JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi IX DPR menjadwalkan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Rabu (8/2/2023).
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyatakan, rapat itu digelar merespons kembali munculnya kasus gagal ginjal akut atipikal pada anak.
"Kita mengagendakan bahwa tema rapat pada hari itu adalah tentang tindak lanjut penanganan kasus gangguan ginjal progresif atipikal pada anak tersebut, termasuk kasus baru yang beberapa hari ini juga menyedot perhatian kita semua," kata Netty dalam sebuah acara diskusi, Kamis (9/2/2023).
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Muncul Lagi, BPOM Nyatakan Obat Praxion Aman Digunakan
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun tidak menutup kemungkinan bila Komisi IX melayangkan hak interpelasi kepada BPOM karena belum menjalankan rekomendasi rapat sebelumnya pada 2 November 2022.
Ia mengingatkan, pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung jawab atas kasus gagal ginjal pada anak yang sudah memakan ratusan korban jiwa.
"Sangat dimungkinkan kita akan mendorong agar digunakannya hak interpelasi oleh anggota DPR RI, khususnya dari Komisi IX, menginisiasi hak interpelasi itu agar pemerintah betul-betul bisa bertanggung jawab," ujar Netty.
Netty menuturkan, Komisi IX juga telah mengadakan rapat dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada pekan ini. Salah satu topik yang disoroti dalam rapat itu adalah perbedaan hasil uji antara laboratorium kesehatan daerah dan laboratorium milik BPOM.
"Kami meminta Kementerian Kesehatan melibatkan lab secara independen untuk juga melakukan penelitian dan penilaian terhadap persediaan sirup yang digunakan pasien pada kasus-kasus GGAPA yang baru muncul," kata Netty.
Baca juga: Soal Penyebab Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, Menkes Tunggu Hasil Laboratorium Independen
Seperti diketahui, kasus gagal ginjal akut pada anak kembali muncul setelah Kementerian Kesehatan telah menyatakan kasus ini selesai pada akhir 2022.
Adanya kasus baru gagal ginjal akut yang dialami balita dan anak-anak pertama kali disampaikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. Kasus ini pun akhirnya dikonfirmasi oleh Kemenkes pada Senin (6/2/2023).
Berdasarkan pernyataan Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, kasus tersebut terdiri dari satu kasus konfirmasi dan satu kasus suspek.
Satu kasus konfirmasi gagal ginjal akut merupakan anak berusia 1 tahun yang mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023. Ia sempat diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion.
Anak ini sempat dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk mendapatkan perawatan intensif dan terapi obat penawar Fomepizole, tetapi ia dinyatakan meninggal dunia 3 jam setelah tiba di RSCM.
Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek. Penderitanya adalah anak berusia 7 tahun yang mengalami demam pada tanggal 26 Januari.
Kemudian, mengonsumsi obat penurun panas sirup yang dibeli secara mandiri. Pada tanggal 30 Januari, anak tersebut mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas.
Lalu, pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Satu hari setelahnya, pasien dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
Baca juga: Soal Dugaan Pemalsuan Obat Praxion Penyebab Gagal Ginjal, BPOM: Perlu Investigasi Lebih Lanjut
Sementara itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa hasil uji lab terhadap tujuh sampel, termasuk obat Praxion dan bahan bakunya, dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.
Adapun uji lab ini dilakukan karena obat tersebut diduga terkait dengan kasus gagal ginjal yang terjadi baru-baru ini.
Pengujian ketujuh sampel tersebut dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM pada 2-3 Februari 2023.
Berdasarkan hasil pengujian, obat dan bahan baku tersebut sudah sesuai ketentuan atau standar yang ada di Farmakope Indonesia.
Adapun tujuh sampel tersebut, yakni sampel sirup obat sisa pasien, sampel sirup dari peredaran, dan sampel sirup dari tempat produksi dengan nomor batch (bets) yang sama dengan sampel yang dikonsumsi oleh pasien.
Kemudian, sampel sirup dengan bets yang berdekatan dengan sampel sirup sisa obat pasien, sampel bahan baku sorbitol yang digunakan dalam proses produksi, dan sampel sirup lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor bets yang sama (2 produk sirup berbeda).
"Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh sampel yang diuji memenuhi syarat," kata Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM, Togi Junice Hutadjulu di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).
"Artinya sirup obat memenuhi persyaratan ambang batas asupan harian sehingga aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai," lanjut Togi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.