Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhamad Ridwan Herdika
Pegawai Negeri Sipil

Seorang sarjana hukum dan aktivis hak asasi manusia (HAM). Pernah menjadi asisten pengacara publik di LBH Jakarta. Saat ini bekerja sebagai Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Komnas HAM RI Perwakilan Papua. Instagram : @ridwanherdika

Menjawab Anggapan HAM Menyuburkan Konflik di Papua

Kompas.com - 01/03/2023, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENULIS sering membaca tulisan, baik unggahan netizen maupun kolom komentar di media sosial yang intinya menyatakan suburnya tindakan kekerasan di Papua akibat berlakunya rezim HAM di Indonesia.

HAM dianggap menyebabkan aparat penegak hukum menjadi terbatas ruang geraknya untuk memberantas Kelompok Sipil Bersenjata (KSB).

Dengan kata lain, HAM dituduh sebagai biang kerok banyaknya kekerasan di tanah Papua. Begitulah kira-kira argumentasi yang coba dibangun.

Lalu apakah benar dalil tersebut? Penulis ingin menguraikan fakta-fakta menggunakan pendekatan sejarah, komparasi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara holistik guna menguji apakah benar argumentasi yang coba dibangun tersebut.

Sejarah munculnya HAM

Deklarasi HAM yang saat ini dikenal dan menjadi pedoman seluruh bangsa beradab ialah lahir pada 10 Desember 1945. Kelahirannya muncul karena kekejaman yang luar biasa ekses dari Perang Dunia 2 yang merenggut jutaan korban.

Mengapa korban luar biasa dapat muncul? Tiada lain karena sangat timpangnya kedudukan antara negara dan warga negara.

Dengan jargon nasionalisme dan patriotisme, dan dilegalisasi dengan hukum yang berlaku guna mengikuti wajib militer, warga negara dipaksa menjadi tentara masing-masing negara yang bertikai. Hasilnya 60 juta nyawa manusia melayang di medan perang.

Meskipun masing-masing negara membangun narasi kepahlawanan, misalnya jutaan prajurit yang gugur dilabelisasi “Pahlawan Nasional”, “Patriot Negara”, “Pejuang Bangsa”, dan lain sebagainya, namun dalam rezim hak asasi manusia, narasi tersebut tidak penting sama sekali apabila yang menjadi korban, misalnya, anak-anak muda yang dipaksa mengikuti wajib militer dan dikirim ke medan perang (lihat kisah para pemuda Jerman mengikuti perang saat Perang Dunia 1 di Front Barat atau para pemuda Rusia yang saat ini dipaksa bertempur di Ukraina).

Sehingga apabila mengkaji HAM, mau tidak mau harus menganalisis juga hubungan antara negara dengan warga negara.

Karena, tujuan rezim hak asasi manusia ialah mencoba membatasi kekuasaan negara dengan cara menjunjung tingginya hak-hak asasi manusia secara individu.

Konsepsi HAM era Orde Baru

Ciri khas orde baru ialah kekuatan yang sangat sentralistik di tangan eksekutif dalam hal ini presiden. Legislatif yang seyogyanya mengawasi pemerintahan dibuatnya tidak berdaya akibat UUD 1945 memberikan kekuasaan sangat besar kepada presiden.

Dengan kata lain, check and balances tidak terjadi. Hal tersebut tidak lain karena anggapan patronase bahwa pemerintah adalah bapak, sedangkan rakyat adalah anak-anaknya yang perlu dididik. Alhasil, tidak ada kedudukan yang setara antara negara dengan warga negara.

Padahal, adigium terkenal dalam ilmu politik telah sangat jelas menyatakan bahwa power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Dengan kata lain, kekuasaan yang tidak terbatas pasti melahirkan suatu kesewenang-wenangan.

Konsep bapak yang dianggap dapat mendidik anaknya, malahan menyiksa anaknya hingga beberapa di antaranya meninggal dunia dengan legitimasi untuk “memberi pelajaran” bagi anak-anak yang lainnya, begitulah “didikan” yang ideal bagi orde baru.

Pada intinya, penulis ingin mengatakan bahwa rezim hak asasi manusia sangat lemah pada rezim orde baru. Belum ada mekanisme penegakan dan pengawasan HAM yang ideal saat itu. Sehingga banyak peristiwa pelanggaran HAM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Nasional
DKPP Gelar Sidang Perdana Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Rabu Besok

DKPP Gelar Sidang Perdana Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Rabu Besok

Nasional
4 Wilayah di Bali Jadi Kabupaten Lengkap, Menteri ATR/BPN AHY: Semoga dapat Perkuat Semangat Investasi

4 Wilayah di Bali Jadi Kabupaten Lengkap, Menteri ATR/BPN AHY: Semoga dapat Perkuat Semangat Investasi

Nasional
Kemenkes Ungkap Belum Semua Rumah Sakit Siap Terapkan KRIS

Kemenkes Ungkap Belum Semua Rumah Sakit Siap Terapkan KRIS

Nasional
Ahli Sebut Tol MBZ Masih Sesuai Standar, tapi Bikin Pengendara Tak Nyaman

Ahli Sebut Tol MBZ Masih Sesuai Standar, tapi Bikin Pengendara Tak Nyaman

Nasional
Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Nasional
Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Nasional
Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Nasional
Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Nasional
Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Nasional
Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com