Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Sebut Surya Darmadi Terbukti Rugikan Perekonomian Negara Rp 73,9 T, Jadi Alasan Pemberat

Kompas.com - 06/02/2023, 19:00 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai, bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi terbukti membuat negara mengalami kerugian perekonomian sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau Rp 73,9 triliun.

Kerugian itu timbul dari dugaan korupsi perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan lahan negara di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Jaksa Muhammad Syarifuddin mengatakan, kerugian perekonomian itu menjadi salah satu alasan pemberat pihaknya dalam menuntut Surya Darmadi dengan pidana badan seumur hidup.

“Merugikan perekonomian negara yaitu sebesar Rp 73.920.690.300.000,” kata Syarifuddin saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).

Baca juga: Tanggapi Eksepsi Surya Darmadi, Jaksa Sebut Kerugian Negara Masuk dalam UU Tipikor

Alasan memberatkan lainnya adalah perbuatan Surya Darmadi juga dinilai menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp 4,7 triliun.

Kemudian, 7.885.857,36 dollar Amerika Serikat atau Rp 114.344.931.720 dalam kurs Rp 14.500.

Adapun hal memberatkan lainnya adalah, Surya darmadi sebagai pemilik perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, pengolahan kelapa sawit, dan turunannya, pengangkutan serta di bidang properti tidak menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Jaksa juga menilai, perusahaan Surya Darmadi di Inhu, Riau itu membuat lingkungan rusak.

“Mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan,” ujar Syarifuddin.

Baca juga: Bacakan Eksepsi, Kuasa Hukum Surya Darmadi Nilai Kasusnya Bukan Perkara Korupsi

Selain itu, dalam pelaksanaannya, perkebunan kelapa sawit Surya Darmadi di Inhu tidak menerapkan pola kemitraan sawit rakyat.

Hal ini membuat Surya Darmadi meraup keuntungan tidak sah atau illegal gain sebsar Rp 2.238.274.248.234 atau Rp 2,2 triliun dan 556.086.968.453 atau Rp 556 miliar.

“Terdakwa tidak menyesali perbuatannya,” tutur Syarifuddin.

Adapun sejumlah hal meringankan dalam tuntutan ini adalah sebagian harta Surya Darmadi telah disita untuk memulihkan kerugian negara.

“Terdakwa telah berusia lanjut,” kata Syarifuddin.

Baca juga: Saksi Ungkap Konflik Lahan Masih Bermunculan sejak Perusahaan Surya Darmadi Beroperasi

Sebelumnya, Jaksa menuntut surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa menilai, taipan itu terbukti bersalah melakukan korupsi bersama-sama dengan mantan Bupati Inhu, Raja Thamsir.

Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan lahan negara sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dollar Amerika Serikat dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000.

Selain itu, Jaksa juga menilai Surya Darmadi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan merubah bentuk dan mengalihkan hasil korupsinya ke sejumlah perusahaan maupun aset lainnya.

Baca juga: Surya Darmadi Dituntut Seumur Hidup dan Denda Rp 1 Miliar

Hal ini sesuai primer Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa juga menilai dakwaan Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah terbukti.

Dalam sidang pembacaan nota pembelaan (eksepsi), kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, menilai, permasalahan izin terkait bisnis perkebunan kelapa sawit yang menjerat kliennya bukan perbuatan tindak pidana korupsi.

Baca juga: Selain Penjara Seumur Hidup, Surya Darmadi juga Dituntut Uang Ganti Rp 73,9 T Kerugian Perekonomian Negara

 

Menurut Juniver Girsang, permasalahan izin beberapa perusahaan yang dikelola kliennya merupakan permasalahan administrasi yang termasuk ke dalam Undang-undang Kehutanan.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana di dalam dakwaan penuntut umum bukanlah merupakan tindak pidana dan tidak masuk dalam ruang lingkup perkara tindak pidana korupsi," ujar Juniver saat membacakan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (19/9/2022).

Juniver berpendapat, dakwaan jaksa penuntut umum yang menyebutkan bahwa kliennya telah melanggar UU Tindak Pidana Korupsi keliru.

Ia menilai, perkara izin perkebunan yang menjerat kliennya hanya berlaku asas kekhususan yang di dalam Undang-Undang Kehutanan alias hanya berlaku asas lex specialist systematisch.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com