepulauan Talaud). Kan dia yang minta tas, jam mewah, kan gitu kasusnya kan. Akhirnya ketambahan Rp 9 miliar. Nah, itu tambahannya dari LHKPN,” kata Pahala.
Baca juga: KPK Diminta Gesit Usut Harta Rafael Alun Hindari Dugaan Pidana Kedaluwarsa
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata juga menyebut pihaknya pernah menemukan dugaan gratifikasi dari pemeriksaan LHKPN.
Namun, Alex enggan membeberkan identitas pejabat tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa KPK kemudian mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Gratifikasi.
Gratifikasi tersebut kemudian disita tetapi tidak menghilangkan unsur Pasal 12 huruf C Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahwa pemberian itu dianggap suap karena tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 hari.
“Kalau 30 hari, harusnya bisa menjadi pidana atau suap,” kata Alex.
Baca juga: KPK soal Pelat Harley-Davidson Rafael Alun Trisambodo B 6000 LAM: Fix Bodong
Diketahui, berawal dari harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo, perhatian publik merambat ke harta kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan.
Gaya hidup sejumlah pejabat pajak yang memiliki motor Harley Davidson dan motor gede bermerek lainnya pun ikut disorot.
KPK menyatakan tidak mempermasalahkan kekayaan pejabat sepanjang asal usul harta mereka bisa dipertanggungjawabkan.
Baca juga: Ditanya soal Dugaan Suap dan Gratifikasi Rafael Alun Trisambodo, KPK: Ini Kita Cari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.