Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Pejabat Lapor LHKPN Bernilai Kecil Belum Tentu Benar

Kompas.com - 28/02/2023, 13:25 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, pihaknya tak hanya akan meminta klarifikasi kepada para pejabat dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) besar, tetapi juga yang memiliki nilai LHKPN kecil. Sebab menurutnya, laporan harta kekayaan yang rendah dari seorang pejabat belum tentu benar.

Pernyataan ini Alex sampaikan menyusul adanya informasi terkait sejumlah pejabat di Kementerian Keuangan yang memiliki banyak harta dengan gaya hidup mewah.

"Jadi tidak hanya yang tinggi saja yang akan kita klarifikasi, termasuk yang kita duga yang melaporkan rendah belum benar juga," kata Alex saat ditemui awak media di gedung ACLC KPK, Selasa (28/2/2023).

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Transaksi Ganjil Rafael Bisa Jadi Petunjuk Awal Pengusutan Kasus Korupsi

Menurut Alex, banyak pejabat pemerintahan yang harta kekayaan mereka tidak cocok dengan profil sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Beberapa laporan menunjukkan bahwa harta mereka begitu tinggi, sedangkan jabatan mereka tidak strategis. Sementara itu, laporan lainnya menunjukkan hartanya kecil meskipun menempati posisi penting.

"Saya mendapat forward ternyata pejabat Keuangan kaya-kaya. Ada juga yang menyampaikannya, sekalipun pejabat, (hartanya) sangat rendah," ujar Alex.

Terpisah, Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding tidak menampik bahwa pejabat negara bisa saja menyembunyikan harta mereka. Sebab, para pejabat tidak melaporkan seluruh harta yang mereka miliki kepada lembaga antirasuah.

Dia menambahkan LHKPN merupakan self assessment. Sehingga, para pejabat melaporkan secara mandiri harta kekayaan mereka di situs resmi KPK.

"Ini yang memang terus kami dorong dan imbau agar tidak hanya menggugurkan kewajiban untuk menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, tapi kami selalu mengingatkan agar menyampaikan LHKPN secara benar, secara jujur dan secara lengkap," tutur Ipi.

Baca juga: Kemenkeu Datangi KPK, Bahas Pemeriksaan Kekayaan Rafael Alun Trisambodo

Sebelumnya, harta kekayaan dan gaya hidup mewah para pejabat di Kementerian Keuangan menjadi sorotan publik.

Hal ini bermula dari kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo bernama Mario Dandy Satrio (20).

Mario diketahui publik kerap memberikan gaya hidup mewah di media sosial seperti menggunakan mobil Rubicon dan Harley Davidson.

Dalam catatan LHKPN KPK, Rafael tercatat memiliki harta Rp 56,1 miliar. Jumlah itu dinilai tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat eselon II.

Belakangan, perhatian publik semakin melebar. Gaya hidup dan harta kekayaan pejabat Kementerian Keuangan pun ditelisik. Beberapa dari mereka terungkap memiliki motor gede (moge) senilai ratusan juta rupiah.

Baca juga: LHKPN Rafael Alun, KPK dan Kemenkeu Diminta Dalami Harta Pejabat Lain

Selang beberapa waktu setelah kasus Mario mencuat, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh".

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga Rafael menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi. PPATK pun telah mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan Rafael ke KPK sejak 2012. 

“Signifikan tidak sesuai profil yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com