Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Asas Luber Jurdil demi Pemilu Berkualitas dan Demokratis

Kompas.com - 10/02/2023, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMOKRASI adalah tatanan kehidupan bernegara yang menjadi pilihan sebagian besar negara di dunia pada umumnya. Di negara demokrasi, anggota parlemen dan presiden serta kepala daerah dipilih melalui pemilihan umum.

Sistem pemilu memengaruhi efektivitas pemerintahan demokrasi dalam banyak hal. Oleh karena itu, Indonesia mengamandemen Undang-undang Pemilu guna membuka jalan bagi partai-partai politik yang layak ikut Pemilu untuk bersaing dalam pencalonan anggota parlemen dan presiden.

Pemilu juga dilakukan guna menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sekitar satu tahun ke depan, tepatnya pada 14 Februari 2024, kita warga bangsa dan negara Indobesia akan melaksanakan Pemilu yang meliputi Pemilihan Legislatif (Pileg) DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

Kemudian, pada akhir tahun tersebut, kita akan menyelenggarakan Pilkada yang berlaku serentak di 34 Provinsi ditambah 514 kabupaten/kota.

Pemilu dilaksanakan berdasarkan sejumlah asas yang ditetapkan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU No.7 Tahun 2017) tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa asas atau dasar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) kita adalah ‘Luber Jurdil’, yaitu singkatan dari ‘Langsung; Umum; Bebas; Rahasia; Jujur dan Adil.’

Makna pemilu yang ‘Luber Jurdil’

Lalu, apa makna asas Pemilu yang Luber Jurdil? Kata ‘langsung’ bermakna bahwa setiap pemilih harus memberikan suara di Pemilu secara langsung. Suara pemilih tidak boleh melalui perantara atau diwakilkan oleh siapapun.

Pada masa lalu, Pemilu hanya dilakukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD, dan MPR. Setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, Pemilu juga dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden (Pilpres) secara langsung oleh rakyat.

Kemudian, berdasarkan UU No. 22 Tahun 2007, Pemilu juga mencakup pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat.

‘Umum’ artinya setiap warga negara yang sudah mencapai usia 17 tahun atau telah menikah, memiliki hak untuk ikut memilih tanpa adanya diskriminasi terkait suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.

‘Bebas’ bermakna bahwa rakyat berhak memilih sesuai hati nurani tanpa adanya paksaan, tekanan, atau pengaruh dari pihak manapun.

‘Rahasia’ artinya pemilih memberikan suaranya secara tertutup atau rahasia dan hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Pilihan rakyat tidak akan didikte oleh pihak manapun.

‘Jujur’ bermakna bahwa setiap elemen dalam penyelenggaraan pemilu harus bersikap jujur sesuai Undang-Undang yang berlaku.

Mulai dari penyelenggara, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur.

‘Adil’ berarti bahwa setiap pemilih dan partai politik harus mendapatkan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan.

Menurut UU No.7 Tahun 2017 penyelenggaraan Pemilu memiliki tujuan sebagai berikut: memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis; mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas; menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu; memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengarahan pemilu; dan mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.

Pemilu serentak

Tak hanya berasas ‘Luber dan Jurdil’, sejak tahun 2019 lalu penyelenggaraan Pemilu di Indonesia juga bersifat ‘serentak’. Pelaksanaan Pemilu serentak diselenggarakan berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-11/2013 tentang Pemilu serentak.

Pemilu serentak bertujuan meminimalkan pembiayaan negara dalam penyelenggaraan pemilu, meminimalkan politik biaya bagi peserta pemilu, serta menghindari adanya politik uang yang melibatkan pemilih, penyalahgunaan kekuasaan atau mencegah politisasi birokrasi, dan mengefektifkan skema kerja pemerintah.

Pemilu serentak adalah komitmen partai politik dalam koalisi permanen untuk memperkuat basis kekuasaannya di lembaga tinggi negara. Dengan demikian, Pemilu serentak diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan Sistem Presidensial di Indonesia.

Namun, dalam praktiknya Pemilu serentak melahirkan berbagai konflik yang dipicu oleh banyak persoalan di antaranya persoalan administrasi data pemilih yang tak akurat, netralitas penyelenggara pemilu yang lemah, serta ketidakpatuhan peserta pemilu dan partai politik terhadap peraturan yang berlaku.

Jadi, Pemilu serentak pada kenyataannya belum menjadi sebuah pesta demokrasi yang berkualitas baik.

Perppu untuk Pemilu 2024

Bermaksud menyelenggarakan Pemilu 2024 secara berkualitas dan demokratis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Ada beberapa hal baru terungkap dalam Perppu tersebut. Pertama, Pasal 186 Perppu No 1 Tahun 2022 menyebutkan bahwa ada tambahan anggota DPR menjadi 580 orang – lebih banyak lima orang dari jumlah anggota DPR RI periode 2019-2024: 575 orang.

Kedua, anggota DPD RI juga akan bertambah. Hal itu terjadi karena bertambahnya jumlah provinsi di Indonesia dari 34 menjadi 38.

Ketiga, mengatur terkait pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2024. Dalam Perppu No 1 Tahun 2022 disebutkan parpol lama diberikan dua pilihan terkait nomor urut untuk menggunakan nomor urut baru atau lama. Hal itu sudah dilakukan seusai parpol ditetapkan sebagai peserta Pemilu.

Keempat, Bawaslu baru harus dibentuk di 4 provinsi daerah otonomi baru (DOB), yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

Kelima, Perppu juga membahas pemilu di Ibu Kota Negara (IKN), Nusantara. Penyelenggaraan Pemilu di IKN ternyata masih berpedoman pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. IKN masuk dalam wilayah Kalimantan Timur yang diatur dalam Pasal 568A.

Sementara itu, pada bagian penjelasan ditekankan bahwa Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang lbu Kota Negara (IKN), terhitung sejak penetapan pemindahan ibu kota negara dari Provinsi DKI Jakarta ke IKN Nusantara dengan keputusan presiden.

Disebutkan pula bahwa IKN tidak termasuk dalam wilayah kerja DPRD Provinsi Kalimantan Timur, DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, dan DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara.
Tiga Pilar demi Pemilu Berkualitas dan Berdemokratis

Leon Festinger dalam buku lawasnya, A Theory of Cognitive Dissonance (1957), memahami ‘disonansi kognitif’ sebagai ketidakcocokan hubungan antarelemen kognisi.

Pengetahuan, pendapat, keyakinan atau apa yang dipercayai tentang dirinya sendiri, dan lingkungannya merupakan bagian dari elemen-elemen pokok kognisi.

Dalam konteks Pemilu, jika rakyat memahami Pemilu sebagai mekanisme demokrasi yang dapat membawa perubahan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik, sementara dalam praktiknya hanya menjadi rebutan jabatan di antara para elite partai politik, maka akan melahirkan hubungan disonan atau penyangkalan di tingkatan pemili (rakyat).

Ini adalah kondisi psikologis yang timbul saat dalam diri pemilih terjadi konflik di antara dua kognisi, yakni antara pengetahuan mengenai pentingnya menggunakan hak pilih sebagai wujud partisipasi politik dalam pemilu, dan ketidakyakinan terhadap kualitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri.

Kondisi tersebut oleh para ahli teori disonansi kognitif seperti Festinger disebut sebagai inskonsistensi logis. Disonansi kognitif yang tak teratasi dengan baik bisa menyebabkan pemilih apatis, bahkan menjadi apolitis di kemudian hari.

Pemilu seyogianya tidak semata-mata melahirkan fantasi-fantasi tak bermakna, tetapi harus menjadi momentum pemberdayaan sehingga terbentuk pemilih rasional (rasional voter) yang memiliki daya tawar.

Oleh karena itu partai politik peserta Pemilu harus berkomitmen secara operasional sebagai berikut. Pertama, taat dan patuh kepada aturan main yang telah ditetapkan.

Kedua, memilih calon-calon yang berkualitas baik untuk anggota parlemen pusat dan daerah, senator, presiden dan wakil presiden, dan bupati/walikota.

Ketiga, menguatkan peran fungsional mereka dalam kerja-kerja nyata yang bisa menguatkan warga.

Keempat, tidak menjadi bagian dari aksi menghalalkan segala cara untuk menang dengan menabrak aturan main yang telah ditetapkan.

Misalnya, melakukan kampanye hitam, menyebarkan hoaks, mengumbar ujaran kebencian, melakukan doxing, perundungan, persekusi, membeli suara (vote buying), bertransaksi ilegal dengan para penyelenggara, dan lain-lain.

Dengan kata lain, demi Pemilu yang berkualitas dan demokratis, hendaknya partai-partai politik peserta Pemilu tampil sebagai pelopor dalam menerapkan Pemilu yang Luber dan Jurdil.

Mereka juga harus giat melakukan pendidikan politik agar rakyat selaku pemilih, pertama, memahami secara baik ketentuan hukum terkait Pemilu (electoral law).

Electoral law menyangkut pilihan sistem pemilu yang digunakan warga negara dalam memilih para wakilnya.

Sistem pemilu memiliki konsekuensi terhadap derajat keterwakilan atas hasil-hasil pemilu, sistem kepartaian (khususnya jumlah partai politik), akuntabilitas pemerintahan, dan kohesi partai-partai politik.

Kedua, memahami dan berpartisipasi aktif sadar dan kritis dalam proses Pemilu (electoral process).

Partai-partai politik juga perlu selalu mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya menyelenggarakan Pemilu (electoral management) secara transparan dan akuntabel. Mereka juga perlu mendorong Bawaslu untuk melakukan kegiatan pengawasan Pemilu secara ketat.

Apabila tiga pilar tersebut dikembangkan secara baik dan selaras maka kita memiliki harapan akan sebuah Pemilu yang tak hanya Luber dan Jurdil, tetapi juga menghasilkan electoral outcame yang berkualitas dan demokratis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com