"PDI-P ditinggalkan bahkan ketika Ganjar ditaruh di nomor satu," sebutnya.
Baca juga: Ganjar Gandeng Stakeholder di Jateng Mantapkan Persiapan Pemilu 2024
Pendiri SMRC tersebut melanjutkan, jika PDI-P tidak berkoalisi dengan partai lain dan tidak mengajak tokoh lain, PDI-P akan tersingkir, walaupun Ganjar diposisikan sebagai calon presiden.
Jika dibalik, yakni Puan menjadi orang nomor satu dan Ganjar sebagai wakilnya, maka hasilnya pun sama. Puan-Ganjar tetap berada di nomor tiga, di bawah Prabowo-Muhaimin yang mendapatkan suara 35,4 persen, dan Anies-AHY dengan suara 31,2 persen.
Puan-Ganjar 9,8 persen, Airlangga-Erick 6 persen, dan masih ada 17,7 persen yang belum menjawab.
“(Jika formulasi Puan-Ganjar), yang masuk putaran kedua adalah Prabowo dan Anies,” tegas Saiful.
Baca juga: Peleburan KIB dan PKB-Gerindra Dinilai Mungkin jika Ganjar Duet dengan Prabowo
Karena itu, lanjut Saiful, bagi PDI-P, berkoalisi dengan partai lain adalah sebuah kebutuhan politik yang tak bisa dihindarkan.
Pemilih, menurut dia, kenyataannya lebih melihat koalisi antar-partai memiliki nilai yang penting. Koalisi bisa dibangun dengan tokoh siapa pun atau dengan partai mana pun.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut pun menambahkan, jika PDI-P mengusung kader sendiri tanpa berkoalisi, maka kemungkinan besar suara dukungan untuk Capres-cawapres mereka hanya datang dari kader atau pendukung PDI-P.
Sementara, di dalam pelbagai survei, suara PDI-P hanya sekitar 20 persen. Dukungan 20 persen ini, tidak mungkin mengantarkan calon lolos ke putaran kedua.
“Pesan dari pemilih secara umum adalah bahwa PDI-P tidak bisa sendiri untuk memenangkan pilpres. Pengalaman selama ini memang demikian, harus dengan cara koalisi,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.