Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2023, 11:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMINGGU terakhir, “guru besar/profesor”, jabatan fungsional akademik tertinggi menjadi trending topik di lini masa media massa cetak dan elektronik.

Kejadian ini dipicu lima laporan investigasi Harian Kompas (10/02/2023) terkait “dugaan” adanya modus keterlibatan dosen senior, calon guru besar di sejumlah kampus PTN dan PTS dalam praktik perjokian karya ilmiah.

Mereka diduga membentuk tim khusus (Tim Percepatan Guru Besar) yang menyiapkan artikel untuk diterbitkan di jurnal internasional bereputasi untuk memenuhi persyaratan usulan menjadi profesor.

Juga diungkap “fakta” seorang dosen senior melakukan praktik non-etik dengan mengklaim sebagai penulis artikel yang diterbitkan pada sebuah jurnal internasional, yang berasal dari skripsi mahasiswa bimbingannya.

Terakhir, Kompas juga mengungkap banyak dosen yang tertipu dan terjebak dalam permainan sindikasi jurnal internasional abal-abal (Kompas, 10/02/2023);

Pada saat yang berbarengan, publik juga dikejutkan dengan berita ratusan guru besar dan dosen maju menjadi “sahabat pengadilan (amicus curiae) untuk Richard Eliezer (Kompas, 09/02/2023).

Disusul kemudian dengan berita penolakan pemberian gelar profesor kehormatan (Honorary Professor) kepada individu non-akademik termasuk pejabat publik (Tempo.co, 16/02/2023) yang ditandatangani oleh 353 dosen termasuk para profesor dari 14 fakultas di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Tanpa bermaksud apologis, laporan investigasi Kompas tersebut perlu penjelasan yang berimbang. Jika tidak, dikhawatirkan publik menggeneralisasinya dan menisbatkan kepada seluruh dosen calon guru besar.

Selanjutnya, ini juga akan memunculkan “stigmasi” yang sangat merugikan dan memojokkan. Tidak hanya bagi para calon guru besar, tetapi juga bagi institusi perguruan tinggi secara keseluruhan, yang dikenal sebagai penjaga tradisi dan etika akademik.

Tak ada yang menyangkal, bahwa seorang dosen yang ingin meraih jabatan akademik guru besar atau profesor bukan hal mudah, tetapi juga bukan hal yang tidak bisa diikhtiarkan.

Mereka harus berjibaku untuk memenuhi seluruh persyaratan regular dan khusus/tambahan yang ditetapkan di dalam Undang-Undang; Permen; dan Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO-PAK) untuk kenaikan jabatan akademik dosen.

Secara umum, syarat yang harus dipenuhi untuk usulan guru besar meliputi pelaksanaan pendidikan (> 35 persen); penelitian (>45 persen); pengabdian kepada masyarakat (0,50 dan < 10 persen); dan penunjang (< 10 persen).

Besaran angka kredit yang dibutuhkan tergantung pada jumlah angka kredit pada jabatan fungsional awal, yaitu Lektor (200—300 AK) atau Lektor Kepala (400—700 AK) dan jenjang kepangkatan guru besar yang diusulkan, yaitu Pembina Utama Madya (850 AK) atau Pembina Utama (1.050 AK) (Kemdikbud, 2023).

Syarat terberat yang harus dipenuhi untuk usulan guru besar adalah publikasi artikel pada Jurnal Internasional “Bereputasi” (JIB).

Dalam hal ini ada dua tafsir JIB, yaitu dari PO-PAK 2019 dan Panduan IKU-PTN 2021. Pada kedua dokumen tersebut, JIB dimaknai jurnal internasional yang memenuhi persyaratan berikut.

Pertama, terindeks pada database internasional bereputasi. Kedua, berfaktor dampak atau memiliki impact factor dengan nilai/skor tertentu yang ditetapkan oleh Ditjen Dikti yang berasal dari ISI Web of Science (Thomson Reuters) atau Scimago Journal Rank (SJR).

Ketiga, diakui oleh Ditjen Dikti Kemdikbudristek dan terdaftar di SINTA. JIB yang memenuhi ketiga syarat tersebut adalah SCOPUS, Web of Science (WoS), Microsoft Academic Research (MAR), DOAJ, CABI, International Copernicus Index (ICI), EBSCO.

Satu yang perlu dan krusial untuk dijernihkan adalah soal pencantuman nama dosen pembimbing pada artikel ilmiah. Di dunia akademik, hal tersebut popular dengan istilah “kepenulisan” (authorship).

Menurut International Committee of Medical Journal Editors (ICMJE, 2022), authorship berkaitan dengan siapapun (seseorang atau beberapa orang) yang terlibat, berkontribusi, dan bertanggung jawab dalam menulis artikel ilmiah dari manuskrip hingga publikasinya pada jurnal.

Authorship juga berkaitan dengan kepemilikan hak atas implikasi akademik, sosial, dan finansial dari artikel tersebut.

ICMJE mengemukakan empat kriteria kepengarangan. Pertama, “substantial contributions”. Siapa yang memberikan kontribusi secara substansial terhadap konsep atau desain, perolehan, analisis, atau interpretasi data pada manuskrip/artikel yang ditulis.

Kedua, “Drafting”. Siapa yang menyusun atau membuat draf atau merevisi secara kritis hal-hal yang terkait dengan konten intelektual penting dari manuskrip/artikel yang ditulis.

Ketiga, “Final approval”. Siapa yang memberikan persetujuan akhir atas versi manuskrip/artikel yang akan diterbitkan.

Keempat, “Agreement”. Siapa yang setuju atau sepakat untuk bertanggung jawab atas bagian-bagian tertentu atau seluruh aspek dari manuskrip/artikel yang diterbitkan. Seperti hal-hal yang berkaitan dengan akurasi atau integritas ilmiah karya yang dipublikasikan.

Selain empat kriteria tersebut, perlu ditambahkan kriteria kelima, “corresponding”. Siapa yang bertanggung jawab untuk komunikasi dengan jurnal selama pengiriman naskah, peer-review, dan proses publikasi.

Termasuk memberikan respons atas komentar, pertanyaan atau kritik editorial secara tepat waktu dari pihak jurnal.

Setiap orang yang terlibat, berkontribusi, dan bertanggung jawab serta memenuhi keempat kriteria tersebut haruslah dinyatakan sebagai penulis.

Mereka yang hanya memenuhi salah satu dari keempat syarat tidak bisa dinyatakan sebagai penulis, melainkan kontributor atau Tim Pendukung.

Mereka adalah yang berkontribusi memberikan dukungan bagi tersedianya data dan simpulan akhir penelitian, seperti pengumpul, pengolah, dan penganalisis data; pengedit manuskrip.

Sekalipun tidak sebagai penulis, para kontributor harus mendapatkan pengakuan dan penghargaan secara layak.

Siapa yang berhak sebagai penulis pertama, penulis pendamping (kedua, ketiga, dan seterusnya) sangat ditentukan oleh seberapa penting, signifikan, dan menentukan keterlibatan, berkontribusi, dan tanggung jawab seseorang dari keempat kriteria kepenulisan karya ilmiah di atas.

Khusus untuk penulis korespondensi hanyalah dinisbatkan kepada mereka yang bertanggung jawab melakukan korespondensi dengan pihak jurnal. Mereka bisa penulis pertama atau penulis pendamping.

Idealnya, siapa sebagai penulis pertama, penulis pendamping dan/atau penulis korespondensi sudah harus ditentukan dan disepakati (bukan paksaan/dipaksa) sejak awal sebelum menulis manuskrip hingga penerbitannya.

Namun demikian, bisa saja dalam perjalanan waktu terjadi perubahan komposisi kepenulisan, termasuk kemungkinan adanya penambahan atau penghapusan seseorang sebagai tim penulis.

Semua sangat bergantung pada kesepakatan dalam tim penulis. Akan sangat baik, jika ada kesepakatan tertulis (hitam-putih) di antara para penulis untuk menghindari konflik di kemudian hari.

Dalam kasus yang diinvestigasi Kompas, untuk artikel jurnal yang berasal dari skripsi, tesis, atau disertasi, “lazimnya” mahasiswa sebagai penulis pertama, diikuti para pembimbing sebagai penulis pendamping.

Mengacu pada besar-kecilnya signifikansi keterlibatan, kontribusi, dan tanggung jawab seseorang dalam kepenulisan karya ilmiah, bisa jadi dan terbuka kemungkinan dalam proses alih format dari skripsi, tesis, atau disertasi menjadi artikel yang siap dikirim dan dipublikasikan pada jurnal/prosiding terjadi perubahan struktur kepenulisan, dengan menempatkan mahasiswa sebagai penulis pendamping, dan pembimbing sebagai penulis pertama, dan penulis korespondensi.

Terkait hal ini, PO-PAK 2019 menyatakan bahwa karya ilmiah hasil studi S2 (tesis) atau S3 (disertasi) yang dipublikasikan/diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi, atau jurnal intenasional, hanya bisa diakui dan dapat digunakan untuk kenaikan jabatan/pangkat apabila “isinya tidak persis sama”, tetapi memuat keterbaruan (novelty) minimal 75 persen dibandingkan dengan naskah tesis atau disertasi.

Akan tetapi, karya ilmiah tersebut tidak bisa dijadikan untuk pemenuhan “syarat khusus”.

Dalam konteks ini, dosen pembimbing bisa saja mengambil alih (atas izin dan persetujuan/kesepakatan mahasiswa) tanggung jawab akademik terhadap karya ilmiah mahasiswa bimbingannya dalam hal kebenaran ilmiah, dan orisinalitas karya ilmiah.

Pembimbing sangat mungkin juga mengolah dan menyempurnakan skripsi/disertasi/disertasi mahasiswa tersebut lebih lanjut menjadi sebuah karya ilmiah secara berbeda, lebih luas dan mendalam untuk meningkatkan nilai kebaruannya.

Jika hal ini yang dilakukan, maka nama mahasiswa bisa dicantumkan sebagai pengarang kedua, dan pembimbing sebagai penulis pertama.

Dengan demikian, sekali lagi tanpa maksud bersikap apologis, praktik yang diindikasikan sebagai perjokian karya ilmiah, tidak sepenuhnya demikian.

Para dosen senior, calon guru besar tidak sepenuhnya salah dan melanggar integritas akademik. Kecuali di dalamnya ada unsur “keterpaksaan”. Manuskrip untuk publikasi merupakan hasil kerjasama antara mahasiswa dan para dosen pembimbing.

Mereka adalah para penulis dalam sebuah tim kepenulisan artikel yang harus diakui dan memperoleh penghargaan sesuai dengan derajat signifikansi keterlibatan, kontribusi, dan tanggung jawab mereka dalam kepenulisan karya ilmiah.

Stephen Michael Kosslyn peneliti dan psikolog Amerika, dan terkenal dengan teori “mental imagery” menyebut secara spesifik hal itu sebagai “kreatifitas”, di mana mereka mempertajam konten penelitian dan menambah kontribusi penelitian berupa seberapa banyak persentasenya, sehingga bobot penelitian menjadi bertambah dan layak untuk dipublikasikan pada jurnal/prosiding (Santosa, 2016).

Sungguhpun demikian, juga “tidak baik” jika dosen terlalu sering mengandalkan dan memanfaatkan skripsi/tesis/disertasi mahasiswa untuk dialihformatkan menjadi artikel yang dipublikasikan.

Jika kurang cermat dan hati-hati, maka bisa terjebak pada praktik “plagiasi” atau “perjokian karya ilmiah” seperti diindikasikan dalam laporan investigasi Kompas.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Belum Mantap Dukung Ganjar, PAN Ungkapkan Alasannya

Belum Mantap Dukung Ganjar, PAN Ungkapkan Alasannya

Nasional
Dampingi Zulhas Temui PDI-P, Eko Patrio: Erick Thohir Cawapres PAN, Siapa Pun Presidennya

Dampingi Zulhas Temui PDI-P, Eko Patrio: Erick Thohir Cawapres PAN, Siapa Pun Presidennya

Nasional
Guru Besar IPB Tegaskan Pengelolaan Sedimentasi Harus Bermanfaat bagi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi

Guru Besar IPB Tegaskan Pengelolaan Sedimentasi Harus Bermanfaat bagi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi

Nasional
Pegiat Seni Se-Malang Raya Berkumpul, Dukung Gus Imin Maju Pilpres 2024

Pegiat Seni Se-Malang Raya Berkumpul, Dukung Gus Imin Maju Pilpres 2024

Nasional
Berburu Oleh-oleh Haji di Madinah, Gunakan Rupiah, Penghasilan Rp 400 Juta per Hari

Berburu Oleh-oleh Haji di Madinah, Gunakan Rupiah, Penghasilan Rp 400 Juta per Hari

Nasional
Makan Nasi Jamblang, Ganjar Ceritakan Kegemarannya Menyantap Ikan Asin

Makan Nasi Jamblang, Ganjar Ceritakan Kegemarannya Menyantap Ikan Asin

Nasional
Ganjar Lari Pagi 9 Km di Cirebon, Bakal Capres PDI-P Ini Sekalian Kampanye?

Ganjar Lari Pagi 9 Km di Cirebon, Bakal Capres PDI-P Ini Sekalian Kampanye?

Nasional
Ramai-ramai Pakar Tolak Narasi Polisi yang Sebut Pemerkosaan ABG 16 Tahun di Sulteng sebagai Persetubuhan

Ramai-ramai Pakar Tolak Narasi Polisi yang Sebut Pemerkosaan ABG 16 Tahun di Sulteng sebagai Persetubuhan

Nasional
Jemaah Haji Lansia Diperbolehkan Ihram Mengenakan Popok

Jemaah Haji Lansia Diperbolehkan Ihram Mengenakan Popok

Nasional
Mertua Puan Maharani Meninggal Dunia, Ganjar Sampaikan Belasungkawa

Mertua Puan Maharani Meninggal Dunia, Ganjar Sampaikan Belasungkawa

Nasional
Zulhas Tegaskan KIB Belum Bubar meski PPP Sudah Bergabung dengan PDI-P

Zulhas Tegaskan KIB Belum Bubar meski PPP Sudah Bergabung dengan PDI-P

Nasional
DSNG bersama Dubes Jerman Tinjau Mitra dan Penerima Manfaat Program SCPOPP

DSNG bersama Dubes Jerman Tinjau Mitra dan Penerima Manfaat Program SCPOPP

Nasional
Reaksi Keras Nasdem ke Mahfud Usai Beri Pesan Hati-hati Anies Dijegal Koalisi Sendiri

Reaksi Keras Nasdem ke Mahfud Usai Beri Pesan Hati-hati Anies Dijegal Koalisi Sendiri

Nasional
Safari Politik ke Cirebon, Ganjar Bakal Sowan ke Ulama dan Ponpes Dilanjutkan Bertemu 'Tiktokers'

Safari Politik ke Cirebon, Ganjar Bakal Sowan ke Ulama dan Ponpes Dilanjutkan Bertemu "Tiktokers"

Nasional
Lari Pagi di Cirebon, Ganjar Pranowo Sapa dan Tos dengan Warga

Lari Pagi di Cirebon, Ganjar Pranowo Sapa dan Tos dengan Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com