JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa obat sirup dengan merek Praxion masih memenuhi persyaratan atau sesuai standar yang tercantum di Farmakope Indonesia.
Artinya, obat tersebut aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai. Lembaga ini pun masih mengkaji kemungkinan obat Praxion diedarkan kembali.
Padahal sebelumnya, obat ini diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) setelah dikonsumsi oleh satu korban.
Berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), korban tersebut adalah anak berusia 1 tahun yang meninggal karena gagal ginjal akut. Korban diketahui sempat diberi Praxion dan tidak bisa kencing (anuria).
Baca juga: Hasil Uji Praxion Beda dengan Labkesda DKI, Ini Jawaban BPOM
Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM, Togi Junice Hutadjulu mengatakan, lembaganya sudah menguji 7 sampel, termasuk sampel dari sisa obat pasien.
Tujuh sampel tersebut, di antaranya sampel sirup obat sisa pasien, sampel sirup dari peredaran, dan sampel sirup dari tempat produksi dengan nomor batch/bets yang sama dengan sampel yang dikonsumsi oleh pasien.
Lalu, sampel sirup dengan batch/bets yang berdekatan dengan sampel sirup sisa obat pasien, sampel bahan baku sorbitol yang digunakan dalam proses produksi, dan sampel sirup lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor bets yang sama.
Pengujian ketujuh sampel bahan baku dan sampe obat dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM pada tanggal 2-3 Februari 2023.
Baca juga: Soal Penyebab Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, Menkes Tunggu Hasil Laboratorium Independen
"Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh sampel yang diuji memenuhi syarat. Artinya sirup obat memenuhi persyaratan ambang batas asupan harian sehingga aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai," kata Togi di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).
Selain menguji sampel obat, pihaknya memeriksa sarana produksi obat Praxion pada tanggal 3 Februari 2023. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari proses investigasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang diimplementasi oleh pemilik izin edar.
Pemeriksaan CPOB dilakukan meliputi aspek penting penjaminan mutu, antara lain pengujian mutu bahan baku dan sirup obat, proses produksi dan kualifikasi pemasok termasuk kepastian rantai pasok.
Hasilnya pun sama, sarana produksi juga memenuhi ketentuan.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut disimpulkan bahwa sarana produksi masih memenuhi persyaratan CPOB," tutur Togi.
Hasil uji yang menyatakan bahwa obat sirup merek Praxion aman dipakai sepanjang sesuai aturan pakai sama dengan hasil uji oleh dua laboratorium independen.
Pemeriksaan oleh dua laboratorium independen ini merupakan langkah yang diambil oleh pemilik izin edar, PT Pharos Indonesia, setelah mendapat kabar bahwa Praxion diduga menyebabkan gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak.
PT Pharos Indonesia sendiri melakukan uji ulang keamanan produk merk Praxion di 3 laboratorium independen terakreditasi, termasuk Lab Saraswati Indo Genetech dan Lab Sucofindo.
Baca juga: Respons Kasus Gagal Ginjal, BPOM Revisi Regulasi Pemasukan Obat dan Bahan Baku
Baru dua laboratorium yang hasil ujinya sudah keluar. Sementara hasil uji dari laboratorium ketiga akan segera dilaporkan setelah proses uji lab sudah selesai.
Berdasarkan hasil uji, obat sirup merk Praxion tidak mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG). Hasil uji dua laboratorium tersebut sudah disampaikan hasilnya kepada BPOM.
"Hasil dari kedua lab tersebut menunjukkan bahwa produk Praxion memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia VI suplemen II (memenuhi syarat)," kata Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika dalam keterangan resmi, Rabu (8/2/2023).
Keluarnya hasil uji membuat BPOM mengevaluasi dan mengkaji kemungkinan obat Praxion boleh diedarkan dan dikonsumsi kembali.
Pasalnya saat ini, obat tersebut masih belum diedarkan kembali mengingat BPOM telah lebih dulu mengeluarkan surat perintah penghentian sementara produksi dan distribusi terhadap obat itu tanggal 4 Februari 2023.
Atas perintah tersebut, industri farmasi pemilik izin edar, PT Pharos Indonesia, telah melakukan penarikan obat secara sukarela (voluntary recall) pada tanggal 5 Februari 2023.
"Ini masih berproses untuk pengaktifan industri farmasi. Kita lihat bahwa hasilnya masih memenuhi ketentuan, nanti akan dilakukan atau dikeluarkan surat pengaktifan kembali. Jadi sampai sekarang mungkin belum ada di pasaran," tutur Togi.
Di sisi lain menurut Togi, perlu adanya investigasi lebih lanjut mengenai kemungkinan obat palsu atau penyebab lain gagal ginjal, mengingat hasil uji ketujuh sampel dinyatakan aman.
"Ini yang perlu investigasi lebih lanjut tentunya, kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa," jelas Togi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.